DAERAH  

Hakim Pengadilan Negeri Bantul Bebaskan Pengusaha Swasta dari Segala Tuntutan

Foto : (ki-ka) Direktur Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) Pandawa Thomas Nur Ana Edi Dharma SH dan Sutoto Hermawan memegang Surat Keputusan Bebas dari Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bantul Yogyakarta,(1/11). (Aka)

NUSANTARAPOS, JOGYA – Secara sah menyatakan Sutoto Hermawan (45) penguasaha swasta terdakwa atas kasus penggelapan terbebas dari segala tuntutan dan memulihkan hak-hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan, harkat serta martabatnya.

 

Hal itu diungkapkan oleh Direktur Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) Pandawa Thomas Nur Ana Edi Dharma SH selaku kuasa hukum dari Sutoto Hermawan saat menggelar konferensi pers di Kantor LBH Pandawa Pakualaman Jogjakarta, Jum’at (1/11).

 

Thomas menjelaskan, pembebasan kliennya sesuai dengan keputusan dari majelis hakim yang diketuai oleh Dewi Kurniasari SH di Pengadilan Negeri (PN) Bantul pada Kamis (31/10). Dan secara legal kliennya bebas tanpa syarat.

 

“Dengan putusan hakim tersebut kami selaku kuasa hukum merasa puas namun tetap akan melakukan gugatan rehabiltasi untuk klien kami,” jelasnya.

 

Gugatan rehabilitasi dilakukan dikarenakan sebelumnya terdakwa sempat menjalani hukuman selama lima bulan tahanan atas kalahnya esepsi pada pra pradilan ketika kasus masih bergulir. Gugatan rehabilitasi dilakukan demi memulihkan kembali hak kebebasan terdakwa dan menuntut kerugian moril dan materil.

 

“Gugatan ini akan dilakukan sambil menunggu keputusan kasasi dari jaksa penuntut umum, sebenarnya dengan putusan bebas dari majelis hakim maka kasasi tidak berlaku. Namun kami tetap menghargai jaksa dengan kasasinya,” tutur Thomas.

 

Seperti diketahui, bahwa kasus ini bermula pada saat terdakwa didakwa telah menggelapkan uang milik Bernadetta Rita Dwi Prasetyaningsih alias Rita senilai Rp. 600 juta atas proyek bangunan perumahan di Dusun Kaligondang  Gedongan RT 003 Desa Sumbermulyo Kecamatan Bambanglipuro Bantul.

 

Kesepatakan pembangunan rumah tersebut tertuang dalam kontrak kerja di depan notaris pada Maret 2018 dan telah disepakati adanya uang muka 50% atau Rp.300 juta.

 

“Namun Rita tidak membayar sesuai klausul hanya membayar Rp.220 juta artinya ada wanprestasi. Namun hal ini tidak apa-apa, karena klien kami kemudian  tetap mengerjakan,” ujar Thomas saat diwawancara nusantarapos.co.id.

 

Ditengah berjalannya pemangunan Rita meminta proyek dihentikan serta meminta pengembalian uang yang telah diberikan. Sutoto tidak masalah dan semua harus dikembalikan ke kontrak kerja yang telah disepakati dengan penalty sebesar 5%.

 

Penalty 5% dari total keseluruhan (Rp.600juta) yaitu Rp.30 juta serta pembelian material Rp.40juta. Jadi dari total Rp.220 juta dikurang Rp.70 juta, Sutoto hanya harus mengembalikan senilai Rp.150 juta kepada Rita.

 

Namun Rita meminta Rp 330 juta dengan menghitung kompensasinya. Karena tidak ada titik temu, dalam klausul kontrak disepakati jika ada kasus akan diselesaikan di PN Bantul. Maka tanggal 15 April 2019 kami melakukan gugatan perdata.

 

“Itulah awal dari kasus perdata yang dirubah menjadi kasus pidana karena menurut Rita ada indikasi penggelapan dan penipuan oleh klien kami,” tutur Pimpinan LBH Pandawa itu. (AKA).