Jakarta, NUSANTARAPOS.CO.ID – Sidang gugatan lain-lain atas kepailitan perusahaan BUMN PT Istana Karya telah berlangsung untuk kedua kalinya di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, Selasa (8/11/2022). Sidang kedua tersebut dimulai sekitar pukul 14.38 WIB, karena hakim baru memasuki persidangan sekitar pukul 14.30 WIB setelah peserta sidang menunggu berjam-jam.
Namun saat sidang baru dimulai dan tidak terlalu lama hakim mengumumkan bahwa sidang akan dilanjutkan kembali pada tanggal 28 November 2022 mendatang alias 3 mingguan dari jadwal sidang kedua. Alasan hakim untuk menunda sidang sampai tanggal tersebut dikarenakan hakim akan ada keperluan dinas di luar kota.
Usai sidang para awak media menghampiri Amos Cadu Hina, SH, MH yang merupakan Kuasa Hukum dari PT Saeti Concretindo dan PT Saeti Beton Pracetak. Dalam kesempatan itu Amos mempertanyakan perihal perkara yang sedang dijalaninya dikarenakan tidak ada dalam daftar sistem komputer Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.
“Kenapa perkara kita tidak ada dalam daftar sistem komputer Pengadilan Niaga Jakpus, apakah ini menandakan bahwa perkara kami tidak dipandang sebagai perkara PKPU?. Padahal kalau menurut undang-undang, gugatan kami ini masuk di dalam gugatan lain-lain,” katanya usai mengikuti sidang kedua.
Lebih lanjut Amos mengatakan akibat tidak dimunculkan di dalam sistem komputer mereka (Pengadilan Niaga,red), kami mengalami kesulitan saat ini mengetahui jadwal pasti sidang dimulai pukul berapa ? sehingga ini membingungkan kami padahal perkaranya ada tetapi tidak ada sistem mereka.
“Bahkan pada sidang pertama kemarin kami pun sempat ditegur hakim karena menurutnya sudah beberapa kali dipanggil kami tidak menjawab sehingga sidang terpaksa diadakan pada sore hari. Saat sidang pertama hakim masih meminta agar semua pihak terutama Tergugat dan Turut Tergugat untuk melengkapi legal standing yang ada,” ujarnya.
Amos menjelaskan ada beberapa pihak yang kami gugat antara lain Otto Bismark Simanjuntak SH (Tergugat I), Jimmy J.S Pangau SH (tergugat II), Yohanes Sulung Hasiando SH (tergugat III), dan I Putu Edwin Wibisana Kartika (tergugat IV), dengan turut tergugat adalah PT Riau Anambas Samudera.
“PT Anambas Riau Samudera (turut tergugat) yang mengajukan permohonan pembatalan perdamaian (homologasi) salah menempatkan diri dengan menyatakan sebagai kreditur,” ucapnya.
Sementara itu, tambah Amos, status Riau Anambas Samudera adalah sebagai pemegang saham. Bukan kreditur. Sehingga tidak memenuhi syarat ketentuan Pasal 170 ayat (1) undang-undang kepailitan dan PKPU,” papar kuasa hukum.
“Dalam gugatan lain-lain ini, kami menuntut antara lain menyatakan batal demi hukum putusan pengadilan niaga pada PN Jakarta Pusat dengan nomor 26/PDT. PEMBATALAN PERDAMAIAN/2022/PN.NIAGA.JKT.PST; dan membatalkan penunjukan para kurator (tergugat I, II, III, dan IV),” ungkapnya.
Sementara itu, Rizky P. selaku perwakilan Prinsipal dari PT. Saeti Concretindo Wahana menyatakan kalau kita melihat dari sidang pertama, itu menjadi pertanyaan, kenapa perkara ini tidak masuk dalam sistem komputer (online). Bahkan pengacara kita sampai wira wiri tanya sana sini jadwal sidang dan lain-lain, sedangkan pada sidang pertama kita tidak tahunya malah ditegur hakim dimana kata hakim jam 11 dan 2 siang dipanggil tidak ada.
“Padahal menurut saya itu karena kordinasinya yang tidak tertata rapih. Mungkin di hari ini, Selasa (8/11) sidang kedua kami datang sekitar jam 9 atau 10 WIB tetapi dimulainya sidang jam 3 sore sehingga dengan kritik membangun, bisa lebih memperbaiki kinerja waktu sidang para hakim,” tegasnya.
Terlebih, sambung Rizky, pada sidang ketiga nanti kita harus menunggu sekitar 3 mingguan, dikarenakan hakim ada keperluan dinas sedangkan sidang kepailitan harusnya sidang yang berlangsung cepat dan sederhana, tetapi kita harus sabar menanti. Kemudian kalau pada sidang kedua ini masih dalam tahap pelengkapan dokumen dari pihak tergugat ataupun turut tergugat sedangkan jawaban nanti akan kita tunggu 3 Minggu lagi.
Rizky menjelaskan harapan kita agar pemerintah terketuk hati nuraninya, bahwa kreditur konkuren yaitu para subkontraktor maupun para supplier sudah lama cukup menderita, mereka sudah stres depresi karena harus menanti sekitar 11-12 tahun. Bahkan dari info yang kami dapatkan, ada seorang supplier di Brebes yang karena stress depresi sampai bunuh diri. Ada juga yang rumahnya disita oleh bank karena kredit modal kerjanya yang untuk membiayai proyek itu macet.
“Andaikata pemerintah itu komit menjalankan peraturan pemerintah No. 44 tahun 2018 yang ditandatangani oleh presiden seharusnya pemerintah itu membeli kembali saham-saham yang merupakan hasil dari konversi piutang para Kreditur. Kalau pemerintah berkeinginan menutup BUMN Istaka Karya sebagaimana Menteri BUMN katakan dan diumumkan di media, kami-kami ini para kreditur mempersilahkan saja jika Istaka Karya dibubarkan tapi tolong seluruh kewajiban-kewajibannya itu diselesaikan karena sudah 11 – 12 tahun,” tuturnya.
Terlebih, lanjut Rizky, pemerintah sudah menikmati hasil dari pembangunan berbagai infrastruktur yang dibangun oleh para kreditur di berbagai daerah. Pemerintah dan masyarakat umum (publik) juga sudah memakainya dan merasakan manfaatnya. Pemerintah juga sudah mendapatkan pemasukan dana, contohnya dari jalan tol Soedyatmo yang arah ke bandara Soetta setiap hari dapat pemasukan dari mobil yang masuk tol. Itu sudah berapa.
“Bagi kami, sampai saat ini peraturan pemerintah itu masih berlaku karena belum ada yang mencabutnya, baik oleh peraturan pemerintah lain ataupun oleh peraturan yang lebih tinggi yaitu undang – undang.Juga pada Istaka karya sendiri tidak ada perubahan melalui RUPS oleh para pemegang saham,” ucapnya.
Rizky menerangkan kami melihat ada pemanfaatan celah-celah hukum kepailitan dengan cara yang cerdik. PT PPA menggandeng PT Riau Anambas Samudera untuk menggugat pailit, Berirungan dengan hal itu, Kementerian BUMN memang sudah punya rencana untuk membubarkan Istaka.
“Seperti kita ketahui bahwa hutang – hutang Istaka sekitar 3-4 kali lebih besar daripada nilai aset-asetnya, sehingga sangat mungkin sekali piutang para kreditur konkuren tidak terbayar.Para kreditur yang notabene adalah rakyat, seharusnya diayomi oleh pemerintah ataupun negara karena telah menjadi mitra BUMN,” katanya.
Tapi, sambung Rizky, ini malah rakyat yang jadinya seolah-olah ibaratnya mensubsidi negara, kan jadi kebalik kalau demikian. Faktanya para kreditur sudah benar-benar menderita, sehingga kami ingin mengetuk hati nurani pemerintah.
“Tolong kepada Menteri BUMN, Menteri Keuangan dan Presiden dengan persetujuan DPR untuk menyediakan anggaran negara guna menyelesaikan persoalan ini. Istaka Karya mau dibubarkan, kami silahkan saja. Tapi tolong lunasi kewajiban Istaka kepada seluruh para Kreditur,” tutupnya.