HMI Tolak Politik Identitas dan Politisasi Agama di Pemilu

Jakarta, NusantaraPos – Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) menolak penggunaan politik identitas atau politik yang menggunakan sentimen suku, agama, ras dan antargolongan (SARA), di Pemilu 2019. Sebab cara itu dinilai berpotensi memecah-belah persatuan dan kesatuan bangsa.

“Kami dengan tegas menolak pemakaian politik identitas, semata demi menjaga NKRI,” ujar Ketua Bidang Politik dan Pemerintahan Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI), Abdul Aziz, dalam diskusi ‘Peran Mahasiswa Islam Dalam Menjaga Stabilitas NKRI Menjelang Pemilu 2019’ yang digelar HMI Komisariat Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Cabang Ciputat di kawasan Ciputat, Tangerang Selatan, Rabu (12/12/2018).

Salah satu unsur politik identitas yang ditolak HMI ialah politisasi agama guna mencari kekuasaan, khususnya di pemilu. Selain demi terjaganya persatuan bangsa dan umat, upaya ini agar kesakralan agama bisa terjaga. Guna mengaktualisasikan sikap tersebut, kajian dan diskusi dengan berbagai pihak dilakukan.

“Kita ada kajian diskusi dengan kelompok Cipayung yang membahas wawasan kebangsaan juga, menolak paham radikalisme. Semua demi menjaga NKRI,” tuturnya.

Senada, pengamat politik Ray Rangkuti mengajak mahasiswa terutama HMI, melawan politik identitas yang berlangsung di pemilu.

“Partispasi mahasiswa yang dibutuhkan saat ini salah satunya ialah menjadi penghambat politik identitas,” kata dia.

Ia meminta mahasiswa turun langsung memberikan pemahaman ke masyarakat, agar mereka tak terpengaruh dengan praktik politik identitas yang dilakukan aktor-aktor politik.

“Kita sampaikan atau ajak ‘Mari lihat programnya’. Sebab republik ini bukan didirikan untuk bapak anda, tapi diwariskan kepada anak cucu kita nanti,” jelas Ray.

Direktur Bina Ketertiban Masyarakat Korbinmas Baharkam Polri, Brigadir Jenderal Polisi Edi Setio Budi Santoso, mengatakan pihaknya mendeteksi adanya rencana kelompok radikal yang hendak menggagalkan pemilu dan ingin mengganti ideologi negara. Mahasiswa menjadi salah satu pihak yang rentan disusupi kelompok tersebut.

“Aktivitas radikalisme dan terorisme mereka tidak menghendaki adanya pemilu, mereka mencoba menggagalkan pemilu ini dengan beberapa cara dan pengaruhnya. Mahasiswa cukup rentan akan pengaruh ini,” tandasnya. (RK)