Dewan Pers : Pers dan Wartawan Jangan Sampai jadi Follower Medsos

Jakarta, Nusantarapos – Kemunculan berita hoax belakangan ini membuat masyarakat cenderung percaya media sosial ketimbang media massa.

Berdasarkan survei yang dilakukan Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) pada 7-9 Februari 2017 terhadap 1.116 responden di Indonesia, sebanyak 44,30 persen masyarakat mengaku menerima berita hoax setiap hari. Bahkan, 17,20 persen menyatakan menerima berita palsu lebih dari sekali dalam sehari.

Ketua Komisi Hubungan Antar Lembaga Dewan Pers Agus Sudibyo mengatakan bahwa agar media massa dipercaya masyarakat, jangan menulis berita yang bersumber dari media sosial.

“Jangan sampai yang meinstream media sosial. Bagaimana cara agar media massa jadi mainstream lagi? Pers, wartawan, jangan sampai jadi follower media sosial,” kata Agus Sudibyo yang ditemui Nusantarapos di Diskusi Media Forum Merdeka Barat (FMB) 9 bertajuk “Pers di Pusaran Demokrasi” di Jakarta, Rabu (26/6/2019).

“Ketika masyarakat sudah mengalami kejenuhan informasi, masyarakat membutuhkan saluran informasi yang lebih baik, saya kira media massa jurnalistik,” lanjutnya.

Tak hanya itu, keberpihakan media yang berafiliasi dengan partai politik juga membuat kepercayaan masyarakat menurun karena pemberitaan menjadi tidak netral.

Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat Atal S. Depari menjelaskan bahwa seorang wartawan yang merasa berita yang dibuatnya diatur oleh pemilik media bisa melaporkan hal tersebut ke Dewan Pers.

“Kalau ada pemilik media yang intervensi itu merupakan pelanggaran independensi di Dewan Pers,” paparnya.

Maka dari itu, peran Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sangat dibutuhkan untuk mengawasi dan mengontrol terselenggaranya pemberitaan yang sesuai fakta.

“Ini tugas kita bersama, KPI bukan lembaga superior. Kita menyadari ada perbedaan tapi kita harus menyatukan keberagaman. KPI jamin Kami koridornya tepat sesuai dengan Undang-Undang,” jelas Ketua KPI Yuliandre Darwis. (RIE)