HUKUM  

LPSK Gandeng PDFI, Tentukan Derajat Luka Korban Terorisme Masa Lalu

JAKARTA, NUSANTARAPOS – Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menggandeng Perhimpunan Dokter Forensik Indonesia (PDFI) dalam menentukan derajat luka korban tindak pidana terorisme, khususnya peristiwa sebelum lahirnya Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2018.

Penentuan derajat luka diperlukan sebagai landasan LPSK dalam pengajuan kompensasi bagi korban terorisme masa lalu (sebelum lahirnya Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2018) yang pelaksanaannya mengacu kepada Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2020.

Untuk keperluan tersebut, dilakukan penandatanganan Perjanjian Kerja Sama antara LPSK dengan PDFI tentang Pelayanan Forensik dalam rangka Asesmen bagi Korban Terorisme. Perjanjian Kerja Sama ditandatangani Wakil Ketua LPSK Susilaningtias dan Ketua PDFI dr. Ade Firmansyah Sugiharto di Aula Kantor LPSK, Jakarta Timur, Senin (31/8-2020).

Turut hadir dalam penandatanganan Perjanjian Kerja Sama, Ketua LPSK Hasto Atmojo dan para wakil ketua LPSK, antara lain Achmadi, Antonius PS Wibowo, Livia Istania DF Iskandar dan Maneger Nasution, serta Sekretaris Jenderal LPSK Noor Sidharta. Sedangkan dari PDFI, hadir Sekretaris Jenderal PDFI dr. Budi Suhendar dan Bendahara PDFI dr. Asri M Pralebda.

Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo mengatakan, kerja sama LPSK dan PDFI tak lepas dari Nota Kesepahaman antara LPSK dan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) yang ditandatangani April 2018 lalu, yang lingkup kesepahamannya disebutkan perihal asesmen medis terhadap saksi dan/atau korban serta perhitungan kerugian akibat saksi dan/atau kecatatan yang diderita saksi dan /atau korban tindak pidana.

Menurut Hasto, kerja sama dengan PDFI diperlukan sebagai upaya LPSK melaksanakan PP 35 Tahun 2020, khususnya dalam memproses permohonan kompensasi korban terorisme masa lalu. Apalagi, pengajuan permohonan kompensasi korban terorisme masa lalu memiliki tenggat waktu hingga Juni 2021 mendatang.

“Setidaknya terdapat dua hal pokok yang diharapkan dari pelaksanaan kerja sama LPSK dan PDFI. Pertama, pelaksanaan asesmen medis terhadap korban tindak pidana terorisme dan, kedua, penerbitan Surat Keterangan Ahli,” ujar Hasto.

Hasto menjelaskan, pelaksanaan asesmen medis terhadap korban tindak pidana terorisme diperlukan untuk mengetahui derajat luka yang dialami korban terorisme masa lalu. Dari pemeriksaan forensik yang dilakukan ahli, akan dipergunakan sebagai landasan LPSK dalam mengajukan besaran kompensasi bagi para korban.

“Dari hasil asesmen medis berupa pemeriksaan forensik, LPSK berharap rekan-rekan dari PDFI dapat menerbitkan Surat Keterangan Ahli,” katanya.

Ketua PDFI Ade Firmansyah Sugiharto menyatakan, PDFI sangat mendukung kerja sama dengan LPSK. Dalam sambutannya, Ade mengutip teori keadilan sebagai fairness yang dikemukakan John Rawls bahwa orang yang berada pada posisi paling lemah, dalam konteks ini korban tindak pidana terorisme, perlu mendapakan bantuan. “Bantuan (bagi korban terorisme) diperlukan agar mereka bisa kembali setara dengan masyarakat lain. Kompensasi kami nilai sebagai salah satu cara fairness bagi korban,” kata Ade.

Masih menurut Ade, dengan keahlian forensik yang dimiliki setiap anggotanya, PDFI akan maksimal membantu LPSK. Saat ini, PDFI memiliki 271 anggota dokter forensik yang tersebar di seluruh Indonesia, meski memang sebagian di antaranya sudah ada yang pensiun. “Kerja sama ini semoga bisa membantu LPSK mendapatkan landasan untuk pengajuan kompensasi bagi korban terorisme,” pungkas Ade. (Rilis)