HUKUM  

Kriminalisasi Terhadap Seorang Ibu Lansia dan Anaknya oleh Mafia Tanah di Jakarta Pusat

JAKARTA, NUSANTARAPOS – Kuasa Hukum Law Office CECEP SURYADI & PARTNERS atas Perkara No.578/PID.B/2022/PN JKT.BRT mengungkapkan bahwa Kronologis kriminalisasi berawal dari Ny. Lendawaty Oetami dan Ny. Rita Joewono sebagai Pihak I (pertama) kemudian Ceradeas Yulianto sebagai Pihak II (kedua) sepakat menandatangi Akta Perjanjian Pengikatan Jual beli (PPJB) atas obyek Tanah Sertifikat Hak Milik (SHM) No. 2113/Tomang tersebut sesuai Akta PPJB No. 192 Tanggal 25 Agustus 2016 dengan harga Rp.1.200.000.000, (saru miliar dua ratus juta rupiah).

“Dalam Pasal 2 PPJB yang dimana isinya mengatur tentang harga jual beli sebesar Rp. 1.200.000.000, (satu miliar dua ratus juta rupiah) teknis pembayaran pelunasan dibagi dalam dua termin, termin pertama sebesar Rp.620.000.000, (enam ratus dua puluh juta rupiah) sudah dibayarkan pihak kedua untuk penebusan sertifikat di BPR Inti dana kemudian sisanya termin kedua sebesar Rp. 580.000.000, (ima ratus delapan puluh juta rupiah) harus dilakukan pelunasan pembayaran sebelurn tanggal 5 September 2016, apabila Pihak Kedua tidak melakukan pembayaran maka transaksi batal dan dalam hal ini, Pihak Pertama berhak membatalkan Perjanjian ini secara sepihak dan uang yang sudah diterima oleh Pihak Pertama menjadi hangus,” ujar Kuasa Hukum dalam keterangannya yang diterima media hari ini.

Lanjut Kuasa Hukum bahwa yang diterima oleh korban sebelum tanggal 5 September 2016 adalah bukti transfer sebesar Rp.100.000.000, (seratus juta rupiah) tertanggal 1 september 2016 dan sebesar Rp.161.900.000, (seratus enam puluh satu juta sembilan ratus ribu rupiah) tertanggal 2 september 2016, jadi sampai dengan batas waktu yang ditentukan dan di sepakati para pihak tidak pernah ada pelunasan pembayaran oleh pihak kedua di duga mafia tanah.

“Fakta-fakta hukum dalam persidangan di pengadilan negeri jakarta barat bahwa belum pernah bisa dibuktikan ada pelunasan pada termin kedua oleh pelaku mafia tanah baik transfer langsung ke rekening korban sebelum tanggal 5 September 2016, mafia tanah dalam memberikan keterangan kesaksian dalam ruang sidang, mafia tanah tersebut berdalih dengan surat keterangan dan pernyataan pelunasan sepihak yang dibuat oleh kantor notaris Fenty Abidin selaku notaris juga yang membuat PPJB para pihak, pelunasan versi mafia tanah pembayaran lewat cash kwitansi, yang sampai dengan saat ini bukti pelunasan kwitansi dan dokumentasi terkait pelunasan pembayaran tersebut belum bisa dibuktikan patut diduga di rekayasa'” ucapnya.

Menurut Kuasa Hukum bahwa surat keterangan lunas dibuat tertanggal 26 Oktober 2021, di hadapan notaris Fenty Abidin, dan surat pernyataan dibuat tertanggal 0S Mei 2017 dibuat oleh notaris yang sama yaitu Fenty Abidin.

“Pembayaran lunas diduga direkayasa untuk sebagai landasan hukum terjadinya peralihan hak menjadi akta jual beli dan balik nama yang dilakukan sepihak dihadapan kantor notaris nanang karma seolah olah sudah terjadi jual beli untuk membantu melegalkan, dan saat ini mafia tanah sudah diuntungkan dengan mengalihkan mengagunkan menjaminkan sertifikat tersebut ke bank ICBC dengan fasilitas pengikatan hak tangggungan sebesar Rp.3.187.500.000, (tiga miliar seratus delapan puluh tujuh juta lima ratus ribu rupiah),” imbuhnya.

Dikatakan Kuasa Hukum bahwa terkait proses terjadinya Akta Jual Beli dihadapan kantor notaris Nanang Karma, korban tidak pernah hadir bahkan tidak tahu dan mengenal notaris tersebut, sehubungan pajak jual belinya pun korban tidak pernah membayar pajak penjual, karena fakta hukumnya Ny. Lendawaty Oetami tidak punya NPWP, patut di diduga semua proses peralihak hak dan pajaknya dilakukan oleh mafia tanah.

“Awal terjadinya kriminalisasi adalah saat korban ibu dan anak di laporkan oleh mafia tanah lewat laporan polisi di Polres Metro Jakarta Barat pada tahun 2020, sebenarnya fakta hukum yang terjadi adalah pada tahun 2017 korban memang berniat menjual rumahnya ke tetangga kemudian terjadilah proses uang muka atau down payment (DP) sebesar Rp.370.000.000, (tiga ratus tujuh puluh juta rupiah) tertanggal 21 Juni 2017, sehubungan sudah ada uang muka maka korban menanyakan dan meminta sertifikat kepada Ceradeas Yulianto dan notaris Fenty Abidin yang ternyata sulit untuk di hubungi kemudian korban berinisiatif mengecek sendiri ke kantor badan pertanahan nasional (BPN) jakarta barat ternyata sudah di balik nama menjadi Ceradcas Yulianto dan dijaminkan di ikat hak tanggungan oleh bank ICBC, kaarena korban tidak tahu kalau sertifikat tersebut sudah di akta jual belikan dan di balik nama maka dengan itikad baik korban mengembalikan uang muka tersebut ke tetangga nya sejak 28 Januari 2019 dan sudah ada pelunasan,” bebernya.

“Akibat dari kriminalisasi tersebut korban saat ini Ny. Lendawaty Oetami (86) yang sudah berusia lanjut yang sedang rawat jalan sakit jantung di RS Harapan Kita, saat ini di tahan serta Ny. Rita Joewono anak kandung anak tunggal tidak ada saudara lainnya yang mengurus merawat ibu nya ikut di tahan,” tandasnya.

“Kami selaku tim penasehat hukum dari korban terkait adanya praktik peralihan hak atas tanah dan bangunan yang modus nya belum lunas di rekayasa sedemikian rupa menjadi lunas berpendapat patut di duga dilakukan oleh mafia tanah,” pungkasnya..

Kuasa Hukum Law Office CECEP SURYADI & PARTNERS yang menangani kasus ini adalah Cecep Suryadi SH. MH. CT.L., Rubby Cahyady SH. MH., Norma Andriani SH. MH., Juliana Panjaitan SH., dan Achmad Selahudin SH. (Guffe).