HUKUM  

SP3 untuk Kasus BLBI, KPK Bakal Digugat

JAKARTA,NUSANTARAPOS,- Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) akan mengajukan gugatan praperadilan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Hal ini dilakukan setelah komisi antirasuah mengeluarkan Surat Penghentian Penyidikan dan Penuntutan (SP3) kasus korupsi penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

“MAKI akan gugat praperadilan melawan KPK untuk membatalkan SP3 perkara dugaan korupsi BLBI tersangka Sjamsul Nursalim dan Itjih Nursalim,” kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman dalam keterangan tertulisnya, Jumat, 2 April 2021

Gugatan ini rencananya bakal diajukan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada akhir April mendatang. Boyamin menjelaskan, ada tiga alasan MAKI mengajukan gugatan praperadilan terkait kasus ini.

Pertama, kata dia, alasan KPK menerbitkan SP3 karena tak ada lagi penyelenggara negara setelah eks Kepala BPPN Syafruddin Arsyad Tumenggung dinyatakan bebas oleh Mahkamah Agung (MA) tidaklah benar. Menurut Boyamin, berdasarkan surat dakwaan, Syafruddin didakwa bersama-sama dengan mantan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Dorodjatun Kuntjoro Jakti.

“Sangat memprihatinkan KPK lupa ingatan atas surat dakwaan yang telah dibuat dan diajukan ke Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada tahun 2018,” tegas Boyamin.

Berikutnya, Boyamin menilai, putusan bebas Syafruddin tak bisa jadi dasar dikeluarkannya SP3. Sebab, Indonesia menganut sistem hukum pidan kontinenta warisan Belanda yang tidak memberlakukan sistem yurisprudensi. “Artinya, putusan atas seseorang tidak serta merta berlaku bagi orang lain,” ungkapnya.

Terakhir, MAKI juga pernah mememenangkan praperadilan SP3 melawan Jaksa Agung dalam perkara ini. Di mana dalam putusan tersebut berbunyi pengembalian kerugian negara tidak menghapus pidana korupsi.

“Pertimbangan hakim praperadilan inilah yang akan dijadikan dasar praperadilan yang diajukan MAKI,” katanya.

Lebih lanjut, MAKI juga merasa keadilan masyarakat tercederai dengan adanya SP3 terhadap pasangan suami istri, Sjamsul Nursalim dan Itjih Nursalim. Sebab, keduanya selama ini menjadi salah satu buronan KPK dan diketahui berada di Singapura.

“Semestinya KPK tetap mengajukan tersangka SN dan ISN ke Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat dengan sintem in absentia atau sidang tanpa hadirnya terdakwa. Karena, selama ini SN dan ISN kabur dan KPK pernah menyematkan status Daftar Pencarian Orang (DPO) atas kedua tersangka tersebut,” ujar Boyamin.

Diberitakan sebelumnya, KPK secara resmi menghentikan penyidikan terhadap kasus korupsi penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Selanjutnya, komisi antirasuah membuka peluang untuk menghentikan penyidikan terhadap kasus lama lainnya.

Melalui konferensi pers, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyatakan kasus korupsi SKL BLBI yang melibatkan tiga orang yaitu Sjamsul Nursalim dan istrinya, Itjih Nursalim serta Syafruddin Arsyad Tumenggung. Ini merupakan kali pertama, KPK menerbitkan Surat Penghentian Penyidikan dan Penuntan (SP3) dalam pengusutan sebuah kasus korupsi.

“Kami mengumumkan penghentian penyidikan terkait dengan dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh tersangka SN (Sjamsul Nursalim) selaku pemegang saham pengendali Bank Dagang Nasional (BDNI) dan ISN (Itjih Sjamsul Nursalim), bersama dengan SAT (Syafruddin Arsyad Tumenggung) selaku ketua BPPN,” kata Alex seperti dikutip dari akun YouTube KPK RI, Kamis, 1 April.

Dia memaparkan, penghentian penyidikan ini sudah berdasarkan dengan Pasal 40 UU KPK Nomor 19 Tahun 2019. Sebagai penegak hukum, kata Alex, tentu komisi antirasuah harus menaatinya.

Dirinya juga mengatakan, diterbitkannya Surat Penghentian Penyidikan dan Penuntutan (SP3) ini juga dilakukan sebagai wujud memberikan kepastian hukum sesuai dengan aturan yang berlaku. “Sebagaimana amanat Pasal 5 UU KPK yaitu dalam menjalankan tugas dan wewenangnya KPK berasaskan pada asas kepastian hukum,” tegasnya. (Daniel)