HUKUM  

Fahri Bachmid : Jangan Sampai Masyarakat Hadapi “Abuse of Power” Pihak Kepolisian 

NusantaraPos – Dengan mencermati perkembangan serta intensitas cara dan pola penegakan hukum di bidang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang dilakukan oleh Ditreskrimsus Polda Maluku akhir-akhir ini yang tidak biasa. Maka untuk melindungi masyarakat serta memastikan bahwa hukum sesuai dengan koridornya serta terhindar dari institusi Kepolisian yang menyalahgunakan kewenangan (Abuse of Power) yang pada akhirnya dapat merusak sistem hukum yang ada.

Untuk itu, Fahri Bachmid,S.H.,M.H. seorang Advokat dan juga Praktisi Hukum Tata Negara mencoba untuk meluruskan hal-hal sebagai berikut :

1. Bahwa berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi RI No.25/PUU-XIV/2016,mahkamah telah merubah makna serta hakikat norma pasal 2 dan 3 UU RI No. 31 Tahun 1999 tentang Tipikor yang telah diubah dengan UU RI No.20 Tahun 2001 sepanjang “kata/frasa” ‘DAPAT’,terkait penerapan unsur merugikan keuangan negara,yang mana telah bergeser dengan menitikberatkan adanya akibat (delik materil), tegasnya unsur merugikan keuangan negara tidak lagi dipahami sebagai perkiraan semata (petential loss),tetapi harus dipahami benar-benar sudah terjadi atau nyata adanya (actual loss) dalam TIPIKOR, dalam pertimbangan MK,bahwa pencantuman kata “dapat” selama ini dalam UU Tipikor, membuat delik pasal UU Tipikor menjadi delik formil. Padahal praktiknya sering disalahgunakan oleh aparat untuk menjangkau banyak penyelenggara negara yang membuat keputusan, kebijakan yang bersifat “freies ermessen”,dan berpotensi terjadinya kriminalisasi dengan dugaan terjadinya penyalahgunaan wewenang. Mahkamah sama putusanya menyatakan kata “dapat”dalam UU TIPIKOR bertentangan  dengan pasal 28G ayat (1) UUD RI Tahun 1945. Selain itu kata “dapat” bertentangan dengan prinsip perumusan tindak pidana yang mana harus memenuhi prinsip hukum harus tertulis (lex scripta), hukum harus ditafsirkan seperti yang dibaca (lex stricta), dan tidak multitafsir (lex certa). Berangkat dari paradigma penegakan hukum Tipikor tersebut, sebagaimana diatur dalam putusan MK, maka pihak kepolisian harus mempedomani itu secara baik. Artinya tidak lagi bisa melakukan proses penyelidikan dan penyidikan secara konvensional sebagaimana selama ini dilakukan, dengan kata lain, tanpa adanya temuan kerugian keuangan negara secara nyata dan riil berdasarkan rekomendasi BPK sesuai UU BPK dan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No.4 Tahun 2016 yang menegaskan bahwa “instansi yang berwenang menyatakan ada atau tidaknya kerugian keuangan Negara adalah BPK yang memiliki kewenangan Konstitusional, bukan kepolisian, maka aparat penegak hukum tidak bisa melakukan Penyelidikan tanpa terlebih dahulu telah dapat dipastikan secara jelas dan tegas adanya kerugian keuangan negara secara jelas, nyata, dan pasti (actual loss), berdasarkan rekomendasi BPK. Karena kepolisian bukan lembaga Auditur yang dapat menetukan ada tidaknya kerugian keuangan negara,dan yang berwenang melakukan perhitungan kerugian keuangan negara hanyalah BPK.

2. Bahwa mencermati berbagai tindakan penyitaan dokumen, pengeledahan serta berbagai tindakan “Polisionil” lainnya dalam sebuah kegiatan ”Penyelidikan” Ditreskrimsus Polda Maluku, semisal tindakan penyitaan dan memasuki ruangan kerja untuk mengambil dokumen-dokumen tertentu di sekretariat Pemda Buru adalah tidak tepat dan berpotensi melawan hukum. Hal tersebut dilakukan tanpa menggunakan izin Ketua Pengadilan Negeri/Tipikor di Ambon sebagaimana diatur dalam ketentuan pasal 32 dan 33 ayat (1) UU RI No.8 tahun 1981 tentang KUHAP, yang menyebutkan setiap tindakan pengeledahan harus dengan izin Ketua Pengadilan Negeri setempat, tetapi harus dalam konteks “Penyidikan”, dan bukan “Penyelidikan”. Begitupun dengan tindakan menyita sejumlah dokumen dari kantor Pemda Buru, itupun harus dalam konteks “Penyidikan”,dan bukan dalam rangka “Penyelidikan”seperti saat ini, sebagimana diatur dalam ketentuan pasal 38 ayat (1) KUHAP yang menyebutkan bahwa “Penyitaan hanya dapat dilakukan oleh penyidik dengan surat izin Ketua Pengadilan Negeri, dan kalau berdasarkan fakta bahwa penyitaan dan penggeledahan dilakukan dalam suatu kegiatan “Penyelidikan” oleh Ditreskrimsus Polda Maluku. Maka hal tersebut berpotensi melawan hukum dan Hak Asasi Manusia sebagaimana diatur dalm UU RI No.39 tahun 1999 tentang HAM dan Konvensi PBB Anti Korupsi 2003 yang telah diratifikasi melalui UU RI No.7 tahun 2006,bahwa secara prinsip,segala tindakan aparat penegak hukum harus berpedoman kepada kaidah-kaidah hukum publik sebagaimana diatur dalam KUHAP. Dengan maksud semata-mata untuk menjamin dan menghormati hak asasi manusia sebagaimana ditegaskan didalam konstitusi (UUD NRI Tahun 1945),kerena itulah hakikat berhukum kita sebagai sebuah negara hukum.

3. Bahwa sejatinya kita sangat mendukung pemberantasan korupsi dan penegakan hukum, tetapi jangan sampai penegakan hukum diorientasikan serta diarahkan untuk membidik pihak-pihak tertentu dengan maksud tertentu pula. Sehingga menjadi bias politis serta mempunyai implikasi yang cukup serius dan kontra produktif terhadap proses demokratisasi itu sendiri,dan kalau itu yang terjadi maka itu merupakan sebuah kecelakaan. Hukum tidak boleh digunakan sebagai alat destruktif untuk menggerogoti tatanan kehidupan serta keteraturan sosial. Hukum harus menciptakan ketertiban, dan bukan keributan serta kegaduhan sosial. Kami tegas melawan jika hukum digunakan sebagai alat untuk melakukan operasi politik untuk suatu tujuan spesifik, dan kami senantiasa akan mencermati secara seksama setiap upaya pemberantasan korupsi yang saat ini dilakukan oleh Ditreskrimsus Polda Maluku dan berharap sungguh semoga dilakukan sesuai tujuan hukum itu sendiri. Dan bukan untuk tujuan lain, ini penting untuk dipahami semua pihak, termasuk Kapolda Maluku, apalagi Ditreskrimsus Polda Maluku secara sporadis dan demonstratif telah melakukan beberapa langkah yang cukup eksentrik. Walaupun dalam tahap “Penyelidikan” melakukan manuver hukum dengan memeriksa berbagai pihak di tahun dan momentum politik Pilgub Maluku saat ini. Sehingga publik tentu bertanya ada apa gerangan ?. Tetapi kami masih berbaik sangka, bahwa Ditreskrimsus Polda Maluku melakukan penegakan hukum sesui jiwa dan tujuan hukum itu sendiri, dan bukan maksud lain.

4. Bahwa perlu diingat menjelang pemilihan dan pencoblosan tgl 27 Juni 2018, salah satu tugas besar Kapolda Maluku adalah memastikan stabilitas keamanan dan politik di wilayah ini.