OPINI  

Penangguhan Penahanan Soenarko dan Implikasinya dari Sudut Hukum Acara Pidana

Mayjen (Purn) TNI Soenarko

Jakarta, NUSANTARAPOS.CO.ID – Belum lama saya dapat pesan melalui WhatsApp (WA) dari seorang teman relawan. WA itu isinya antara lain, jangan terlalu fokus perhatian dengan sidang Mahkamah Konstitusi (MK) karena di arus bawah kelompok 02 sedang berupaya untuk mengeluarkan para mantan Jenderal (Purnawirawan), utamanya Mayjen (Purn) TNI Soenarko, yang kemarin secara resmi telah menghirup udara bebas.

Isu yang dihembuskan adalah sentimen korp (solideritas korsa) dari Angkatan Darat (AD), dalam hal ini Kopassus atau lebih dikenal dengan pasukan baret merah, pasukan elit yang berada di AD.

Kalau menelisik ke sana sebagai orang awam akan sulit mencari kebenaran itu, dan kalaupun tahu tidak akan berpengaruh apapun buat masyarakat akan adanya gesekan itu apalagi dapat menghalangi proses penangguhan yang sudah terlanjut di proses dan selesai ditangguhkan.

Dalam hukum acara pidana/KUHAP, penangguhan penahanan pada hakikatnya adalah kewenangan penyidik dalam proses penyidikan atau sering dikenal dengan hak subyektif Penyidik. Adapun ketentuan pasal 31 ayat 1 KUHAP yang berbunyi : atas permintaan tersangka dan atau terdakwa, penyidik, penuntut umum atau hakim dan seterusnya dapat mengadakan penangguhan dengan kewenanganya masing masing. Syarat lain yang lebih khusus tidak ada, demikian juga PP No. 27 tahun 1983, tentang pelaksaan KUHAP, hanya mengatur masalah penangguhan dapat dikabulkan dengan dua cara :

– jaminan uang, pasal 35.
– jaminan orang, pasal 36, dari PP 27/1983.

Artinya seseorang yang akan ditangguhkan pada pasal 35, PP No. 27 Tahun 1983, harus menyetor uang dahulu baru ditangguhkan dan atau adanya jaminan dari seseorang (pasal 36) yang berjanji apabila penangguhan dikabulkan orang yang menjamin membuat surat pernyataan bahwa selama ditangguhkan Tersangka tidak akan melarikan diri, mengulangi perbuatannya dan menghilangkan barang bukti.

Pada implementasi mengenai jaminan uang lebih tidak bergaung dan bahkan jarang digunakan. Para Penyidik lebih suka pada jaminan orang saja, karena tidak terbeban dengan penyimpanan dan pengembalian atas uang jaminan tersebut manakala perkara telah selesai menjalani penagguhan.

Dari syarat tersebut, bukan itu yang menjadi seseorang tersangka dapat dikabulkan penangguhannya, tapi adalah kewenangan subyektif penyidik, penuntut umum dan hakim.

Sebab bila ukurannya penangguhan hanya bermodal permohonan penangguhan, uang, orang dan atau pernyataan dengan tidak akan melarikan diri, menghilangkan barang bukti serta tidak akan mengulangi perbuatan pidana, saya yakin setiap orang ditahan akan dengan memenuhi syarat-syarat itu, dan ternyata tidak semudah itu Penyidik, Penuntut Umum dan Hakim mengeluarkan tahanan. Kecuali alasan subyektif.

Hak/kewengan subyektif tidak dimiliki atau tidak dikenal oleh KPK. Karena KPK setelah penetapkan seseorang ditahan, maka selama proses berjalan dari penyidikan, penuntutan dan atau putusan para tersangka, terdakwa tidak pernah mengeluarkan status penangguhan.

Bapak Irjen TNI (Purn) Soenarko telah ditangguhkan, dengan alasan yang pernah disampaikan Kapolri bahwa kasus Soenarko adalah berbeda dengan Kivlan Zien, kasus S adalah penyelundupan senjata. Dan apapun alasannya, sekarang S telah ditangguhkan.
Kemudian apa setelah ditangguhkan perkara sudah memasuki penyidikan akan berhenti. Menurut KUHAP tidak, karena orang yang sudah menyandang tersangka setidak-tidaknya sudah terpenuhi unsur pidananya, sehingga dengan demikian proses penyidikan akan terus berlanjut hingga kepada proses persidangan.

Jadi penangguhan hanya berlaku kepada status penahanannya saja, tidak kepada tindak pidananya. Jadi dengan telah dapat ditangguhkannya penahanan maka semua proses pemeriksaan ditingkat penyidikan maupun ditingkat selanjutnya sepanjang penahanan berlanjut kepada semua tingkatan, maka keberadaan tersangka dan atau terdakwa berada diluar.

Barangkali ada yang perlu kita catat, selamat ditangguhkan kepada Tersangka dan atau Terdakwa tidak boleh mengulangi perbuatan pidana yang sama, tidak akan menghilangkan alat bukti, tidak akan melarikan diri. Dan apabila hal-hal larangan ini dilanggar, bagi tersangka dan atau terdakwa penangguhannya menjadi gugur dan harus di jebloskan lagi ke dalam tahanan.

Ditulis oleh : C. Suhadi, S.H., M.H. Ketua Umum Negeriku Indonesia Jaya (Ninja) Relawan 01