HUKUM  

Kuasa Hukum PT BKMJ Kirim Surat ke Presiden, Mengadu Terkait Putusan Nomor 211 di Pengadilan Niaga Jakpus

Sidang verisifkasi putusan PKPU nomor :211/Pdt.Sus-PKPU/PN.Niaga.Jkt.Pst.

Jakarta, NUSANTARAPOS.CO.ID – Perkara kepailitan yang melibatkan PT. Budi Kencana Megah Jaya (PT BKMJ) dan PT. Gugus Rimbarta yang didaftarkan pada tanggal 30 Mei 2020 di Kepaniteraan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat pada 19 Agustus 2003 menimbulkan pertanyaan besar di kalangan pemerhati hukum, terutama pihak Termohon.

Salah seorang kuasa hukum Termohon PT BKMJ, Renita M. A. Girsang merasa keberatan dengan putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat per tanggal 19 Agustus 2020 dengan nomor :211/Pdt.Sus-PKPU/PN.Niaga.Jkt.Pst. yang dipimpin oleh ketua Majelis Hakim Robert, S.H., M.Hum.

Kasus utang piutang ini membuat termohon merasa disudutkan dengan dinyatakan memiliki utang yang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih, padahal termohon menginginkan agar kasus utang ini diadakan pengujian terlebih dahulu

“Klien kami sebagai termohon seperti telah disudutkan dan ‘dipaksa menerima’ atau ‘dipaksa’ menyatakan dirinya mempunyai utang yang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih, meskipun tidak. Setidak-tidaknya, ada atau tidaknya utang ini harus dibuktikan atau diuji terlebih dahulu sesuai dengan hukum pembuktian di pengadilan umum/negeri,” ujar Renita dikantornya di Kawasan Thamrin, Jakarta Pusat, pada Jumat (25/9/2020) malam.

Renita mengatakan kliennya juga dipaksa untuk menyatakan bahwa pekerjaan pemohon telah selesai 100%, walaupun sebenarnya hanya baru 72,27% saja. Soal selesai atau belum, ini pun harusnya diuji dan dibuktikan terlebih dahulu di pengadilan umum/negeri.

“Selain itu klien kami juga ‘dipaksa pula untuk mengajukan proposal perdamaian’ meskipun tidak ada satu utang pun yang dapat dimintakan restrukturisasinya untuk dituangkan dalam proposal perdamaian pada hari ke-45 nanti, yaitu tanggal 30 September 2020,” sebut Renita yang adalah putri tokoh Advokat Indonesia Yan Apul Girsang.

Pihaknya menduga ada implementasi hukum yang salah/keliru yang dilakukan dengan melanggar hukum atau melanggar semua norma hukum yang ada, justru ada pada putusan Majelis Hakim perkara a quo, putusan Nomor 211/Pdt.Sus-PKPU/2020/PN.Niaga.Jkt.Pst tanggal 19 Agustus 2020.

“Ada empat hal yang dilanggar dengan putusan itu, Pertama, tidak memenuhi ketentuan dan melanggar Pasal 222 ayat (3), Pasal 8 ayat (4), dan Pasal 271 Undang-undang Nomor. 37/2004 tentang Kepailitan dan PKPU. Kedua, melanggar azas keseimbangan, yaitu memfasilitasi terjadinya penyalahgunaan Pranata dan Lembaga Kepailitan oleh kreditor yang tidak beritikad baik,” ungkapnya.

“Hal ketiga yaitu melanggar azas keadilan, yaitu tidak memenuhi rasa keadilan bagi termohon akibat terjadinya kesewenang-wenangan dan keempat melanggar hak konstitusional termohon pasal 28A, Pasal 28D ayat (1) akibat implementasi norma hukum yang salah, sehingga termohon PKPU ‘terjebak’ dalam ketentuan Pasal 235 ayat (1) Undang-undang No.37/2004,”.

Renita menilai telah terjadi mafia peradilan dalam kasus ini sehingga telah menciderai kepercayaan masyarakat terhadap hukum, oleh karenanya tim kuasa hukum termohon telah mengirimkan surat kepada presiden agar memperhatikan persoalan ketidak adilan ini.

“Saya telah bersurat ke Presiden dan lembaga lainnya untuk ‘menggigit sendiri’ mafia hukum/mafia peradilan yang telah menciderai kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum di Indonesia dan menciptakan tidak adanya kepastian hukum dengan cara memperdaya pengusaha dengan memanfaatkan celah hukum,” tegasnya.

Jalani Sidang Verifikasi Pertama

Pada Kamis (24/9) kemarin, Pengadilan Niaga Jakarta Pusat menggelar sidang verifikasi piutang terkait Putuan PKPU Nomor 211, pada sidang itu Bambang Nurcahyono didaulat sebagai Hakim Ketua yang didampingi Pengawas.

Beberapa pihak seperti Pemohon dan Termohon serta beberapa pihak lainnya pun hadir pada sidang verifikasi ini. Di tengah persidangan sedikit alot karena beberapa pihak maju ke depan meja hakim untuk menunjukan bukti-bukti yang ada, sebelum akhirnya sidang pun ditunda pada Selasa (29/9/2020) pekan depan.

Bambang Nurchyono, sebelumnya pernah mengatakan terkait sidang ini pengadilan akan mempertimbangkan relevansi bukti. Kalau yang relevan akan dipertimbangkan, yang tidak relevan tidak akan dipertimbangkan.

“Misalnya dia hanya fotocopi tidak bisa menunjukkan aslinya maka tidak akan dipertimbangkan. Ini sesuai dengan yurisprudensi. Jika memang ada bukti asli akan disesuaikan dengan perkaranya, kalau tidak maka tidak akan dipertimbangkan. Apalagi, dalam perkara niaga tidak ada nebis in idem, “ ujar Bambang.

Sementara itu General Manager BKMJ, Donny Yahya menegaskan ada dua point penting dalam Putusan No. 211 ini yang jadi catatan PKPU. Pertama, pekerjaan itu berhenti total di progress 72,72%.“Itu berhenti di 25 Desember 2008. Kemudian mereka mengajukan satu progress seolah-olah sudah selesai seratus persen pada 26 Oktober 2009 tetapi ditolak dari tim kita, karena memang belum kerja belum seratus persen,” jelas dia.

Kedua, BMKJ tetap memberikan cicilan pembayaran walaupun sudah tidak jelas untuk apa pembayaran itu. “Buat bayar apa, tidak jelas. Tapi karena dia tagih terus, kita bayar sampai terakhir pada 28 Februari 2013. Jadi di sini jelas, bahwa proyek berhenti total 26 Oktober 2009 dengan posisi 72,72% kemudian, pembayaran kami itu berhenti di 28 Februari 2013,” ujarnya.

Menurut dia, pada upaya permohonan pailit di 2013, pertimbangan majelis hakim menjelaskan bahwa utang yang jatuh tempo tidak jelas dan pekerjaan belum selesai seratus persen. Kemudian digugat lagi PKPU 2018 sebanyak tiga kali. Nah, di PKPU kelima 2020 ini, masalah SPK masih didalilkan padahal sudah diputuskan pengadilan itu sudah lunas.

“Makanya putusan 211 itu aneh juga karena posisi proyek tidak bergerak dan posisi pembayaran sama. Jadi menurut saya, dengan fakta yang sama dan putusan yang berbeda karena memang waktu itu yang dipertimbangkan oleh majelis hakim hanyalah bukti-bukti dan dalil-dalil dari Pemohon, sementara bukti-bukti dan dalil dari Termohon itu dikesampingkan,”katanya.

Donny menambahkan, bahwa pekerjaan sudah seratus persen itu dilakukan dengan bukti berita acara serah terima padahal berita acara serah terima itu saya bisa pastikan itu tidak benar, untuk menghasilkan berita acara serah terima dia harus dilengkapi progres proyek seratus persen sementara ini baru dikerjakan 72,72%.

“Itu bisa juga kita buktikan di lokasi ada material yang sudah di-suplay tapi belum terpasang. Pekerjaan mekanikal dan elektrikal dia harus dilengkapi dengan manual book, nah itu belum ada sama sekali. Jadi secara kasat mata pun, ini bisa dilihat belum 100 %,” ucapnya.

Menurut Donny, pada 26 Oktober 2009 mereka (PT Gugus Rimbarta) mengajukan progress seolah-olah sudah seratus persen, padahal belum.”Itu yang mereka dalilkan. Tapi ini sudah jadi keputusan hukum, jadi kita harus hormati,” jelasnya.

Ketua Kamar Pengawasan Mahkamah Agung Andi Samsan Nganro saat dikonfirmasi mengatakan akan mengecek kasus ini. “Kalau tidak salah sudah saya disposisi ke Bawas,” ujarnya saat menjawab pertanyaan yang disampaikan kepadanya melalaui pesan singkat.(HSY)