HUKUM  

C. Suhadi : Kami Harap Tak Ada Keringanan Hukuman Bagi Terdakwa Tindak Kekerasan

Ilustrasi tindak kekerasan terhadap perempuan.

Jakarta, NUSANTARAPOS.CO.ID – Pengadilan Negeri Tangerang telah menggelar sidang perkara terkait dugaan tindak kekerasan yang dilakukan oleh berinisial FW terhadap teman dan rekan bisnisnya MY yang merupakan seorang wanita hingga mengalami luka di bagian tubuhnya dan mengalami psikologi yang cukup berat. Kejadian tersebut berawal dari selisih paham antara terdakwa dan korban di Mall BXC Bintaro hingga ke lorong stasiun Jurang Mangu, Tangerang (31/5/2019) silam.

Adapun sidang pertama dilakukan pada tanggal 20 April 2020 hakim menghadirkan korban dan 2 orang saksi untuk dimintai keterangannya. Di dalam persidangan tersebut terdakwa F mengakui dan membenarkan apa yang disampaikan korban dan saksi.

Lalu pada tanggal 27 April 2020 Pengadilan Negeri Tangerang kembali menggelar sidang yang kedua, dimana pada sidang kedua ini hakim menghadirkan saksi ahli yaitu dokter yang memvisum korban. Dimana hasil visum itu menunjukkan bahwa korban mengalami luka lecet dan memar yang diakibatkan benda tumpul pada bagian kedua lutut dan kaki juga pada bagian pergelangan tangan kanan dan kiri serta sikut kiri dan kanan.

Menanggapi hal tersebut, C. Suhadi yang ditunjuk sebagai kuasa hukum MY mengatakan kami mengapresiasi langkah penegak hukum yang telah menahan tersangka pada 19 Maret 2020 lalu hingga kasus ini dipersidangkan di pengadilan. Terlebih kinerja jaksa penuntut umum (JPU) pun saya sangat apresiasi karena pada awalnya memberikan dakwaan dengan pasal 351 KUHP.

“Namun beberapa hari lalu setelah pembacaan tuntutan mendapatkan kabar sumir jika pasal 351 itu akan diubah ke pasal 352, sehingga jika benar adanya maka ada perubahan yang signifikan karena di pasal tersebut ada unsur pemberat dan meringankan bagi terdakwa,” ujarnya melalui sambungan telepon, Kamis (14/05/2020).

Lanjut Suhadi, padahal secara yuridis hal tersebut sangat tidak dibenarkan, karena pasal tersebut merupakan dakwaan yang harus terus dipertahankan kecuali ada “atau” sehingga itu menjadi kunci dari JPU. Kalau sudah menjadi kunci maka tidak boleh diotak-atik dakwaan itu, kalau memang awalnya pasal 351 ya harus tetap 351 tidak boleh diubah menjadi 352. Apalagi keterangan Ahli bahwa ada alasan pemberat dari hasil visum.

“Di samping itu saya melihat juga jika informasi yang disebutkan benar, saya pun jadi bertanya-tanya ini ada apa ? Saya tak bermaksud kejaksaan melanggar ataupun bukan, tapi kok begini ? Oleh karena itu saya berharap langkah-langkah yang sudah ditempuh oleh kejaksaan harus sesuai dengan tracknya,” ucapnya.

Selain itu, tambah Suhadi, kami berharap hakim yang mengadili perkara ini bisa lebih jeli dalam melihat persoalan. Artinya di sini kita tak mau yang awalnya ada pemberatnya tapi tiba-tiba ringan. Saya harap 4 bulan tuntutan jaksa ini mungkin bisa diperberat oleh pihak pengadilan sehingga hukumannya bisa di atas itu.

“Jaksa awalnya sudah membuat dakwaan di pasal 351, dimana dakwaan itu hukumannya cukup berat tetapi ada indikasi mau diubah ke 352 sehingga menjadi ringan. Menurut ketentuan peraturan yang berlaku hal ini tidak diperbolehkan,” terangnya.

Karena JPU itu bekerja sesuai dengan standar yang ada, jadi tidak bisa dia seenaknya saja atau sesuai kemauan dari jaksa untuk merubah dalil tadi yang tadinya ada pemberat tapi kok pemberatnya jadi hilang sehingga itu tidak dibenarkan.”Dalam konteks ini pun seperti yang dikatakan oleh ahli bahwa ada pemberatnya dimana korban mengalami luka dan pusing berhari-hari karena psikologi cukup terganggu saat mengalami kekerasan itu,” pungkas pengacara senior dan juga relawan Jokowi-Maruf tersebut.