Pemilik Hotel di Yogyakarta Resahkan Janji Manis MHV

Yogyakarta,Nusantarapos.co.id- Beroperasinya Yogyakarta International Airport (YIA) Kulonprogo semakin membuka luas masuknya para wisatawan baik domestik maupun manca negara.

Sektor pariwisata dan investasi juga dipastikan dapat meningkat pada sejumlah kota yang berada disekitarnya seperti Yogyakarta.  

Seiring dengan peningkatan tersebut sejumlah permasalahan timbul pada bisnis perhotelan seperti pengaturan atau regulasi investor asing yang bergerak pada bidang pengelolaan Management Hotel Virtual (MHV).

Keberadaan Management Hotel Virtual (MHV) seperti RedDOORs dan OYOpun makin menjamur di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Mereka mengajak sejumlah hotel non bintang atau properti yang tidak berijin usaha penginapan untuk bergabung dengan kesepatakan dua pihak.

Sementara itu sejumlah pelaku usaha perhotelan di Yogyakarta mulai merasakan dampak negatif dari keberadaan MHV tersebut.

Pemilik Hotel Kinasih Yogyakarta Tulus Riyadi Wardoyo mengatakan, pihaknya sudah sering didatangi oleh salah satu MHV tersebut.

“Mereka (RedDOORs) lima kali lebih mendatangi saya dan setelah dipelajari terdapat sejumlah peraturan yang memberatkan hotel pada akhirnya,” ujar Tulus Riyadi Wardoyo.

Tulus menjelaskan, perjanjian bisnis yang diterapkan mengharuskan pemilik hotel untuk dapat mengikutinya. Akan tetapi pada akhirnya akan memberatkan bahkan akan mengikat hotel itu sendiri.  

“Peraturan yang mereka tawarkan cukup menggiurkan akan tetapi bertentangan dengan peraturan hotel kami sendiri seperti dalam menentukan harga hotel, mereka yang menentukan bukan kami,” jelasnya.

Tulus melanjutkan, pemilik hotel harus jeli dalam memperhatikan aturan main yang mereka tawarkan. Seperti akan diberikannya sejumlah dana untuk mengikat perjanjian namun berjalannya waktu tidak ada peningkatan dalam pembagian hasil hotel.

“Pemilik hotel di Yogyakarta harus lebih jeli memperhatian perjanjian yang mereka ajukan. Memang menerima uang terlebih dahulu akan tetapi dikemudian hari akan kecewa, namun semua kembali kepada pemilik hotel,” lanjut Tulus.  

Hal yang sama diungkapkan Pemilik Griya Sentana Hotel Yogyakarta Sanny Pratomo, dirinya pernah ditawari oleh MHV hingga beberapa kali.

“Mereka (OYO) pernah menawarkan saya sekitar lima kali dan saya menolak penawaran tersebut karena menurut konsultan hotel kami bisnis itu tidak sehat,” ungkap Sanny.

Menurutnya, bila merujuk pada segi bisnis terdapat pemotongan cukup besar hingga mencapai 30% dari pendapatan hotel dan yang cukup mengkhawatirkan, mereka mengharuskan kontrak minimal 3 tahun.

“Saya kira dengan sistem begitu tidak akan sehat pada akhirnya bahkan ada informasi mereka (OYO) yang menentukan harga jual kamar, bukan kebijakan pemilik hotel,” tuturnya.

Hal tersebut yang membuat Dinas Penanaman Modal dan Perijinan (DPMP) Kota Yogyakarta menaruh perhatian khusus.

Kepala Bidang (Kabid) Pelayanan DPMP Kota Yogyakarta Gatot Sudarmono mengatakan, keberadaan sejumlah HMV mulai menjamur dan belum memiliki regulasi yang jelas.

“MHV selama ini memang belum ada regulasi yang jelas dan ini telah kami bahas dengan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) cukup lama, namun hingga saat ini belum menghasilkan regulasinya,” ujarnnya saat ditemui pada sebuah acara di Yogyakarta, (30/11).

Gatot menjelaskan, MHV merupakan bisnis daring dengan pasar lokal yang dianggap belum memiliki payung hukum yang jelas baik dari operasionalnya. Itu yang membuat bingung para instansi terkait untuk menentukan jenis unit usahanya.

“Kami masih terus menunggu dari pemerintah pusat untuk menentukan regulasi atau peraturan yang jelas tentang hotel virtual ini,” jelasnya.

Sedangkan untuk okupansi hotel Sanny mengungkapkan, keberadaan MHV cukup meresahkan dikarenakan harga jual mereka jauh lebih murah dari pada hotel biasanya.

“Mereka mulai menguasai kos-kosan, homestay atau bangunan yang tidak berijin standar hotel untuk dijual dengan harga sangat rendah dan itu mengurangi okupansi hotel-hotel di Yogyakarta, terlebih jelang liburan Natal dan Tahun Baru ini,” pungkasnya.

Para pemilik hotel berharap Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Yogyakarta dapat bereaksi kepada Pemerintah untuk mengatasi polemik yang mulai mempengaruhi okupansi perhotelan di Indonesia ini. (AKA).