HUKUM  

Beredar Ada Perdamaian, Kuasa Hukum Korban : Kabar Tersebut Tak Berimbang

Beringin Tua Sigalingging (kedua dari kanan) dan partner berfoto bersama usai mengikuti persidangan.

Jakarta, NUSANTARAPOS.CO.ID – Beredar kabar bahwa kasus hukum yang menimpa kepala desa Siambanton Pahae, NSS dan istrinya RAUM telah diselesaikan secara kekeluargaan sontak membuat kuasa hukum korban penganiayaan dan pengeroyokan KVT, Beringin Tua Sigalingging (BTS) bereaksi. Pasalnya apa yang diberitakan oleh sebuah media online yang diberi judul “Kasus Kepala Desa Nahot Simbolon Terselesaikan Secara Kekeluargaan, Dilaporkan Kembali Pernyataan Korban Diduga Tak Sesuai Hasil VER” tidaklah berimbang dan cenderung tendensius.

“Sebagai kuasa hukum korban, kami menganggap berita yang beredar di grup kabar kabari Humbang Hasundutan dari media online radarnews.id terkait permasalahan yang dialami oleh kepala desa Siambaton Pahae sangat tidak berimbang,” kata Beringin melalui siaran persnya, Kamis (11/6/2020).

Menurut Beringin, surat yang dibuat pada tanggal 17 November 2019 lalu salah kamar dan kabur dari persoalan yang ada.”Di dalam surat itu pihak pertama dibuat atas nama Lindung Hasugian padahal seharusnya adalah Koryarta Veronika (korban). Sehingga secara hukum bahwa atas nama Lindung Hasugian tidak bisa mewakili dari pihak keluarga Tumanggor karena belum sah secara negara (belum ada akte kawin dari ducapil) maupun secara adat,” ujarnya.

Lanjut Beringin, sejatinya yang bermasalah adalah pihak kedua Nahot Simbolon akan tetapi di dalam surat perdamaian tersebut ada tanda tangan kepala desa Siambaton Pahae yang seharusnya paling tepat adalah diketahui dan ditandatangani oleh tokoh masyarakat setempat karena si pelaku adalah kepala desa. Maka sangat jelas perdamain itu terkesan dipaksakan karena terdakwa melakukan dua kali tanda tagan sehingga perdamaian itu sangat kelihatan lucu.

“Menurut pengakuan saudara Lindung Hasugian, surat perdamaian ditandatangani saudara Lindung Hasugian hari Minggu tanggal 26 Januari 2020, bukan tanggal 17 November 2019 bertempat di desa Simanuk Manuk, kecamatan Manduamas, kabuoaten Tapteng yang diajukan oleh Nahot Simbolon bersama istrinya Roma Adong Uli Manalu disaksikan oleh Dermawan Simamora berserta Tota Manalu sebagai supir. Mereka sengaja datang dari desa Siambaton Pahae ke desa si Manuk Manuk guna mendapatkan tanda tangan saudara Lindung Hasugian dengan alasan sangatlah penting,” terangnya.

Beringin juga menambahkan di dalam surat perdamaian tersebut telah ditanda tagani Pihak Binmas atas nama Affandi NRP. 70080291. Seharusnya dibuat Binmas dari mana, apakah dari Tarabintang, Parlilitan atau dari Pakkat.

“Adapun xatatan dari surat perdamaian itu bahwa Koryarta Veronika (korban) merasa tidak pernah membubuhkan tanda tangan dengan alasan dalam keadaan sakit. Dengan ini kami nyatakan Koryarta Veronika (korban) tidak lah benar sakit, jelas dan terang bahwa alasan tersebut pembohongan publik,”ucapnya.

Beringin Tua Sigalingging pun merasa bingung atas beredarnya surat perdamaian yang memiliki dua materai. Karena sebelumnya di dalam surat perdamaian dan hanya ada satu materai.

“Kami bingung pengesahannya entah dari mana, kalau tidak salah pengesahan tersebut dari kantor Pos. Yang lebih membingungkan lagi terkait pengesahan atau legalisir surat perdamaian yang asli yang dilegalisir yang kami duga dilakukan oleh kantor Pos. Jika perdamaian tersebut dijadikan pembuktian dari pihak terdakwa seharusnya foto copinya yang dilegalisir bukan aslinya, sehingga kami beranggapan dan menduga surat perdamain itu kabus dan tak tepat sasarannya,” tegas advokat muda tersebut.

Beringin mengungkapkan berita yang dibuat radarnewa.id tidak menerangkan perilaku yang tidak terpuji tersebut terkait yang ditabraknya memakai sepeda motor dinas, pemukulan oleh terdakwa yang dilakukan pakai sandal, dan tidak diterangkan berapa kali terdakwa mendorongnya. Dan juga di dalam video tersebut tedakwa RAUM mengatakan kamu bukan orang kampung sini padahal korban merupakan penduduk asli desa Siambaton Pahae berdasarkan NIK 1216096305780021.

“Menurut kami lebih baik terdakwa mengakui perbuatannya dan mengatakan permintaan maaf kepada pihak keluarga korban supaya ada untuk meringankan para terdakwa nanti karena sangat terang dan jelas di dalam video yang viral tersebut bahwa kades Siambaton Pahae dan istrinya bersama-sama melakukan dugaan tindak pidana pengeroyokan dan penganiayaan terhadap klien kami,” tuturnya.

“Sangat jrlas di dalam video kades Siambaton Pahae tersebut menabrakkan kereta dinasnya (fasilitas negara), memukul dan mendorong sampai beberapa kali kepada klien kami, dan perlu kami beritahukan bahwa kereta dinas yang dipakai seorang pejabat publik tidak boleh dipergunakan untuk melakukan kekerasan terhadap siapapun. Dengan kejadian tersebut sagat jelas mencoreng nama baik pemerintah, semestinya kepala desa bisa menjadi teladan, contoh dan pengayom. Sesalah salah apapun masyarakat seharusnya seorang kepala desa harus bijak menyelesaikan permasalahan tersebut bukan melakukan kekerasan terhadap perempuan yang tidak berdaya,” sesalnya.

Anggota Peradi Jakarta Timur itu juga menaggapi berita yang beredar yang dibuat radarnews.id yang menyatakan Kasat Binmas Polsek Pakkat Aiptu. Affandi sebagai saksi di dalam perdamaian tertanggal 17 November 2019. Yang kami Pertanyakan apakah ada Kasat ditingkat Polsek, tentu kami masih beranggapan dan mendunga bahwa ini pembohongan publik, secara tidak lagsung berita tersebut merungikan pihak Polres Humbang Haasundutan, Kejaksaan Negeri Humbang Hasundutan dan Pengadilan Negeri Tarutung.

“Padahal justru masyarakat mengapresiasi kinerja penegak hukum tersebut, artinya disitu bahwa hukum itu tidak tajam ke bawah tidak tumpul kebatas, sehingga tidak ada lagi orang mengatakan kebal hukum. Kami tetap masih yakin dan percaya kepada Pengadilan Negeri Tarutung bahwa Majelis Hakim yang menangani perkara pengeroyokan dan penganiayaan sangat profesional dalam menegakkan hukum dan keadilan. Dan kami yakin bahwa Pengadilan Negeri Tarutung tidak akan bisa diinternensi siapapun, apalagi terkait penangguhan penahanan, serta kami berharap tetap dilakukan penahanan terhadap terdakwa supaya ada efek jera dan tidak ada orang yang mencontoh perbuatan yang tidak terpuji tersebut,” ungkap Beringin.