Masyarakat Papua Tolak Calon Kepala Daerah dari Non OAP

Solidaritas Masyarakat Adat Papua Selatan dan Papua menolak penyelenggaraan pilkada di 11 Kabupaten yang akan berlangsung pada Desember 2020 mendatang.

Jakarta, NUSANTARAPOS.CO.ID – Ratusan masyarakat yang tergabung di dalam Solidaritas Pemuda Mahasiswa dan Masyarakat Peduli Demokrasi wilayah Ha Anim melakukan aksi unjuk rasa di depan Istana Negara, Jakarta, Jumat (4/9/2020). Dalam aksinya mereka meminta agar pemilihan kepala daerah yang akan berlangsung pada bulan Desember 2020 lebih mengutamakan Orang Asli Papua (OAP) untuk menjadi pemimpin di wilayahnya.

“Selain itu bersama dengan Masyarakat Asli Papua Selatan, mereka juga meminta kepada pemerintah pusat, DPR RI dan KPU RI untuk menunda tahapan pilkada 2020 di wilayah adat Ha-Anim Selatan Papua yaitu, Kabupaten Merauke, Mappi, Boven Digoel, dan Asmat,” demikian disampaikan oleh Martinus Mahuze, Ketua Solidaritas Pemuda Mahasiswa dan Masyarakat Peduli Demokrasi Wilayah Ha-Anim, saat melakukan aksi di depan Istana Negara, Jakarta, Jumat (4/9).

Martinus Mahuze sedang diwawancarai awak media di depan Istana Negara.

Martinus melihat dalam konteks Otonomi Khusus Papua, adanya pengkerdilan kepada UU Otonomi Khusus tersebut mengenai kepala daerah baik di tingkat Gubernur, Bupati, dan Walikota harusnya orang asli Papua.

“Walaupun sampai saat ini belum ada dalil yang mengatur mengenai turunan dari Otonomi Khusus tersebut yang mengatur kepala daerah harus orang asli Papua,” kata Martinus.

Dia mengakui banyak masyarakat kecil yang bertanya ini kesalahan siapa. Bahkan selama 19 tahun Otonomi Khusus sampai sekarang belum ada manfaat yang signifikan untuk perkembangan OAP.

Seorang massa sedang membentangkan poster saat melakukan aksi di depan Istana Negara.

“Saya mau menggarisbawahi sampai pemilu 2019 terakhir dari 30 kursi DPR disana (Papua), kami OAP hanya 4 (empat) orang, ini sangat miris sekali,” tegasnya.

Sebelum aksi hingga hari ini, kata Martinus, pihaknya sudah memberikan surat masukan kepada Presiden, Sekretariat Negara, Kemendagri, DPR RI, KPU, dan Bawaslu mengenai hal tersebut.

“Bahkan dilemanya, disana orang membeli marga kami untuk maju jadi Bupati dan kami diadu domba,” jelas dia.

Solidaritas Masyarakat Adat Papua Selatan dan Papua membentangkan spanduk saat menggelar aksi unjuk rasa di depan Istana Negara.

Maka dari itu, pihaknya terus menyuarakan seruan moral untuk menghargai orang Papua diatas tanah airnya sendiri.

“Kalau kejadiannya seperti ini terus, banyak orang yang datang ke Papua hanya untuk kepentingannya sendiri. Untuk itu, kami akan membangun daerah kami dengan kearifan lokal yang ada,” ujar Martinus.

Tujuan dari aksi ini sebenarnya untuk meminta peraturan yang memproteksi itu dalam hal ini meminta reduksi kepada Presiden dan DPR agar ditambahkan klausul pasal-pasal didalam Otonomi Khusus Papua, dimana kepala daerah harus orang asli Papua.

“Dan, sekali lagi kami tegaskan tahapan Pilkada 2020 ditunda dulu. Aspirasi kami mohon didengar,” pungkas Martinus.