Pungutan OJK Kepada Notaris Pemegang STTD Sudah Menyimpang

Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia (PP-INI) Yualita Widyadhari, S.H., Sp.N., M.Kn.

Jakarta, nusantarapos.co.id – Pungutan yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terhadap Notaris pemegang Surat Tanda Terdaftar (STTD) Profesi Penunjang Pasar Modal adalah sudah menyimpang dari asas dan filosofi keberadaan Notaris sebagai Pejabat Umum yang merupakan bagian dari sistem pemerintahan di bidang hukum perdata. Demikian diungkapkan Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia (PP-INI) Yualita Widyadhari, SH, SpN, MKn melalui keterangan tertulis, Jumat (21/12/2018).

Lebih lanjut Yualita menjelaskan Notaris dalam melaksanakan jabatannya selaku Pejabat Umum bertindak untuk kepentingan Negara (bukan untuk kepentingan para pihak dalam akta), guna memberi pelayanan kepada masyarakat untuk membutuhkan dokumen pembuktian otentik, baik yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan maupun yang dikehandaki oleh masyarakat itu sendiri untuk dituangkan dalam akta otentik.

“Hubungan antara Notaris dan OJK adalah hubungan antar lembaga negara, yang
sama-sama bekerja untuk kepentingan negara dalam melayani dan memberi
kepastian hukum dan perlindungan kepada masyarakat. Notaris dalam melaksanakan jabatannya yang terkait dengan kegiatan di Pasar Modal, tidak bekerja di bawah otoritas OJK, tetapi bekerja berdasarkan kewenangan yang ada pada Jabatan Notaris berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku,” katanya.

Notaris, tambah Yualita, dalam melaksanakan jabatannya selaku Pejabat Umum sudah diatur dalam Undang-Undang tersendiri, yaitu UU Noor 30 tahun 2004 dan UU Nomor 2 tahun 2014 tentang Jabatan Notaris (UUJN) dan Notaris dalam melaksankan kewenangannya tersebut juga diawasi dan dibina oleh lembaga pembina dan pengawas tersendiri yang dibentuk oleh Negara, yaitu Majelis Pengawas Notaris dan Majelis Kehormatan Notaris.

Sehingga sangat tidak layak rasanya, lembaga negara yang satu mengambil pungutan yang memaksa dari lembaga Negara lainnya. Pungutan oleh OJK terhadap Notaris tersebut timbul sebagai akibat ditetapkannya Notaris sebagai “profesi penunjang pasal modal” oleh UU Nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal. “Ditetapkannya Notaris sebagai profesi
penunjang pasar modal, telah menyalahi dan menyimpang dari kedudukan Notaris selaku Pejabat Umum yang merupakan lembaga Negara,” tegasnya.

Menurut Yualita, penetapan Notaris sebagai Profesi Penunjang Pasal Modal telah menyamakan Jabatan Notaris dengan profesi lain sebagai penunjang kegiatan pasar modal seperti Konsultan Hukum, Akuntan Publik, Penilai atau profesi lain yang terkait dengan pasar modal yang ditetapkan oleh pemerintah, yang merupakan profesi yang memberi jasa kepada pihak yang menggunakan jasanya.”Notaris bukanlah pemberi jasa atau penyedia jasa.Tetapi Notaris adalah pejabat umum yang merupakan lembaga Negara yang melayani masyarakat yang membutuhkan dokumen pembuktian otentik,” katanya.

Yualita menerangkan posisi Notaris terkait dengan kegiatan pasar modal tidak berbeda dengan posisi Notaris terkait dengan kegiatan masyarakat lainnya, baik yang terkait dengan kegiatan perbankan, pertanahan, pendirian badan usaha, atau hubungan keperdataan lainnya antara
satu orang dengan perorangan lainnya atau badan hukum, atau hubungan antar
badan hukum yang satu dengan badan hukum lainnya.

Untuk itu, sambung Yualita, kami dari Ikatan Notaris Indonesia (INI), sebagai organisasi satu-satunya bagi Notaris di Indonesia sebagaimana ditentukan oleh UU Nomor 30 tahun 2004 yang kemudian dirubah dengan UU Nomor 2 tahun 2014 tentang Jabatan Notaris (UUJN), mengusulkan sebagai berikut:

1. Notaris bukanlah profesi, sehingga tidak lagi menjadikan Jabatan Notaris sebagai “Profesi Penunjang Pasar Modal”, dengan cara merubah ketentuan pasal 64 UU Nomor 8 tahun 1995 tentang Pasal Modal. Notaris
sebagai Pejabat Umum yang merupakan lembaga Negara tidak dapat disamakan dengan profesi sebagai pemberi jasa yang dalam bekerja untuk bertindak untuk kepentingan pengguna jasa.

2. Notaris sebagai Pejabat Umum, sebagaimana yang telah ditentuan oleh
UUJN, berwenang untuk membuat akta-akta yang tekait dengan kegiatan di Pasal Modal, meskipun tidak ditetapkan sebagai “Profesi Penunjang Pasal Modal”, karena kewenangan Notaris tersebut telah melekat pada Jabatan Notaris itu sendiri, tanpa perlu adanya penetapan khusus lagi dari lembaga lainnya untuk Notaris bertindak dalam rangka menjalankan Jabatannya selaku Notaris.

3. Menghapus hutang pungutan yang telah ditetapkan oleh OJK kepada Notaris yang saat ini telah dijadikan sebagai Piutang Negara. Karena penetapan pungutan oleh OJK kepada Notaris tersebut tidak sesuai
dengan asas-asas dan filosofi hukum mengenai kedudukan Notaris sebagai pejabat umum yang merupakan lembaga negara.

4. Membebaskan Notaris dari segala pungutan yang dikenakan oleh lembaga
negara lainnya, termasuk pungutan oleh OJK, agar kewibawaan dan harkat serta marbabat Jabatan Notaris selaku pejabat umum tetap terjaga dan tidak terdegradasi sehingga dapat menghilangkan kepercayaan dari masyarakat kepada Notaris.

Demikian usulan dari kami, selaku Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia (PP-INI) sebagai satu-satu wadah organisasi bagi Notaris di selueuh Indonesia.”Dengan harapan ke depan, jabatan Notaris ini tetap menjadi jabatan yang terhormat dan dapat dipercaya oleh masyarakat sehingga dapat membantu negara dalam pemberian pelayanan hukum di bidang keperdataan kepada masyarkat yang membutuhkannya,” tutup alumni UGM tersebut.