Anggota DPR RI Sukamta Minta Kepolisian dan Kominfo Cegah Penyebaran Hoaks dan Kejahatan Siber

Yogyakarta, Nusantarapos.co.id – Internet dan media sosial saat ini sudah menjadi salah satu bagian dari penyampaian hoaks dan kejahatan siber yang sudah meluas.

Pada awalnya media sosial digunakan untuk sesuatu yang menyenangkan namun menjadi sesuatu yang mengkhawatirkan.

“Hoaks dan kejahatan siber sudah menjadi fokus utama, terlebih saat ini media sosial menjadi sarana penyebarannya dan banyak yang menjadi korban,” ujar Anggota Komisi I DPR RI Sukamta pada keterangan persnya yang di terima Nusantarapos.co, Minggu (18/4).

Sukamta menjelaskan, pada awal-awal media sosial hanya untuk sesuatu yang menyenangkan tapi sekarang menjadi masalah serius dan bisa berdampak negatif bagi masyarakat.

“Ini pekerjaan rumah yang harus menjadi perhatian. Terlebih lagi, saat ini masyarakat Indonesia banyak mengakses media sosial dengan mudah. Pengawasan harus dilakukan,” jelasnya.

Karena perduli dengan apa yang sedang terjadi, Sukamta membangun tim untuk melakukan survei terkait kejahatan siber dan penyebaran hoaks.

Sukamta mencatat, paling tidak ada enam alasan melakukan hoaks. Pertama, semakin tinggi biaya pengeluaran internet seseorang, semakin tinggi kecenderungannya untuk menyebarkan hoaks.

Kedua, semakin tinggi kepercayaan terhadap konspirasi, semakin tinggi kecenderungannya menyebarkan hoaks. Ketiga, orang yang memiliki tingkat kepemimpinan (leadership) di dalam sebuah kelompok akan cenderungan untuk menyebarkan hoaks.

Keempat, mereka yang rendah kepercayaan agamanya lebih rentan untuk menyebarkan hoaks. Kelima, mereka yang tidak percaya diri dalam kecakapannya di media sosial lebih cenderung menyebarkan hoaks.

“Dan keenam, sebagian besar masyarakat umumnya punya kecenderungan rendah menyebarkan hoaks. Itu yang menjadi temuan tim dan harus dicermati oleh pihak Kepolisian dan Kominfo RI,” tuturnya.

Selain itu, dari data kepolisian,Sukamta menyebut kejahatan siber, sampai akhir Maret 2021, berjumlah sekitar 3.500 laporan di antaranya konten provokatif mencapai 1.048 kasus dan penipuan daring mencapai 649 kasus.

Kasus-kasus lainnya berupa kejahatan siber yang banyak terjadi adalah pornografi, akses ilegal, perjudian, peretasan, gangguan sistem, hingga intersepsi (penyadapan).”Itu jenis-jenis kejahatan siber yang kuantitas dan kualitasnya tinggi,” ungkapnya.

Ia berharap, pihak berwenang sperti Kepolisian dan Kominfo membentuk bagian khusus yang berkonsentrasi pada pencegahan kejahatan siber dan hoaks ini.

“Dengan teknologi Artifisial Intelegensi, Kominfo pasti dapat memberikan tindakan, sepetrti dapat mendeteksi bila ada konten kekerasan yang harus segera diambil tindakan agar tidak menyebar lebih jauh. Mudah-mudahan masyarakat dapat menggunakan media sosial sebagi sesuati yang berguna,” harapnya.

Sementara itu, Freddy Tulung, Praktisi Kehumasan dan Komunikasi Publik menyatakan, sekitar 170 juta penduduk Indonesian menggunakan internet khususnya media sosial dalam satu hari.

“Jutaan penduduk Indonesia berusia 16-64 tahun hampir 9 jam terkoneksi dengan internet dan pasti akan mempengaruhi pola pikir. Terlebih akses internet bisa terjangkau di mana saja,” kata dia.

Faktor utama cepatnya penyebaran hoaks di dunia digital Indonesia menurut Freedy dipicu oleh sifat global dunia digital yang tidak mengenal geografis dan semua orang bisa berpartisipasi. “Kecepatan pertukaran data dan informasi juga dapat memicu penyebaran hoaks lebih cepat dan massif,” tuturnya. (AKA).