Pengamat Pendidikan : Sumbangan Sukarela yang Ada Nominalnya, Pungli

Kegiatan KBM Sumber Foto: sindonews

PACITAN, NUSANTARAPOS,- Pendidikan merupakan  salah satu tujuan utama dalam mencetak generasi bangsa yang cerdas, berbudi pekerti luhur dan dapat berguna bagi nusa bangsa dan negara.

Bahkan dalam pembukaan UUD ’45 sudah dituliskan untuk ikut mencerdaskan kehidupan bangsa. Ironisnya dalam pelaksanaan Kegiatan Belajar Mengajar yang ada di wilayah Kabupaten Pacitan ini masih terjadi kejanggalan mengenai pembayaran uang sumbangan yang ada di sekolah-sekolah wilayah kota pada umumnya.

Yang lebih mengherankan lagi, dari investigasi tim nusantarapos.co.id beberapa waktu yang lalu ditemukan adanya indikasi keharusan dalam pembayaran uang sumbangan sekolah, dimana besaran sumbangan ini ditentukan nilai nominal yang diharuskan untuk dibayarkan. Dan ironisnya lagi hal semacam ini dilakukan setiap tahunnya.

Padahal pungutan dan sumbangan memiliki definisi yang berbeda. Pasal 9 Permendikbud RI Nomor 44 Tahun 2012 tentang Sumbangan Biaya Pendidikan Pada Satuan Pendidikan Dasar menyebutkan bahwa Sekolah yang diselenggarakan pemerintah, dan/atau pemerintah daerah dilarang mengambil pungutan bagi biaya satuan pendidikan. Itu artinya, bentuk-bentuk pungutan semacam uang komite dan uang pembangunan yang ditentukan jumlah dan jangka waktu pembayarannya tidak boleh dilakukan.

Ironisnya, saat tim media melakukan investigasi, diduga masih terjadi pembiaran oleh Kepala Dinas Pendidikan yang seolah-olah mengacuhkan aturan Permendikbud.

Dengan adanya sumbangan yang ditetapkan nominal ini tentu bisa menjadi penghalang bagi kemajuan pendidikan nasional itu sendiri.

Bahkan, menurut Pengamat Pendidikan, Budi Trikorayanto melalui pesan Whats App nya, Rabu (9/12/20) yang menerangakan, “Sekolah negri yang menetapkan sumbangan wajib dari orang tua /wali siswa jelas adalah pemalakan. Suatu bentuk korupsi. Kriminal! Komite Sekolah seringkali dimanfaatkan sebagai alat pemalakan, lari uangnya ya ke Kepsek juga.”

Dirinyapun sebagai pengamat pendidikan menegaskan bahwa Mentalitas Kepsek yang rusak/korup demikian mengindikasikan bahwa dia tidak layak menjadi pendidik.

Ia juga meyakini jika setoran sekolah ke Kadisdik diduga cukup besar karena besarnya iuran atau sumbangan wali murid.

Dengan adanya tersebut, Budi Trikorayanto berharap kepada menteri Pendidikan membuka aplikasi pengaduan untuk penerimaan siswa baru yang disosialisasikan di tiap sekolah serta membentuk satgas gerak cepat untuk menindaknya agar proses belajar mengajar sesuai dengan tujuan pendidikan nasional. (*)