Jakarta, Nusantarapos – Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga mendorong Kementerian/ Lembaga, pemerintah daerah dan organisasi masyarakat dapat menyusun dan melaksanakan kebijakan/ program bagi pemberdayaan dan perlindungan perempuan dengan melibatkan dan mendengarkan pendapat perempuan. Hal ini penting dilakukan agar setiap program yang ditetapkan dapat sesuai dengan kebutuhan mereka, tepat sasaran, tepat waktu, dan tepat manfaat.
“Kualitas perencanaan pembangunan harus lebih ditingkatkan, diperkuat, dan dipastikan terjadi hingga di tingkat akar rumput. Salah satu caranya adalah dengan meningkatkan kualitas partisipasi masyarakat dalam hal ini kaum perempuan dalam perencanaan, khususnya bagaimana akses mereka terhadap kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan; bagaimana kontrol dan partisipasi mereka; serta apakah mereka benar-benar merasakan manfaat pembangunan,” tutur Menteri Bintang dalam Musyawarah Perempuan Nasional untuk Perencanaan Pembangunan Tahun 2023, di Jakarta, Senin (17/4/2023).
Menurut Menteri Bintang, tantangan upaya pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak saat ini bukan hanya mengetahui permasalahan yang ada di tengah masyarakat, tetapi ketepatan program dan kebijakan Kementerian/ Lembaga, pemerintah daerah, maupun organisasi masyarakat.
“Jangan sampai apa yang kita anggap baik, sebenarnya tidak. Dengan mendengarkan suara perempuan, maka pemerintah akan mampu membuat perencanaan pembangunan yang tepat kebutuhan, tepat sasaran, tepat waktu, dan tepat manfaat. Secara umum, pembangunan sudah terselenggara dengan baik dan meluas, tetapi belum berhasil menjawab masalah ketimpangan, dalam hal ini ketimpangan gender yang masih mendasari ketertinggalan perempuan dan anak. Perempuan bisa ikut mengontrol dan mengawasi jalannya program yang diharapkan dapat memberikan manfaat dalam mengatasi ketimpangan gender di Indonesia, sehingga mewujudkan amanat pembangunan ‘no one left behind,” ujar Menteri Bintang.
Musyawarah Perempuan Nasional untuk Perencanaan Pembangunan adalah musyawarah pertama yang diselenggarakan KemenPPPA bersama 8 organisasi yaitu KAPAL Perempuan, PEKKA, Aisyiyah, Migrant CARE, SIGAB, BaKTI, Kemitraan dan Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI).
“Musyawarah ini untuk memastikan partisipasi dan suara perempuan terutama dari kelompok marginal benar-benar bermakna dalam perencanaan pembangunan. Tahun 2023 adalah tahun perencanaan, separuh jalan pelaksanaan Sustainable Development Goals (SDGs) dan juga harus menyusun Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045 dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029 dalam waktu yang bersamaan,” ujar Menteri Bintang.
Lebih lanjut, Menteri Bintang mengatakan, Musyawarah Perempuan Nasional untuk Perencanaan Pembangunan juga mengintegrasikan program yang dikembangkan oleh KemenPPPA sejak 2021 dalam upaya menjangkau sasaran hingga akar rumput, yaitu Desa/Kelurahan Ramah Perempuan dan Peduli Anak (D/KRPPA). Menurut Menteri PPPA, saat ini pilot project D/KRPPA sudah menjangkau 34 provinsi, 68 kabupaten/kota dan 136 desa/kelurahan, serta D/KPPPA mandiri di seluruh Indonesia.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Keluarga, Perempuan, Anak, Pemuda, dan Olahraga dari Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Woro Srihastuti Sulistyaningrum berharap hasil Musyawarah Perempuan Nasional untuk Perencanaan Pembangunan bisa memberikan masukan konkret untuk memperkuat dan menajamkan proses penyusunan perencanaan pembangunan, khususnya lima tahun pertama dari periode RPJPN 2025-2045.
“RPJMN baru akan kita siapkan kajian teknokratiknya. Di sinilah kesempatan menggali berbagai hal yang perlu menjadi perhatian kita untuk pembangunan Indonesia paling tidak lima tahun pertama RPJPN,” ucap Woro.
Direktur Eksekutif KAPAL Perempuan Misiyah menyebutkan Musyawarah Perempuan Nasional untuk Perencanaan Pembangunan diikuti oleh 664 desa/nagari/kelurahan, 136 kabupaten/kota, dan 38 provinsi.
“Kita memberikan perhatian kepada perempuan-perempuan marjinal, khususnya perempuan kepala keluarga, migran, pekerja rumah tangga, adat, wilayah terpencil, dan disabilitas,” ujar Misiyah. (Guffe)