Buntut Beredarnya Surat Dispora ke Anies, Pengamat: Semakin Gawat

Jakarta, Nusantarapos.co.id – Buntut beredarnya surat Dispora ke Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan terkait kewajiban Pemprov DKI Jakarta untuk membayar commitment fee selama lima tahun Formula E, dinilai oleh pengamat kebijakan publik Sugiyanto malah semakin gawat.

Sugiyanto yang biasa disapa SGY ini menjelaskan, Pemprov DKI terlalu berani mengambil resiko karena membuat MoU selama 5 tahun melebih masa jabatan gubernur, sehingga konsekwensinya Anies harus membayar sebesar 2,3 triliun dari total keseluruhan sebelum masa jabatannya habis tahun 2022 mendatang.

Lebih lanjut Sugiyanto mengatakan, mustahil DPRD Jakarta berani menganggarkan 2,3 triliun pada APBD karena kondisi Jakarta sekarang sedang terdampak covid 19, dan anggaran pengeluaran yang ada saat ini untuk pemulihan ekonomi.

” Tidak mungkin DPRD DKI Jakarta berani menyetujui pembayaran seluruh total comitmen fee 2,3 triliun itu pada APBD. Karena Formula E yang tahap satu saja belum berjalan padahal telah mengunakam dana APBD sebesar 983,31 milyar. Lagian kan APBD DKI akan difokuskan untuk kepenting publik, karena masyarakat terdampak Covid-19,” ujar SGY di Jakarta, Kamis (16/9/2021).

SGY berpendapat, kalaupun harus dipaksakan maka akan masuk dalam anggaran perubahan APBD 2021 dan atau pada APBD murni 2022. Namun Dewan sepertinya tak akan mau ambil resiko lantaran folemik Formula E saat ini tenggah menjadi sorotan masyakat luas.

“ Itupun kalau Dewan nekat menganggarakan, dan dananya ada. Pastinya dengan kondisi saat ini DPRD bakal menolak menganggarkan Formula E pada APBD DKI,” tukas SGY

Dengan demikian, kata SGY, maka akan muncul polemik baru tentang kepastian Pemprov bisa membayar total comiment fee 2,3 triliun sebelum masa jabatan Anies habis Oktober 2022 atau menjadi masalah gugatan di artbitrase.

“Formula E bukan program prioritas nasional atau strategis nasional, jadi tak bisa dianggarkan dengan APBD DKI sebagai kegiatan tahun jamak melewati masa tugas Gubernur Anies. Saya sudah baca aturannya yang merujuk pada Pasal 92 Ayat (6) PP No.12 Tahun 2019 tentang  Pengelolahan Keuangan Daerah,” tegasnya 

Lebih lanjut SGY mengatakan, bila Pemprov gagal membayar  2,3 triliun kepada pihak penyelenggara Formula E maka akan dianggap wanprestasi dan dapat berujung gugatan di artbitrase internasional di Singgapure.

“ Itu lah mengapa polemik Formula E menjadi semakin gawat. Boleh jadi akan berujung menjadi kasus hukum. Memang ada solusi lain, yakni melibatkan pihak swasta. Tetapi dana 2,3 trilun sangatlah besar. Swasta akan menghitung untung ruginya. Dan bilapun ada pihak swasta yang masuk, maka dapat menimbulkan kecurigaan publik dan hal ini patut dipertanyakan,” tandas SGY

Sebagaimana diketahui dalam surat Disorda, Pemprov DKI memiliki kewajiban membayar biaya komitmen selama lima tahun berturut-turut.

Rinciannya sebagai berikut:

Sesi 2019/2020: 20 juta poundsterling atau setara Rp 393 miliar 
Sesi 2020/2021: 22 juta poundsterling atau setara Rp 432 miliar
Sesi 2021/2022: 24,2 juta poundsterling atau setara Rp 476 miliar
Sesi 2022/2023: 26,620 juta poundsterling atau setara Rp 515 miliar
Sesi 2023/2024: 29,282 juta poundsterling atau setara Rp 574 miliar

Jika ditotal, rincian awal itu senilai 121 juta pounsterling atau sekitar Rp 2,3 triliun dengan kurs saat ini Rp 19.680.

Masih dalam surat Dispora tersebut, Anies diingatkan terkait kewajiban membayar commitment fee selama lima tahun itu. Jika merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 12 tahun 2019 tentang pengelolaan keuangan daerah, pada pasal 92 ayat (6) disebutkan, jangka waktu penganggaran pelaksanaan kegiatan tahun jamak tidak melampaui akhir tahun masa jabatan daerah berakhir.

“Kecuali kegiatan tahun jamak dimaksud merupakan prioritas nasional dan atau kepentingan strategis nasional sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan,” demikian isi surat Dispora itu.

Dan, jika kewajiban bayar lima tahun berturut itu tidak dijalankan, bisa dianggap sebagai perbuatan wanprestasi dan bisa digugat.

“Dengan ditandatanganinya perikatan MoU, maka Pemprov DKI Jakarta harus bisa mengalokasikan anggaran dengan besaran sesuai yang diperjanjikan. Apabila kewajiban tersebut tidak bisa dilaksanakan, maka akan dianggap sebagai perbuatan wanprestasi yang dapat digugat di arbitrase internasional di Singapura,” tulis surat tersebut.