Tak Ingin Jadi Beban Sejarah, Syarif Gerindra Luncurkan Buku Autobiografi

Jakarta, Nusantarapos.co.id – Tidak ingin memiliki beban sejarah selama hidupnya, anggota Fraksi Gerindra DPRD DKI Jakarta Syarif mengekspresikan perjalan hidupnya dengan
meluncurkan buku Autobiografi di Hotel Aryaduta, Kecamatan Menteng, Jakarta Pusat pada Rabu (14/10/2020) malam.

Dalam acara itu hadir Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria, Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Gerindra Mohamad Taufik dan lainnya.

Dalam sambutannya, Syarif mengaku banyak pihak yang bertanya soal judul bukunya, yaitu ‘Tangis Tawa Senyum Catatan Aktivis Tanpa Angkatan’. Dia menginginkan selama hidupnya tidak memiliki beban sejarah seperti halnya aktivis tahun 1998 lalu, yang kini banyak mengemban amanah sebagai pejabat negara.

“Ketika lulus tahun 1996, saya masih demo supaya menyalurkan aspirasi. Jadi saya tidak ingin menanggung beban sejarah yang saat ini pentolan-pentolan aktivis 1998 menjadi pejabat, karena itu saya ingin menyebut diri saya sebagai aktivis tanpa angkatan,” tambahnya.

Dalam kesempatan itu, Syarif juga menyinggung mengenai judul bukunya dengan tiga kata sifat yaitu tangis, tawa dan senyum. Dia berharap, ketiga kata sifat itu dapat dia peroleh selama di dunia hingga akhir hayatnya.

“Ketika saya lahir, kemudian orangtua saya tertawa. Dan di akhir hayat saya harapkan terbalik, orang lain menangis dan saya tersenyum. Di tengah perjalanan itu saya ingin meraih ketiganya, kira-kira begitu,” katanya.

Syarif mengatakan, buku yang dia tulis ini juga mengulas soal perjalanan hidupnya selama menjadi anggota Parlemen di Kebon Sirih, Jakarta Pusat sejak 2014 lalu. Terutama mengenai kebijakan gubernur saat itu, yakni Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

Bagi pihak yang merasa keberatan dengan tulisan buku itu, Syarif membuka ruang untuk berdiskusi. Dia tak mempersoalkan, bila ada pihak yang ingin membantah pengalaman hidupnya selama menjadi anggota DPRD DKI dan mengawal kebijakan Pemprov DKI Jakarta.

“Apa yang saya ceritakan dalam buku ini adalah pengalaman, karena itu kemudian bila ada yang keberatan dengan tulisan saya. Silakan dibantah, karena, saya pikir semua orang yang hadir di sini pernah ketawa, tersenyum dan menangis juga. Namun konteks politik yang saya ceritakan dalam buku itu memang adalah tangisan saya dalam menghadapi kebijakan pemerintah, terutama sahabat saya Gubernur DKI Jakarta saat itu Basuki Tjahaja Pyrnama,” tegasnya.

Dia mengatakan, seharusnya Ahok turut hadir dalam acara itu untuk memberikan sambutan. Namun karena berhalangan hadir, dia akhirnya menitipkan salam kepada para tamu undangan, terutama kepada Anies.

Dalam kesempatan itu Syarif mengenang, ada beberapa kebijakan Ahok yang membuatnya menangis hingga menimbulkan kritik dari berbagai pihak. Salah satu kebijakan yang paling dia ingat adalah rencana Ahok untuk membubarkan angkatan Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) di tubuh Pemprov DKI Jakarta.

Kebijakan itu membuat sejumlah aparatur sipil negara (ASN) jebolan IPDN yang mengeluh, hingga mendatangi ruang kerjanya. “Menurut saya, kebijakan Ahok itu istilahnya kebijakan bangun tidur. Jadi, setelah bangun tidur langsung bikin kebijakan, sehingga banyak orang yang tersakiti,” ungkapnya.

Sementara itu, dalam kesempatan yang sama Gubernur DKI Jakarta Anies Baswesdan mengapresiasi buku autobiografi yang dibuat Syarif. Menurut Anies, banyak kisah yang selama ini tidak terungkap masyarakat, namun dengan buku ini masyarakat dapat menjadi tahu.

“Perjalanan pak Syarif luar biasa. Tulisan ini yang namanya autobiografi, usia 50 separuh jalan. Saya ketika tahu pak Syarif bikin autobiografi, biasanya orang yang banyak masa launya menulis biografi. Pak Syarif banyak masa depannya, tapi menulis biografi,” kata Anies.