Probolinggo, Nusantarapos – Muhammad Ridho bin Moh. Jupri Dusun patukangan Desa randutatah Kecamatan Paiton mendaftarkan perkara cerai talak ke Pengadilan Agama Kraksaan sebagaimana perkaranya teregister di Kepaniteraan Pengadilan Agama Kraksaan Dengan No. 247/Pdt.G/2023/PA.Krs dan oleh bagian pendaftaran pada sidang yang telah ditentukan Muhammad Ridho disuruh untuk membawak 2 orang saksi adapun jadwal sidang pertama tanggal 31 Januari 2023.
Pada sidang pertama tersebut Muhammad Ridho baru dipanggil masuk keruang sidang I sekitar Jam 15.00 WIB dan diruang sidanglah Muhammad Ridho mengaku merasa ditekan oleh hakim yang menangani perkaranya pasalnya hakim yang menangani perkara tersebut langsung menyuruh Muhammad Ridho agar mencabut perkaranya dengan alasan perkaranya tidak dapat dilanjutkan, lebih lanjut hakim tersebut pun menyampaikan bahwa jika perkaranya tidak dicabut dan memaksa untuk tetap diteruskan maka perkaranya tetap akan ditolak, Ridho yang kala itu tidak mengerti akan maksud dari hakim tersebut hanya diam dan kemudian tidak lama dari itu hakim mengetok palu dan menyuruh ridho keluar dari ruang sidang seraya menyuruh untuk menunggu hingga 6 (enam) bulan ke depan.
Kata Ridho Saat ditemui oleh media menyampaikan, “Hingga saya keluar dari ruang sidang saya tetap tidak mengerti maksud daripada hakim tersebut dan baru saya mengerti setelah saya dijelaskan oleh bagian kasir bahwa perkara saya telah diputus namun akta cerai tidak dapat keluar karena perkaranya diputus cabut,” tuturnya.
Lebih lanjut Muhammad Ridho menyampaikan bahwa dirinya sangat kecewa kepada para hakim yang menangani perkaranya tersebut sebab dirinya telah susah-susah payah mengumpulkan uang untuk biaya pendaftaran, kemudian menunggu giliran sidang hingga sore dan bukan Akta Cerai yang ia peroleh justru dirinya diduga kuat mendapatkan tekanan dari hakim yang menangani perkaranya tersebut.
FERIYANTO, SH., salah seorang advokat muda menuturkan bahwa dirinya telah resmi ditunjuk oleh kliennya yang bernama Muhammad Ridho sebagaimana surat kuasa tertanggal 13 Februari 2023, kata feri sapaan akrabnya mengatakan bahwa dirinya sangat menyayangkan atas kejadian yang dialami oleh kliennya tersebut dan hal tersebut sangatlah memprihatinkan bagi dunia peradilan sebab Pengadilan merupakan gerbong terakhir bagi para pencari keadilan namun jika masyarakat yang hendak memintak keadilan justru mendapatkan perlakuan yang kurang mengenakkan saya khawatir masyarakat justru akan bersikap antipati kepada para penagak hukum,
Lebih lanjut Feri menuturkan bahwa sikap majelis hakim tersebut yang menyuruh kliennya untuk menunggu hingga 6 (enam) bulan didasari pada SEMA No. 1 Tahun 2022 Rumusan Hukum Kamar Agama akan tetapi dalam memahami norma hukum tidak hanya cukup dari satu refrensi saja akan tetapi harus dikaitkan dengan norma yang lain yaitu Asas-asas hukum dan Undang-undang sebab Asas Lex Superior Derogate Legi Inferiori yaitu undang-undang yang derajatnya lebih rendah dalam hirarki perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan yang lebih tinggi, yaitu Pasal 116 huruf f Kompilasi Hukum Islam tentang alasan-alasan perceraian berbunyi antara suami isteri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran, dan dalam konteks ini bagaimana mungkin hakim yang menangani perkara tersebut langsung menyuruh klien kami untuk mencabut perkaranya padahal para saksi-saksi sama sekali belum diperiksa dan bahkan belum sempat diajukan keruang sidang namun hakim tersebut langsung menekan klien kami untuk mencabut perkaranya,” tandasnya.
Atas tindakan hakim tersebut saat ini kami telah menyusun langkah-langkah diantaranya melaporkan para hakim tersebut atas dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim dalam menangani perkara tersebut ke Komisi Yudisial, Mahkamah Agung hingga jika dimungkinkan maka tidak menutup kemungkinan hakim tersebut akan kami gugat ke Pengadilan Negeri atas dugaan Perbuatan Melawan Hukum ya sekali-kali lah menjadi para pihak agar merasakan agar bukan hanya menyidangkan tapi bagaimana disidangkan di pengadilan,” ungkapnya. (abl)