Riset KKP untuk Tingkatkan Gizi Masyarakat

JAKARTA, NUSANTARAPOS – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengajak masyarakat meningkatkan gizi dengan mengonsumsi ikan. Ikan memiliki peran penting sebagai sumber energi, protein dan variasi nutrien esensial yang menyumbang sekitar 20% dari total protein hewani. Ikan juga memiliki kandungan gizi lainnya, seperti vitamin, yodium, selenium, seng, besi, kalsium, fosfor, kalium, vitamin A, B dan D.

Demikian disampaikan Kepala Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM) Sjarief Widjaja pada Lokakarya Pengembangan Jejaring Pangan Bergizi Untuk Kesehatan Masyarakat, Selasa (20/4/2021), yang diselenggarakan oleh Jejaring Pasca Panen Untuk Gizi Indonesia (JP2GI).

“Mengingat bahwa kita ini dilahirkan di bumi nusantara Indonesia, yang sudah dikaruniai Tuhan sumber daya alam yang luar biasa, terutama yang kita peroleh dari lautan, juga perairan umum daratan lainnya, salah satu sumber protein terbesar dunia yaitu ikan. Masyarakat Indonesia ada sebagian yang sejak nenek moyang terdahulu dari sejak kecil membiasakan makan ikan, tetapi ada pula daerah-daerah yang tidak terbiasa untuk makan ikan. Sehingga kita punya kewajiban bersama bagaimana caranya agar masyarakat secara intens memanfaatkan ikan sebagai salah satu sumber proteinnya. Yang kita tahu ikan memiliki protein yang luar biasa,” ujarnya.

Sjarief menyampaikan, data sementara produksi perikanan tangkap di Indonesia tahun 2020 mencapai 7,7 juta ton. Sementara itu rata-rata konsumsi ikan di Indonesia sekitar 78,4 per gram per orang per hari. Terdapat sekitar 19,4 juta penduduk Indonesia yang tidak mampu memenuhi kebutuhan gizi hariannya.

“Disini peran kita agar bagaimana caranya ikan tidak hanya didapat dari pasar, dari laut atau perairan umum daratan lainnya, tapi bisa diproduksi dari keluarga nelayan, pembudidaya, pengolah ikan di sekitar rumahnya. Jadi ini upaya kami, upaya kita semua, pertama bagaimana meningkatkan atensi perhatian masyarakat untuk mengonsumsi ikan, kedua mendorong masyarakat bisa menghasilkan untuk memproduksi ikan sendiri, ketiga kita mampu meningkatkan kualitas ikan lebih baik, efektif, efisien, dengan tingkat produksi yang tinggi,” tuturnya.

Seluruh kandungan gizi pada ikan tersebut, menurut Sjarief, harus mengalir ke tubuh manusia. Sayangnya ada kandungan yang terbuang. Sehingga pihaknya mendorong agar kandungan-kandungan ikan yang baik itu mulai dari proses penangkapan dan budidaya sampai ke rantai pasok dan konsumsi tidak terbuang sia-sia.

Menurutnya, salah satu permasalahan yang dihadapi oleh pelaku perikanan adalah tingginya susut hasil perikanan dan limbah buangan hasil perikanan. Susut hasil (food loss) perikanan adalah keseluruhan nilai kerugian pascapanen hasil perikanan akibat terjadinya kerusakan pada ikan, yang terjadi mulai dari saat ikan ditangkap sampai ke tangan konsumen. Ada beberapa tipe susut hasil yang dikenal, yaitu susut fisik (physical loss), susut mutu (quality loss), susut akibat tekanan pasar (market force loss), susut nutrisi (nutritional loss), susut fungsional (functional loss), dan susut finansial (financial loss).

Untuk itu, pihaknya sudah melakukan berbagai riset, termasuk tentang penyusutan tersebut. Hasil penelitian selanjutnya disebar ke masyarakat untuk diterapkan.

BRSDM dan JP2GI juga telah bekerjasama melakukan serangkaian riset dalam rangka penanggulangan stunting melalui peningkatan konsumsi ikan di 15 lokasi prioritas, yaitu Medan, Jakarta, Cilacap, Probolinggo, Jembrana, Yogyakarta, Tegal, Bitung, Ambon, Kupang, Banyuwangi, Serang, Pariaman, Bantul, dan Sorong. Yang diteliti adalah tingkat konsumsi masyarakat akan protein. Hasil penelitian menunjukkan banyaknya kasus stunting yang terjadi di masyarakat. Hal ini mengukuhkan persepsi untuk mendorong peningkatan konsumsi ikan di masyarakat untuk menghasilkan generasi baru yang sehat dan cerdas dengan pertumbuhan yang baik, yang diharapkan menjadi kekuatan Bangsa Indonesia di masa mendatang.

Sjarief mengaku pihaknya mengapresiasi lokakarya yang diselenggarakan JP2GI ini dan mengajak JP2GI untuk ke depannya membangun tema-tema baru, misalnya pengembangan pola makan. Sebagai contoh, ikan diolah dan dimasukkan ke dalam makanan yang tidak terlalu kuat terasa rasa ikannya dengan menghilangkan bau amis, sehingga masyarakat yang tidak terbiasa makan ikan dapat mengonsumsinya. Ikan juga dijadikan bahan makanan ringan yang menarik untuk anak-anak. Dengan demikian, masyarakat tersebut belajar mengonsumsi ikan secara bertahap, untuk nantinya dapat mengonsumsi ikan segar secara utuh.