Jakarta, Nusantarapos – Ratusan orang yang tergabung dari kaki kalimantan selatan (KAKI KALSEL) berunjuk rasa di depan kantor Sinarmas di Jakarta, Kamis (1/9/2022).
KAKI KALSEL dan Masyarakat Pemerhati Pertambangan Kalimantan Selatan mempunyai dua tuntutan.
“Menuntut kepada pimpinan tambang PT Borneo Indo Bara di tanah bumbu kalsel untuk segera menuntaskan ganti rugi lahap masyarakat yang tak kunjung selesai dan menuntut kepada PT Sinar Mas segera tuntaskan dan turun ke lapangan dan menyelesaikan permsalahan penggantian lahan pertambangan PT Borneo Indo Bara yang notabene adalah anak perusahaan PT Sinas Mas, ” ujar Husaini, ketua kaki kalimantan selatan yang diwawancarai awak media.
Tanah bumbu adalah lokasi yang kaya akan sumberdaya alam yang dimiliki oleh negara indonesia. Akan alam tetapi pemanfaatan sumber daya alam ini terasa kurang maksimal dan selalu terdapat kendala yang merugikan masyarakat.
Awal mulanya lahan yang dipermasalahkan merupakan lahan yang dimiliki turun temurun berdasarkan Surat Keterangan Tanah Adat (SKTA). Lahan ini masuk dalam wilayah Hutan Tanaman-Industri (HTI) sehingga banyak memiliki potensi kayu pada saat itu. Namun setelah sekian lama kayu sudah berkurang, kemudian pada tahun 2007 diketahui ada kandungan batu bara dibawah lahan tersebut. Kemudian sekitar 800 Kepala Keluarga mulai berpikir untuk mengolah dan mengelola lahan tersebut agar memperoleh manfaat ekonomi.
Namun, pada lokasi tersebut ternyata masuk dalam areal IUP OP PKP2B PT. Borneo IndoBara, yang ternyata adalah anak perusahaannya PT. Sinar Mas Tbk. Sehingga keinginan warga adalah antara Pihak Perusahaan dan masyarakat pemilik lahan dapat saling bersinergi. Pada tahun 2013 PT. Borneo IndoBara melakukan penambangan pada lahan warga tanpa izin. Pihak perusahaan melakukan penambangan tersebut dengan alasan karena telah memiliki izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH) yang dikeluarkan oleh Kementerian KLHK dengan SK No. 288/Menhut-II/2010 seluas 2.936,54 Ha.
Berawal dari kegiatan penambangan tak seizin pemilik lahan tersebut muncullah reaksi dari warga pemilik lahan. Pada tahun 2016 terjadilah negosiasi antara Pemilik Lahan seluas 3.500 Ha dengan Pihak PT. BIB, didapatkan hasil kesepakatan yaitu PT. Borneo IndoBara memberikan kompensasi berupa fee kepada warga pemilik lahan sebesar Rp 10.000.000.000,- (Sepuluh MIlyar Rupiah). Namun kesepakatan ini hanya berjalan 2 (dua) bulan.
Namun selanjutnya, kesepakatan ini tidak berlanjut karena pada pembayaran di bulan 3 (ketiga) jumlah yang dibayarkan tidak sesuai dengan kesepakatan awal. Pembayaran dibulan ketiga yang dibayarkan oleh PT. BIB sebesar Rp 5.000.000.000,- (Lima Milyar Rupiah).
Berdasarkan dari tindakan penambangan tersebut warga pemilik lahan menuntut haknya hingga saat ini tahun 2021. Namun tetap tidak mendapat tanggapan dan solusi atas penyelesaiannya. Permasalahan berikutnya adalah masih kurangnya kontrol pemerintah dalam hal pendistribusian solar bersubsidi. Di kalimantan selatan kami mendapat laporan bahwa masih banyak solar bersubsidi yang di gunakan untuk operasional pertambangan padahal sudah jelas bahwa solar bersubsidi tidak boleh digunakan untuk aktivitas pertambangan.
Masalah berikutnya adalah masih banyak aktivitas pertambangan di kalimantan selatan yang tergolong masih ilegal dan tidak punya IUP. Pemerintah dalam hal ini harus bertindak tegas dan tanpa pandang bulu apabila ada penyelewengan dalam pertambangan di kalimantan selatan harus ditindak tegas dan disini Polri punya peran penting untuk ikut mengawasi apabila ada penyelewengan yang dilakukan oleh pertambangan ilegal.
Aksi tersebut diterima salah satu staf dari Sinarmas dan diterimanya berkas tersebut. (Danil)