Mantan Bos Jadi Pesakitan Akibat Hutang Perusahaan, Kuasa Hukum: Ini Ranah Perdata Bukan Pidana

Jakarta, NusantaraPos – Sidang lanjutan perkara dugaan tindak pidana penipuan dan penggelapan dengan terdakwa mantan Direktur Utama (Dirut) PT Cisadane Raya Chemicals (PT CRC), Diana Tjhang kembali digelar Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Selasa (7/5/2019). Dalam agenda penyampaian eksepsi atau keberatan atas dakwaan jaksa penuntut umum, kuasa hukum terdakwa Rizky Hariyo Wibowo menyebut bahwa unsur-unsur pidana dalam dakwaan jaksa yang dikenakan ke kliennya tidak tepat.

“Dakwaan jaksa kita anggap tidak jelas, tidak lengkap, tidak cermat karena tidak banyak unsur yang memenuhi daripada dakwaan  tersebut,” ujar Rizky Hariyo Wibowo usai persidangan.

Dakwaan jaksa dinilai tak tepat, karena merupakan ranah keperdataan bukan pidana. Sebab yang dipermasalahkan dalam perkara ini ialah persoalan hutang-piutang.

“Jadi lebih kepada uraiannya layaknya seperti gugatan. Karena memang secara prinsip bagi kami ini tidak layak untuk dimuat di persidangan pidana karena materinya lebih kepada perdata. Ini merupakan hutang-piutang yang belum selesai. Jadi pertanyaan bagi kami, kenapa hutang-piutang bisa sampai pidana? Itu yang menjadi konsen dalam membela klien kami,” papar Rizky.

Adapun kasus ini bermula kala Diana selaku Dirut PT CRC, dilaporkan ke Polsek Penjaringan oleh PT Palmas Asri. Diana diproses hukum, karena belum melunasi hutang perusahaan Rp 7-8 miliar dari total pinjaman Rp 16 miliar. Ia dijerat pasal tentang penipuan dan penggelapan. Selain dipandang masuk ke ranah perdata, pasal penggelapan yang disangkakan maupun didakwakan tak tepat, karena pelapor bukannya internal perusahaan PT CRC.

“Yang juga menjadi pertanyaan bagi saya, yang melapor ini bukan bagian dari perusahaan tempat klien kami pernah bekerja, tapi PT Palmas Asri, kreditur dari PT CRC. Jadi yang melaporkan ini krediturnya,” tuturnya.

Seharusnya, kata Rizky, kini yang bertanggungjawab atas pembayaran hutang bukan kliennya, melainkan perusahaan tempat Diana pernah bekerja. Sebab selain Diana tak lagi menjabat sebagai pimpinan, seluruh uang dipinjam dalam rangka mendukung operasional PT CRC. Apalagi berdasarkan audit dan laporan keuangan perusahaan semasa Diana memimpin, seluruhnya telah dipertanggungjawabkan dan dinilai tak bermasalah.

“Jadi PT Palmas ini yang melaporkan penggelapan dan kita juga bingung padahal dari dakwaannya pun sudah jelas, uang tersebut tidak digelapkan melainkan diproduksi sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Itu sudah jelas dibuktikan dalam laporan keuangan perusahaan. Bahkan ketika klien kami diberhentikan dari perusahaan, itu sudah dinyatakan tidak ada lagi pertanggungjawaban perdata, sudah clear dan tuntas. Sudah ada di klausul pemberhentian klien kita,” jelas Rizky.

Karena merasa janggal dengan proses hukum dari tahap awal hingga masuk ke persidangan, tim kuasa hukum yang juga digawangi Raja Amrizali Nasution, Samuel Partogi dan Windra Sanusta, meminta pihak seperti Komisi Yudisial, Mahkamah Agung, Jamwas Kejaksaan Agung, dan lainnya, melakukan pengawasan. Guna mewujudkan upaya itu, tim kuasa hukum rencananya akan bersurat kepada instansi terkait.

“Kita akan meminta perlindungan kepada beberapa institusi agar jalannya persidangan bisa dikontrol, agar ada upaya kontrol fungsional dari masing-masing institusi. Yang pasti kita akan minta perkara ini diawasi.  Kita meminta kontrol dari pemerintah, baik KY, Bawas MA, Jamwas Kejagung,” tandas Rizky.

Sementara, Iwan Max selaku jaksa penuntut umum, mengaku belum bisa menanggapi eksepsi terdakwa. “Kita lihat saja dalam persidangan selanjutnya,” ucap Iwan. (RK)