HPN 2019, GPK-RI Soroti Rawan Intimidasi Kebebasan Pers Oleh Pihak Oposisi

Jakarta, nusantarapos.co.id – Gerakan Pemerhati Kepolisan Republik Indonesia (GPK -RI) mengucapkan selamat Selamat Hari Pers Nasional (HPN) 2019 yang diperingati setiap tanggal 9 Februari.

Ketua GPK-RI Abdullah Kelrey menyatakan Jurnalisme di Indonesia, dibentuk oleh semangat menyuarakan informasi yang bermanfaat bagi publik, dan gelora dalam mendendangkan kebenaran dan keadilan. Kekuatan ini membuat api semangat jurnalisme masih menyala dan bertahan sampai detik ini.

“Gerakan Pemerhari Kepolisan, mengucapkan Selamat Hari Pers Nasional 2019, semoga semangat jurnalisme tetap di pertahankan, dan dapat memberikan kontribusi dalam mendorong kemajuan bangsa indonesia baik di bidang pendidikan, hukum dan ham, politik, ekonomi, sosial, dan budaya,” kata Kelrey kepada wartawan, di kawasan Cikini, Jakarta Pusat hari ini.

Kendati demikian ditengah akses informasi terbuka luas, ancaman persekusi terhadap wartawan oleh kelompok tertentu masih berjalan.

Sesuai catatan digital terjadi intimidasi dilakukan pihak yang kerap menyatakan oposisi terhadap pemerintah masih marak. Di antaranya oleh rombongan Aksi 211, Jumat (2/11) terhadap jurnalis. Intimidasi itu berawal saat seorang jurnalis media online nasional tersebut memfoto sampah yang berserakan di lokasi aksi, tepatnya di sekitar Patung Kuda, Monas, Jakarta.

“Lalu peristiwa Capres Prabowo Subianto menolak diinterview jurnalis maupun mengkritik jurnalis secara terbuka bukanlah sesuatu yang baru, bahkan mengkonfirmasi keputusan tim kampanye Prabowo-Sandi secara resmi memboikot wawancara Metro TV sejak 22 November 2018,” jelasnya.

Kemudian masih banyak lagi kasus intimidasi yang dilakukan oleh pihak oposisi terhadap awak media. Sementara menurut data statistik yang dikumpulkan Bidang Advokasi AJI Indonesia, mencatat setidaknya ada 64 kasus kekerasan terhadap jurnalis.

Peristiwa yang dikategorikan sebagai kekerasan itu meliputi pengusiran, kekerasan fisik, hingga pemidanaan terkait karya jurnalistik. Jumlah ini lebih banyak dari tahun lalu yang sebanyak 60 kasus dan masih tergolong di atas rata-rata. Kekerasan terhadap jurnalis paling banyak terjadi tahun 2016 lalu (sebanyak 81 kasus), paling rendah 39 kasus pada tahun 2009 lalu.

“Besar harapan kami dari Gerakan Pemerhati Kepolisian agar kedepan pihak oposisi menghargai kerja keras insan pers. Lantaran Pers sebagai Pilar ke-4 demokrasi dan ikut mengawal jalannya roda pemerintahan,” tegasnya.

GPK RI juga mengimbau pihak kepolisian tak gentar menindak pihak-pihak yang diduga melakukan intimidasi terhadap media lantaran pers bekerja atas lindungan undang-undang.

“Jangan sampai kebebasan insan pers justru menjadi ancaman serius akibat tindakan oposisi yang tidak sepakat dengan pemberitaan media. Pada hakikatnya pers itu sudah netral dalam melakukan tugas peliputan sesuai kaidah jurnalistik yang berlaku,” timbalnya.(Jhon)