RILIS  

KKP Dalami Penyebab Mamalia Laut Terdampar Massal di Indonesia

JAKARTA, NUSANTARAPOS – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut (Ditjen PRL) tengah mendalami penyebab mamalia laut terdampar massal di Indonesia, khususnya pada kejadian paus pilot terdampar massal di Madura. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi agar kejadian serupa tidak terjadi lagi di kemudian hari.

Hal ini sejalan dengan arahan Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono untuk memastikan kelestarian biota laut dan keberlanjutan populasinya untuk kesejahteraan bangsa dan generasi yang akan datang. Pasalnya, mamalia laut merupakan biota laut yang terancam punah dan statusnya telah dilindungi penuh secara nasional dan internasional.

Dirjen PRL, Tb. Haeru Rahayu dalam Webinar Mamalia Laut Terdampar Massal di Indonesia, Kamis (4/4), menjelaskan perairan Indonesia merupakan salah satu jalur migrasi mamalia laut (paus, lumba-lumba, duyung) dunia. Dari 90 jenis mamalia laut yang ada di dunia, 35 jenisnya ada di Indonesia.

“Salah satu ancaman terhadap mamalia laut di Indonesia adalah banyaknya mamalia laut yang terdampar di wilayah perairan Indonesia dari waktu ke waktu,” ujar Tebe di Jakarta.

Data KKP yang dihimpun oleh Direktorat Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut (Dit. KKHL) mencatat pada tahun 2015 terjadi peristiwa terdampar 103 ekor mamalia laut, kemudian tahun 2016 tercatat sebanyak 255 ekor, tahun 2017 ditemukan sebanyak 143 ekor, tahun 2018 sebanyak 154 ekor, tahun 2019 sebanyak 142 ekor, dan tahun 2020 sebanyak 107 ekor.

Sedangkan di tahun 2021 hingga Februari telah tercatat 66 individu mamalia laut yang terdampar, termasuk kasus terdamparnya 52 ekor Paus pilot di Desa Patereman, Modung, Bangkalan, Madura.

Tebe menjelaskan, kecepatan dan ketepatan dalam penanganan setiap kejadian terdampar hidup menjadi hal yang sangat penting dan berdampak besar terhadap keselamatan biota laut tersebut. Meskipun demikian Tebe berpesan kepada para relawan di lapangan agar tetap mengutamakan keselamatan para responder saat melakukan upaya penanganan di lapangan.

“Mengetahui penyebab kejadian mamalia laut terdampar sangat penting untuk penanganan ke depan. Karenanya, saya mengajak para pakar dari Unair, IPB, WSI, RASI, dan Flying Vet untuk mendiskusikan fenomena ini,” jelasnya.

Sementara itu, Direktur KKHL, Andi Rusandi menerangkan untuk menjawab persoalan terdamparnya mamalia laut, KKP bersama para mitra telah mengembangkan jejaring penanganan dan bimbingan teknis penyelamatan mamalia laut terdampar baik yang dilakukan di pusat maupun di Unit Pelayanan Teknis (UPT).

“Tugas penyelamatan mamalia laut terdampar ini bukan hanya tugas pemerintah tapi juga membutuhkan dukungan, komitmen dan partisipasi aktif dari berbagai pihak, termasuk masyarakat pesisir sebagai garda terdepan penyelamatan,” terang Andi.

Dalam forum yang sama, ahli biologi Yayasan Konservasi RASI, Danielle Kreb mengatakan mengungkapkan keberadaan mamalia laut sangat penting bagi keseimbangan ekosistem laut. Menurutnya, mamalia laut memberikan sumbangan ekologis yang sangat penting bagi ekosistem di bumi dan manusia yang memanfaatkan atau berasosiasi dengan biota tersebut.
“Dari segi ekologi, kotoran paus sperma merupakan carbon sink bagi samudera. Gangguan terhadap populasi mamalia laut dan predator utama lainnya menyebabkan pergeseran dominasi predator utama yang pada akhirnya menyebabkan terganggunya rantai makanan. Sehatnya mamalia laut juga mencerminkan sehatnya lautan,” ungkap Danielle.

Sementara, Peneliti Whale Stranding Indonesia (WSI), Putu Lisa Mustika mengatakan secara umum ada 11 penyebab kejadian mamalia laut terdampar, yaitu akibat terjebak di air surut, penyakit, predasi, kebisingan, aktivitas perikanan, tertabrak kapal, pencemaran laut, gempa dasar laut, cuaca ekstrim, blooming alga, dan badai matahari.

“Untuk kejadian paus pilot terdampar massal di Madura, penyebabnya perlu dipastikan melalui nekropsi. Namun berdasarkan data kejadian terdampar di Indonesia, paus pilot paling banyak mengalami kejadian terdampar massal dan 3 kejadiannya terjadi di Jawa Timur,” ungkap Icha.

Dosen FPIK IPB, Adriani Sunudin menambahkan, Selat Madura merupakan habitat berlindung yang ideal bagi mamalia laut. Berdasarkan data oseanografi, pada saat kejadian kondisi perairan cenderung sejuk akibat pengaruh hujan ekstrim di seluruh Jawa, Sumatera, Kalimantan dengan kondisi salinitas rendah.

“Jika kita lihat pergerakan arusnya, arus permukaan di utara pulau Madura sangat luar biasa kencang menuju ke kearah timur sesuai musim, di selatan Jawa juga luar biasa. Tapi di Selat Madura sangat tenang,” imbuh Adriani.

Berdasarkan pendekatan patologi, Peneliti FKH Unair, Bilqisthi Putra menuturkan ada sebab kematian mamalia laut saat terdampar, yaitu emasiasi, dehidrasi, sun burnt, dan stress pernapasan. Sebab-sebab ini bisa multiple.

“Untuk memastikan penyebab pastinya paus pilot terdampar, perlu ada gelar perkara dari masing-masing sisi keilmuan/pakar,” pungkas Bilqisthi. (Rilis)