HUKUM  

Diduga Lakukan Penggelapan Uang Ratusan Juta, Pria Asal Australia Dilporkan ke Polda Bali

Ilustrasi uang penggelapan (net)

Bali, nusantarapos.co.id – Seorang pria asal Australia berinisial AJW dilaporkan I Made Mastika yang diwakilkan oleh LBH Pandawa Justice selaku kuasa hukumnya ke Polda Bali, Jumat (8/2/2019). AJW yang  juga seorang Komisaris PT. Ecolodges Indonesia dilaporkan karena diduga telah melakukan penggelapan dan penipuan saham.

Advokat Pandawa Justice, Yulianto, SH, MH, mengatakan iya kami telah membuat laporan ke Polda Bali, karena klien kami merasa telah dirugikan oleh AJW. Laporan tersebut merunjuk pasal pada Pasal 1 butir 24 dan butir 25 jo. Pasal 108 ayat (1) dan ayat (4) KUHAP, terkait adanya dugaan tindak pidana.

“Sebelum melaporkan AJW kami telah lebih dulu membuat somasi sebanyak 2 (dua) kali kepada yang bersangkutan. Namun somasi kami tersebut tidak ditanggapi dan terkesan tidak ada itikad baik oleh AJW,” katanya melaui siaran pers yang diterima oleh nusantarapos.co.id, Senin (11/2).

Lebih lanjut Yulianto menjelaskan kronologinya adalah sebagai berikut, dalam hal ini yang bersangkutan dengan sengaja melakukan Penipuan dan Penggelapan berupa penghilangan/tidak dibayarnya deviden atas saham serta tidak diakuinya saham Pelapor pada PT. Ecolodges Indonesia, dan dalam penjualan saham dan aset PT. Tri Bali Manunggal Jaya, kerugian sekitar Rp.903.000.000,00 (Sembilan ratus tiga juta Rupiah).

Cerita awal perkenalan antara Pelapor dengan Terlapor dimulai ketika ada proyek di Universitas Udayana (Unud) dimana pada saat itu Prof. Nyoman Sutawan adalah sebagai Rektor Unud, sekitar tahun 1994 untuk pengembangkan Universitas Udayana bekerjasama dengan pemerintah Australia melalui program AUS AID. Dimana dalam proyek itu Mr. Alan John Wilson adalah sebagai pimpinan/ team leader dari proyek tersebut, sementara Prof. I Made Mastika sebagai pendamping bidang perternakan. Yang berkantor di Jalan Hayam Wuruk Tanjung Bungkak.”Demi memperlancar dan mempercepat segala arus informasi dan lain-lainya lalu kantor dipindah dan diberikanlah tempat satu gedung di Unud Bukit Jimbaran (Lantai II Gedung MIPA). Dimana proyek ini adalah kerjasama Dikti untuk peningkatan kualitas Universitas negeri bagian Indonesia Bagian Timur. Kemudian karena perkembangan dan lain-lain ternyata ada ide membuat Guest House yang bernama Udayana Lodges atau Wisma Unud,”ujarnya.

Selanjutnya,tambah Yulianto, untuk menghindari conflict of interest antara tiga orang tersebut dengan Unud karena murni ini adalah Swasta, dan pengalaman Mr. Alan John Wilson dalam mengelola Guest House sebelumnya di Bogor. Maka didirikanlah Yayasan INI RADEF sebagai pengelola dari Guest House Udayana Lodges atau Wisma Unud, yang berkantor di rumah Prof. Sutawan, di Jalan Pulau Komodo Denpasar, yang didirikan tahun 1994 di Notaris I GN Putra Wijaya, SH., dengan susunan Dewan Pembina adalah Prof. Sutawan dan Prof. Made Mastika dan Dewan Pengurus adalah Mr. Alan John Wilson, yang kemudian mendirikan Pondok Wisata dan bekerjasama dengan Yayasan Tri Dharma Perguruan Tinggi milik Universitas Udayana yang beraktifitas di Udayana Lodges/Wisma Unud selama 15 Tahun sejak tahun 1996 sampai dengan 2011.

“Waktu itu (aturan lama) Yayasan masih milik pendirinya termasuk kepada ahli warisnya maka sesuai dengan AD-RT pada saat itu, kekayaan Yayasan salah satunya dapat diinvestasikan, 50% saja yang dibagikan kepada Para Pendiri sehingga dapat dikatakan Dewan Pengurus dan Dewan Pembina mempunyai uang untuk diinvestasi dalam bentuk lain. Pada tahun 2011 ketika kerjasama berakhir diserahkanlah aset bangunan Wisma Unud kepada Pihak Unud diterima dan dilakukan pengawasan/verifikasi oleh BPK, Yayasan INI RADEF dianggap merugikan Negara. Sehingga Pengurus harus menjelaskan semua yang terjadi didalam proses pengelolaan Wisma Unud oleh Yayasan untunglah tidak terjadi masalah dan semua clear,” urainya.

 

Mulai Tercium Aroma Penggelapan Pelapor di PT. Ecolodges Indonesia.

 

Seiring berjalannya waktu, tambah Yulianto, sekitar awal tahun 1998 keuangan dan manajemen wisma unud (yang dikelola oleh Yayasan INI RADEF) sangat lemah, masuklah manajer baru yaitu Bapak I Nyoman Dedi Pahardi Mulia, SH., MM., (saksi), dimana dalam setahun penghasilan meningkat dan dengan perkembangan yang baik kemudian di tahun 1999 Yayasan INI RADEF melalui rapat dewan Pembina dan Pengurus memutuskan Penghasilan yang masuk dari pendapatan pengelolaan Wisma Unud dan proyek diinvestasikan di Laboan Bajo dengan membeli tanah 2,2 Ha pada saat itu seharga Rp. 300.000.000,- (tiga ratus juta Rupiah) dan untuk melegalkan invetasi tersebut dibuatkanlah badan hukum dengan mendirikan PT. Tri Bali Manunggal Jaya dengan susunan Pengurus dan Pemegang Saham Prof. Sutawan sebagai Direktur dengan saham sebesar Rp. 75.000.000,- (tujuh puluh lima juta rupiah) dan Prof. Made Mastika sebagai Komisaris dengan saham sebesar Rp. 75.000.000,- (tujuh puluh lima juta rupiah)  serta I Nyoman Dedi Pahardi Mulia, SH., MM., pemegang saham sebesar Rp. 250.000.000,- ( dua ratus lima puluh juta rupiah) atas tanah yang dibeli tersebut diterbikanlah Sertipikat HGB., yang kemudian dibangunlah Hotel Comodo Ecolodges dimana sebagian uang pembangunan di peroleh dari Mr. Alan John Wilson.

Pada tahun 2014 aset dan perusahaan dijual kepada Alun-alun Indonesia yang ditransaksikan di Notaris Dominika Pandjaitan dengan persetujuan Prof. Sutawan dan Prof. Mastika dengan RUPS tahun 2013. Pemegang saham memberikan persetujuannya tidak ada satupun yang menyebutkan nama Alan John Wilson, karena atas dasar kepercayaan jika Mr. Alan John Wilson juga telah memberikan dana untuk membangun Hotel. Harga Jual Hotel dan Perusahaan adalah sebesar Rp. 26.000.000.000,- (dua puluh enam milyar) dengan pembayaran DP sebesar Rp. 3.000.000.000,- (tiga milyar) saja yang dikenakan pajak dan dilakukan di Indonesia. Sedangkan sisanya sebesar Rp. 22.000.000.000,- (dua puluh dua milyar) ditransfer dari Singapura ke Australia ke Rekening Mr. Alan John Wilson. Dan Rp.1.000.000,000,- (satu milyar) sebagai uang jaminan dan dibayarkan oleh Alun-Alun Indonesia Setahun Kemudian.

Kepercayaan Pelapor dengan Terlapor telah dibangun lama, kata Yulianto, sebagaimana kronologi tersebut diatas, bahkan nama Pelapor tidak masuk dalam akta-akta PT. Ecolodges Indonesia  (PT Tertutup-Consultant Pariwisata/PMA) didirikan tahun 2006, didirikan dimana saham sebesar 95% adalah milik Alan John Wilson, dan sebesar 5% adalah milik I Nyoman Dedi Pahardi Mulia, SH., MM., dengan total sebesar 300.000,- USD. Sebetulnya didalam PT. Ecolodges Indonesia sendiri adalah perusahaan yang didirikan agar ada jaminan atas uang yang diinvestasikan oleh Alan John Wilson tetapi penghasilan yang diperoleh telah didapat dari beberapa perusahaan local antara lain : PT. Tri Bali Manunggal Jaya, PT. CV. Bumi Kalimantan dan CV. Satwa Sumatra, yang didirikan untuk memproteksi invetasi orang asing dan lokal. Semua proses Merger terhadap perusahaan lokal tersebut tidak dilakukan dengan benar dan sesuai dengan hukum yang berlaku.

“Bahwa sejak awal Pelapor selalu diakui dan mendapatkan deviden serta keuntungan sebagaimana bukti email dan laporan keuangan. Tetapi sejak tahun lalu mulai tidak ada kejelasan serta Pelapor merasa tidak pernah menjual saham sebagaimana RUPS yang di waarmerking oleh Notaris Yuli Eka Parwati maka kerugian diperkirakan sekitar Rp. 903.000.000,00 (Sembilan ratus tiga juta Rupiah),” jelas Yulianto yang juga Direktur LBH Papua Justice & Peace tersebut.

Sebagai kuasa hukum I Made Mastika, sambung Yulianto, kami berharap Polda Bali dapat menjerat terlapor dengan Pasal 372 dan 378 KUHP. Adapun pasal tersebut berbunyi sebagai berikut :

Pasal 372 KUHP

“Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan diancam karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah”.

Pasal 378 KUHP

“Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun”.(Hari.S)