Akhirnya, Trans 1000 Akan Beroperasi Awal Oktober 2019

Jakarta, Nusantarapos – Adanya rumor yang berkembang bahwa pelayaran Trans 1000, yang di kelola Trans 1000 Jakarta Transportindo akan menggusur keberadaan kapal-kapal tradisional yang ada di kepulauan seribu sepertinya hanya isapan jempol belaka.

Pasalnya, dengan menggandeng keberadaan kapal-kapal tradisional menjadi mitra Trans 1000. Dimana dalam kemitraan itu, para pemilik kapal tradisional akan mendapat benefit yang lebih banyak, dari pada yang mereka dapat selama ini.

Salah satunya, kata Nana, saat kapal-kapal tradisonal itu dijadikan kapal kargo, para pemiliknya akan mendapat kompensasi sebesar Rp35 juta/bulan dari aktivitas pengangkutan barang yang dilakukan. 

Di sisi lain, dari kapal-kapal cepat (KMP) yang dioperasikan Trans 1000 sebagai pengganti kapal-kapal tradisional tersebut, para pemilik kapal mendapat fee Rp5.000/penumpang. 

“Kapal-kapal itu juga akan menjadi milik mereka, sementara Trans 1000 akan menjadi operatornya,” tegas dia. 

Itu sebabnya, tambah Nana, tidak sedikit para pemilik kapal bergabung kepada Trans 1000. Dari 33 kapal tradisional yang beroperasi 29 diantara telah sepakat bergabung dengan pengelolaan Trans 1000. Karena selain kapal tradisional tetap ada, para pemilik kapal juga mendapat kapal baru.
Dan dari jumlah itu, dua pemilik kapal telah menandatangani memorandum of understanding (MoU) pada Minggu (15/9/2019). 

Lebih jauh, Nana memastikan, pihaknya akan mulai beroperasi melayani jasa angkutan transportasi laut di perairan Kabupaten Kepulauan Seribu pada Oktober 2019 setelah RPK (Rencana Pengelolaan Kapal) diterbitkan Kementerian Perhubungan (Kemenhub). 

“Info yang saya terima tadi pagi, (pengurusan) RPK akan selesai pekan ini, antara Kamis atau Jumat,” kata Dirut Trans 1000 Nana Suryana kepada Nusantarapos di Jakarta, Selasa (17/9/2019) malam.

Nana menjelaskan, pihak Kemenhub akan menerbitkan tiga jenis RPK di antaranya RPK Khusus dan RPK Reguler. 

“RPK itu kemudian akan kami koordinasikan dengan Dishub (Dinas Perhubungan) untuk mendapatkan izin trayek,” katanya. 

Nana memperkirakan, setelah izin itu terbit dan persiapan tuntas, mulai Oktober 2019 perusahaannya sudah mulai beroperasi secara resmi untuk mengangkut penumpang dari Pelabuhan Kaliadem, Muara Angke, ke pulau-pulau di Kabupaten Kepulauan Seribu. 

Pada tahap pertama akan dioperasikan dua unit kapal, yakni Kapal Motor Penumpang (KMP) Meranti Express 33 dan KMP Karunia Jaya, dan pada rentang Oktober-Desember 2019 armada ditambah dua unit. 

Pada saat yang bersamaan, atau tepatnya mulai November 2019, Trans 1000 mulai memproduksi enam unit KMP untuk juga dioperasikan di perairan Kepulauan Seribu. 

Selama keenam kapal baru itu sedang dalam proses pengerjaan di perusahaan galangan kapal di luar Jakarta,  keempat kapal yang beroperasi melayani penumpang dengan rute Pelabuhan Kaliadem-Kecamatan Kepulauan Seribu Utara, Pelabuhan Kaliadem-Kecamatan Kepulauan Selatan, Tanjung Pasir-Rawa Saban, dan sebagai feeder (pengumpan). 

Saran dari Sandi

Nana menjelaskan, konsep pelayaran Trans 1000 ia susun sejak 19 Agustus 2015, hanya dua hari setelah ia melihat seorang ibu tercemplung ke laut saat dalam perjalanan dari Pulau Tidung ke daratan (Pelabuhan Kaliadem). 

“Waktu itu saya sangat prihatin karena di Jakarta yang saat itu APBD-nya sudah mencapai Rp75 triliun, ternyata ada kapal penumpang yang kurang safety seperti itu. Maka saya susunlah sebuah konsep untuk mengubah sarana transportasi laut yang tak layak di Kepulauan Seribu, menjadi layak, yakni dengan meremajakan kapal-kapal tradisional yang terbuat dari kayu, menjadi kapal modern,” katanya. 

Kemudian, Nana mengajukan konsep kepada Ahok, dan disetujui karena saat itu Dishub tak punya master plan untuk membenahi transportasi di perairan Kepulauan Seribu. Bahkan untuk merealisasikan konsep itu,  Ahok membentuk Tim Enam, yakni Tim Pembentukan Transportasi Laut di Kepulauan Seribu yang fokus pada empat kegiatan, yakni peremajaan kapal tradisional, perbaikan dermaga, ticketing, dan pengelolaan kapal-kapal yang diremajakan. 

Pada Pilkada Jakarta 2017, Ahok dan Cawagubnya, Djarot Syaiful Hidayat, kalah dari pasangan Anies-Sandi. Realisasi konsep itu pun batal, dan selama berbulan-bulan konsep mengendap. 

“Saat Pak Sandi yang saat itu masih menjadi Wagub DKI, mengetahui keberadaan konsep itu, dan mengutus orang kepercayaannya untuk menemui saya,” lanjut Nana. 

Melalui serangkaian pembicaraan yang cukup panjang dan melibatkan pejabat terkait, akhirnya Pemprov DKI menyepakati untuk merevitalisasi sarana transportasi di perairan Kepulauan Seribu dengan menggunakan konsep itu. 

Hanya saja, jelas Nana, karena yang diremajakan merupakan kapal milik masyarakat dan bukan aset Pemprov DKI, maka peremajaan tak bisa menggunakan dana dari APBD. 

“Atas saran Pak Sandi, pada 2018 saya pun mendirikan PT Trans 1000 Jakarta Transportindo,” tegasnya. 

Lebih jauh Nana mengakui, sejak konsep digagas pada 2015 hingga PT Trans 1000 berdiri, ia telah menghabiskan dana sekitar Rp4 miliar dimana separuh dari dana itu merupakan hasil berutang, agar konsepnya tetap dapat diimplementasikan. 

Bahkan dirinya harus ‘keliling gunung’ untuk menemui instasi-instansi terkait agar mendapat dukungan, termasuk ke Kemenhub, Dishub, TNI AL, Polri, Bank DKI dan Komisi B DPRD DKI Jakarta. 

Ketika ditanya bagaimana ia membiayai peremajaan kapal tradisional jika Trans 1000 telah resmi beroperasi? Nana mengatakan bahwa saat ini ia telah memiliki investor, dan ia menyebutkan sedikitnya tiga nama yang menjadi investornya tersebut. 

“Untuk tahap pertama, kapal tradisional yang akan kita remajakan sebanyak 12 unit,” katanya. 

Nana menegaskan, dirinyaa takkan mempermainkan apalagi menipu pemilik kapal tradisional. Apalagi karena berdasarkan arahan Pemprov DKI, untuk sistem transaksi online, dirinya bekerjasama dengan Bank DKI guna mencegah kebocoran dan mengedepankan transparansi. Bahkan MoU untuk kerjasama ini akan diteken akhir September ini.