Soal Pemindahan Ibukota, DPR: Keputusan Presiden Terlalu Dini

Jakarta, Nusantarapos – Menyikapi diumumkannya secara resmi rencana pemindahan Ibukota, oleh Presiden Jokowi, banyak mendapat tanggapan pro kontra dari berbagai pihak. Salah satunya dari Dewan perwakilan rakyat.

Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah menilai, keputusan Presiden Jokowi itu terlalu dini, karena kurangnya ahli tata negara di sekitarnya (Jokowi).

Kurangnya ahli tata negara, menurut Fahri membuat Presiden Jokowi tidak menjalankan proses ketatanegaraan yang lazim. Padahal, pengkajian pemindahan Ibukota seharusnya bisa melihat dalam level Undang-Undang Dasar (UUD).

“Kalau di UUD dia harus menarik, mem-propose itu ke MPR untuk diadakannya Sidang Istimewa. Tetapi kalau di UU, dia mesti menyelesaikan naskah akademiknya dulu, lalu dia melakukan sosialisasi pada tingkat pemerintah, baru lah dia bicara dengan DPR di komisi-komisi dimana UU itu harus diubah. Sebab UU yang harus diubah untuk perpindahan Ibukota lebih dari 8 dalam kajian sementara yang saya temukan,” ujarnya.

Fahri menilai, pemindahan Ibukota dilakukan terlalu cepat. Mengapa? Karena Presiden Jokowi terlalu dini menyimpulkan keinginan Soekarno (Pesiden Pertama RI), untuk memindahkan Ibukota ke Kalimantan.

“Dan mungkin juga Pak Jokowi hanya mendengar dari orang-orang sekitarnya yang asal bapak senang aja kali ya. Banyak penjilat juga lagi jangan-jangan. Penjilat ini kan apa yang dilakukan presiden benar aja sama dia, padahal salah. Kan nggak boleh begitu,” katanya.

Paling tidak, tambah Fahri, Jokowi menimbang apa yang dilakukan oleh Bung Karno yang tidak pernah menginginkan pindah ke Kalimantan.