Ahli Pidana: Penetapan Tersangka Tidak sah, Jika Proses Penyidikan Melanggar Hukum Acara Pidana

Tangerang, Nusantarapos.co.id – Sidang Praperadilan digelar kembali Kamis (23/12/2021)  dengan agenda pemeriksaan saksi fakta dan ahli pidana, dihadiri oleh pihak Pemohon dan Termohon.

Keterangan saksi ahli pidana Dr Dwi Seno Widjanarko, SH, MH ditanyakan apakah akibat hukum apabila penetapan tersangka di lakukan dengan proses hukum yang melanggar hukum acara pidana.

Menurut Seno, proses penegakan hukum, “due process of law” yang melawan hukum acara pidana akan menyebabkan, penetapan Tersangka cacat hukum pula. Karena penetapan Tersangka, adalah kesatuan dari “due process of law” dengan proses penyidikan. KUHAP dibuat untuk menegakan HAM dan Hak Konstitusional Warga negara di mana diatur dalam Pasal 28D ayat 1 UUD 1945 mengenai kepastian hukum yang adil.

“Sehingga dalam penegakan hukum ada hukum acara pidana yang wajib dilakukan oleh penyidik tanpa melanggar HAM,” ujar Seno.

Saat ditanya oleh Advokat Alfan Sari, SH, MH dari LQ Indonesia Lawfirm mengenai apakah boleh dan adakah sanksi apabila penyidik menegakan hukum dengan melanggar KUHAP, Seno menjelaskan, penyidik  wajib menegakkan hukum sesuai Hukum Acara Pidana, kata wajib berarti, tidak boleh tidak. Sanksinya apabila tidak melakukan sesuai Hukum Acara Pidana diatur di pasal 421 KUHP tentang Penyalahgunaan wewenang dengan ancaman pidana 2 tahun 8 bulan.

Selanjutnya diperiksa keterangan saksi oleh ibu Endang, yang menjelaskan bahwa dirinya diajak sebagai saksi oleh Advokat Hamdani, SH, MH dari LQ Indonesia Lawfirm ke kepolisian Resort Kota Tangerang dan Kejaksaan Negeri Kota Tangerang dan menyaksikan bahwa keterangan yang didengar adalah Kepolisian tidak pernah memberikan SPDP kepada para Pemohon dalam jangka waktu 7 hari dan mendengar penjelasan petugas PTSP ibu Angel menerangkan bahwa Kejaksaan tidak pernah menerima SPDP dalam waktu 7 hari, yang diterima hanyalah Surat Penetapan Tersangka, dan percakapan tersebut direkam untuk bukti persidangan.

Advokat Alfan Sari, SH, MH menegaskan bahwa, sudah jelas semua pihak dengar dari keterangan ahli pidana bahwa Pasal 109 ayat 1 jo Putusan MK 130 dengan jelas menyebutkan Penyidik wajib memberikan SPDP paling lambat 7 hari setelah keluar sprindik tanggal 8 April 2021, sedangkan penyidik baru menyerahkan SPDP di Bulan November 2021, jauh setelah 7 hari lewat.

Lebih jauh Alfan menjelaskan, kata wajib, berarti harus dilakukan oleh penyidik. Ahli Pidana sudah menjelaskan bahwa akibat hukum dari tidak diberikannya SPDP dalam jangka waktu 7 hari adalah penyidikan dan “due process of law” cacat hukum formiil dan mengakibatkan penetapan Tersangka tidak sah.

Sempat terjadi pembicaraan sengit dan suasana memanas ketika pihak Bidkum Polda menyinggung Ahli Pidana Univ Bhayangkara ketika ahli melihat kertas, dan DR Dwi Seno, dengan kata keras dan tegas menghardik AKBP Bidkum tolong hargai profesi saya selaku dosen, saya jawab normatif sesuai keahlian saya.

Ditengahi oleh Hakim, “Termohon bisa tanggapi dikesimpulan apabila keberatan atas ahli pidana,” kata  Dwi Seno dengan nada tinggi.

Sementara itu, Kabid Humas LQ Indonesia Lawfirm Sugi menyayangkan kualitas oknum Polri yang memaksakan kehendak, bahkan terang-terangan menjawab jika melanggar KUHAP tidak masalah selama tidak ada sanksi.

Sugi menjelaskan, beruntung pemohon menghubungi LQ Indonesia Lawfirm di 0817-489-0999, jika tidak, mungkin sudah harus bayar uang damai untuk ketiga kali. Oknum Polri sering kali gunakan ketidakpahaman masyarakat akan hukum dan mengunakan hukum sebagai alat memeras. Bahkan untuk “show of Power”

“Polda Banten turunkan puluhan anggota untuk memberikan tekanan dalam sidang ini, yang menurut saya menyia-nyiakan anggaran negara dan uang pajak. LQ dan saya yakin Hakim dan Ketua PN akan berani bertindak tegas dan independen terhadap pengerahan puluhan anggota Polri ke PN Tangerang,”terang Sugi.

Sugi juga menyoroti akibat pengerahan puluhan anggota Polda Banten ke PN Tangerang, makanya anggota Polda Banten yang diturunkan ke demo buruh di Kantor Gubernur tidak maksimal dan bisa kebobolan hingga massa menerobos paksa masuk kantor Gubernur.

“Tolong masyarakat lihat bagaimana prioritas Polda Banten lebih memilih mengkriminalisasi pengusaha UMKM daripada mengayomi dan melindungi masyarakat, inikah amanah Pasal 2 UU No 2 tahun 2002 tentang Kepolisian? Beginilah cermin Polri zaman Now, tak heran masyarakat banyak kecewa,” ujar Sugi.

Sidang Praperadilan di PN Tangerang akan dilanjutkan, Jumat ( 24/12/2021), dengan agenda Kesimpulan Para Pihak sebelum putusan pada hari Senin pekan depan.