Harga Bawang Putih Masih Tinggi, GINSI Siap Hadirkan Importir di Luar Kartel

Jakarta, NUSANTARAPOS.CO.ID – Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) siap memfasilitasi para importir bawang putih lainnya di luar yang telah ada, ke pemerintah.

Hal ini dilakukan guna mengatasi masalah tak kunjung turunnya harga bawang putih, yang diduga akibat permainan importir-importir yang merupakan kartel perdagangan.

“GINSI siap memfasilitasi para importir bawang putih lain di luar para kartel,” ujar Ketua Umum Badan Pengurus Pusat (BPP) GINSI Anthon Sihombing di Jakarta, Selasa (14/4/2020).

Persoalan mahalnya harga bawang putih akibat adanya permainan, sebelumnya dikeluhkan Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso (Buwas). Namun sayang, menurut Anthon, Buwas tak memberikan solusi yang nyata mengenai persoalan tersebut. Karenanya GINSI ambil bagian guna mengentaskan permasalahan ini.

“Demikian juga dengan sinyalamen dari seorang pejabat Komisi Persaingan Usaha, tentang adanya kartel dalam perdagangan impor bawang putih,” kata dia.

GINSI sendiri, menurut Anthon sebelumnya telah berhasil memperjuangkan agar impor bawang putih dibebaskan dari aturan- aturan yang menghambat. Upaya tersebut telah direspons pemrintah dengan menghilangkan rekomendasi dan surat persetujuan impor (SPI) bawang putih

“Tapi sayang dalam implementasi masih banyak tantangan harga bawang putih masih tinggi. Artinya pemerintah masih gagal menjinakkan perilaku-perilaku yang merugikan masyarakat ini,” tutur Anthon.

Karenanya, guna membantu mengatasi persoalan ini GINSI siap menyediakan para importir bawang putih yang tak terlibat dalam permainan harga.

Anthon yakin dengan langkah tersebut, harga bawang putih bisa ditekan hingga di bawah Rp 20 ribu per kilogram.

“Perhitungan GINSI, harga bawang putih di pasaran bisa ditekan sampai di bawah Rp 20 ribu, jika semangat persaingan fair bisa dilaksanakan,” jelasnya.

Anthon optimis upayanya akan berhasil, terlebih pada Juli mendatang, mereka mendapatkan informasi bahwa puncak panen bawang putih terjadi di China, negara pengekspor rempah itu.

“Karena itu para pedagang di China mau tidak mau harus mengosongkan gudang untuk menampung panen baru. Mereka tidak segan-segan untuk menjual dengan harga murah,” tuturnya.

“GINSI tetap konsisten dalam memberikan kontribusi terhadap ekonomi Indonesia,” imbuh Anthon.