OPINI  

Teladan Ketenangan dari Komjen Listyo Sigit

“Ketenangan adalah kekuatan lahir dan bathin”. Ungkapan itu merupakan hasil penalaran penulis, Albiner Sitompul dari pengabdiannya kepada negara sejak tamat Akabri 1988 di Satuan Tentara Nasional Indonesia (TNI), di Kepresidenan dan Lembaga Ketahanan Nasional RI, serta memimpin beberapa yayasan dan organisasi masyarakat umum maupun Islam.

Ketenangan membutuhkan sebuah intuisi. Sementara intuisi itu merupakan hidayah yang diberikan Allah SWT, Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang (TYMPP) kepada ummat yang dekat kepada-Nya dalam melaksankan setiap tugasnya kepada negara. Intuisi akan selalu hadir mendampingi seseorang yang paham, bahwa dalam melaksanakan tugas adalah kehendak TMYPP, untuk melayani masyarakat. Demikian intuisi akan hadir terus menerus pada saat pelaksanakan tugas-tugas berikutnya.

Seseorang yang diberi hidayah oleh Allah SWT menjadi pembeda dalam pelaksanaan tugas umat-Nya, akan menjadi teladan kepada orang lain yang menyadari kebesaran TYMPP.

Namun hidayah itu menimbulkan kecemburuan, seperti cemburunya syaitan kepada Nabi Adam AS. Seseorang yang diberi hidayah akan lebih banyak menerima cobaan daripada orang yang belum diberi hidayah. Kepercayaan kepada TYMPP jualah yang memperkuat ketenangannya menghadapi cobaan tersebut.

*Intuisi Sang Jenderal*
“Sigit” itulah yang disebut banyak orang ketika melihat Komisaris Jenderal Listyo Sigit Prabowo di media sosial dan ketika penulis berdialog ringan dan berat dengannya. Sosok tokoh di jajaran Kepolisian RI, tetap bersahaja dan tenang bila ditanya tentang perjalanan kariernya.

Patut ditelaah langkah langkah hidupnya dalam menjalankan tugas dan aktivitas sehari-hari Kesatuan yang memiliki jargon “Melindungi, Mengayomi dan Melayani Masyarakat” tersebut dibuktikannya secara profesional, modern, dan terpercaya. Mengapa? Artikel ringkas dan sederhana ini menyodorkan berbagai fakta prestasi yang merupakan anugrah yang dimiliki pria berusia 51 tahun ini dari TYMPP.

Jenderal lulusan 1991 dari Akademi Kepolisian ini, ternyata tidak pernah henti memohon ketenangan dan kekuatan dari TYMPP dalam setiap menjalankan tugas-tugasnya. Hal ini juga ditunjukkannya, ketika memangku jabatan Kabareskrim, sebuah jabatan yang banyak didambakan orang lain, dia tetap tidak lupa bersyukur dan bermohon kepada Tuhan dalam menghadapi jalan terjal dengan ragam tantangan dan rintangan. Semua dihadapinya dengan ketenangan lahir dan bathin.

Entri point “ketenangan” itulah kemudian menjadi penilaian penulis yang menarik untuk diteladani. Dalam catatan Majalah Tempo, Jenderal Sigit merupakan Perwira yang meraih pangkat Komisaris Jenderal Polisi angkatan 91 dan Perwira termuda yang menjabat sebagai Kabareskrim dalam kurun satu dekade terakhir.

Olahan ketenangan dalam melaksanakan amanah dapat dibaca dari riwayat perjalanan hidupnya. Pertama, ketika dipromosikan tahun 2009 mengisi Kapolres di Pati, beliau dianggap minim prestasi. Kedua, penolakan keras dari MUI Banten ketika menduduki jabatan Kapolda dengan alasan rasis. Ketiga, ketika dipromosikan menduduki amanah sebagai Kabareskrim dengan aroma senioritas dan lainnya.

Tentu terlalu prematur untuk men-skemakan tiga persoalan tersebut, dari berbagai permasalahan yang dihadapi Jenderal bintang tiga ini. Hanya saja, itu memadai untuk dapat dijadikan sebagai bahan pengetahuan awal sekaligus membuka pintu perkenalan, bagi siapa saja. Namun tempaan jam terbang dan lingkungan zona kerja, menjadi daya tarik sendiri dalam membentuk ketenangan lahir dan bathin. Tidak heran, interaksi dengan para Ulama yang intens ketika beliau bertugas di Jawa Tengah (Pati, Semarang, dan Solo) dan Banten. Kota penuh kyai dan ulama sebagai cipta peluang untuk _sharing_ kebangsaan dalam melayani masyarakat. Sebut saja misalnya, silaturrahmi Jenderal Sigit dengan Kyai Sahal Mahfudz yang pernah menduduki Ketua MUI dan Dewan Penasehat Pengurus Besar Nahdhatul Ulama.

Komisaris Jenderal Sigit, mulai dikenal publik saat karirnya tahun 2009, jabatan penting diamanahkan berawal dari Polres Pati, Wakapoltabes Semarang, dan Kapolres Surakarta. Prestasi beliau semakin cemerlang terbukti tahun 2014 dipanggil ke Istana sebagai Ajudan Presiden Joko Widodo, kemudian diamanahkan menjabat sebagai Kapolda Banten 2016, lanjut ke Mabes Polri sebagai Kepala Divisi Propam Polri tahun 2018, hingga pada posisi strategis sebagai Kabareskrim.

Mata publik semakin tertuju pada Komjen Sigit, akankah mampu membongkar berbagai kasus yang dinantikan masyarakat? Sebut saja misalnnya, kasus “penyiraman penyidik senior KPK, Novel Baswedan“ seperti dipetieskan bertahun-tahun. Ternyata, harapan masyarakat tentang usut kasus tersebut, tidak menunggu lama, dan terbongkar kejahatan penyiraman hingga pelimpahan ke pengadilan dan bahkan sudah putus bersalah oleh hakim.

Belum lama ini, muncul kasus yang membuat laman publik menaruh kecurigaan terhadap lembaga kepolisian atas hapusnya _red notice_ dan surat jalan Djoko Tjandra, seorang buronaan kelas kakap selama beberapa tahun. Ternyata, dengan kepemimpinan Jenderal Sigit, tanggal 30 Juli 2020 berhasil diringkus di Malaysia. Dua kasus tersebut, walau ada pemain balik layar berstatus sama-sama berbaju coklat dihadapinya dengan tenang dan menyerhakan semua urusannya kepada TYMPP. Terang benderang, publik pun merasa lega atas sikap sang Jenderal dalam menegakkan hukum.

Tentu masih banyak kasus yang dihadapi, erat kaitannya dengan integritas dan profesionalisme seorang Jenderal Sigit, hanya saja waktu akan membeberkan fakta-fakta perihal mendukung pemerintah dalam mewujudkan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang bersih dan berwibawa.

*Teladan Ketenangan*
Tidak sedikit manusia yang terjebak dalam berbagai momentum integritas dan profesionalisme ketika berhadapan dengan internal dan desakan arus mafia hukum. Ini membutuhkan kematangan lahir dan bathin serta penuh ketenangan.

Tindakan arogansi dan anarkis tentu harus dihindari dalam tingkat analisis, agar dapat menghasilkan kerja yang berkualitas. Inilah kemudian yang menjadi point penting dalam menstranformasikan nilai dari ketenangan.

Penulis juga menambahkan bahwa ketenangan adalah suasana jiwa yang berada dalam keseimbangan (balance), sehingga menyebabkan seseorang tidak terburu-buru atau gelisah. Dalam bahasa Arab, yaitu kata _ath-thuma’ninah_ yang artinya ketentraman hati kepada sesuatu dan tidak terguncang atau resah. Kemampuan menyeimbangkan faktor-faktor psikologis dalam berpikir dan bertingkah laku, inilah kemudian oleh Zakiah Dradjat menyebutnya dengan istilah “sehat mental”.

Kemampuan Komjen Sigit dalam mewujudkan keharmonisan yang sungguh-sungguh antara faktor jiwa, serta mempunyai kesanggupan untuk menghadapi problem-problem yang biasa terjadi, dan merasakan secara positif kebahagiaan kemampuan, juga kemerdekaan dirinya.

Bukan _ansih_ belaka fakta-fakta yang berbicara terintegrasi menjadi sebuah kesimpulan yang memiliki nilai historis atas jejak perjalanan Jenderal Sigit. Berbagai kasus dari internal hingga dihadapkan dengan mafia-mafia hukum, sosok Komjen Sigit tidak gentar sedikit pun. Inilah, yang diinginkan untuk diteladani oleh siapapun baik di internal kepolisian sebagai corong pelayan masyarakat maupun instansi lain, terlebih untuk generasi bangsa di masa mendatang.

Titik temu bathin antara Komjen Sigit dan penulis, memiliki kesamaan kemampuan berintuisi dalam mengemban tugas dan tanggung jawab. Intuisi itu yang kemudian membuat setiap individu memiliki kemampuan mengelola “ketenangan” jiwa.
Riwayat penulis : Albiner Sitompul adalah Ketua Umum Jam’iyah Batak Muslim Indonesia (JBMI)