Jakarta, NUSANTARAPOS.CO.ID – Masa jabatan Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia (PP INI) terus menjadi perbincangan diantara rekan-rekan anggota perkumpulan.
Pieter Latumaten, anggota DKP PP INI mengatakan bahwa dalam AD/ART PP INI Pasal 19 ayat 2, telah mengatur bahwa PP dan Dewan Kehormatan Pusat efektif berakhir sejak serah terima jabatan dari pengurus lama kepada pengurus baru. Hal ini, katanya dilakukan pada saat atau pasca pelaksanaan kongres Ikatan Notaris Indonesia (INI).
“Berbeda dengan Pasal 18 ayat 5 AD/ART INI yang menyebut secara tegas PP Demisioner sedangkan dalam Pasal 19 ayat 2 AD/ART INI tidak ada menyebut kata demisioner, sehingga jika terjadi perbedaan tafsir, maka hal ini adalah otoritatif dari pengadilan,” ungkap Pieter Latumaten melalui siaran pers, Selasa (18/7/2023).
Dia melanjutkan, AD/ART PP INI memisahkan antara masa jabatan dan kewenangan. Ikatan Notaris Indonesia, kata Pieter sebagai badan hukum berbentuk perkumpulan, mempunyai organ yang namanya Pengurus Pusat, yang mempunyai tugas dan wewenang mewakili Perkumpulan sebagai subjek hukum baik di dalam maupun di luar pengadilan, dimana Pengwil dan Pengda bagian integral dari PP.
“Ironisnya AD/ART mengatur bahwa masa jabatan pengurus daerah dan pengurus wilayah sama dengan masa jabatan pengurus pusat, sehingga jika dianalogkan bahwa masa jabatan pengurus pusat sudah berakhir berarti masa jabatan pengurus wilayah dan pengurus daerah juga sudah berakhir, dan dalam keadaan demikian terjadilah status quo atas perkumpulan INI,” ujarnya.
Menurutnya, jabatan dalam organisasi perkumpulan INI merupakan jabatan pengabdian atau pelayanan, bukan jabatan publik. Sehingga, menduduki suatu jabatan organisasi profesi, harus merupakan panggilan jiwa untuk mengabdi terhadap sesama, atau untuk kepentingan anggota, karena itu masalah internal organisasi selesaikan secara internal.
Berkaitan dengan terbitnya Surat Dirjen AHU berkaitan dengan pelaksanaan kongres dengan cara I Vote dengan waktu paling lama pada akhir Agustus 2023, kata Pieter lahir dari rembuk nasional atau kesepakatan antara pengwil dan PP INI, yang menyerahkan kebijakan pelaksanaan kongres INI kepada Kementerian Hukum dan HAM RI (Kemenkumham RI).
“Seandainya ada yang merasa bahwa surat Dirjen belum memenuhi ketentuan AD/ART maka bisa dilakukan melalaui usulan keputusan di luar kongres. Artinya kita serahkan semuanya kepada anggota sebagai pemilik hak suara, karena keputusan di luar kongres mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan keputusan yang diambil dalam kongres,” tegas pria berdarah Maluku tersebut.
Masih kata dia, persoalan internal organisasi, mudah diselesaikan jika masing-masing pihak melepaskan egonya dan duduk bersama sama mencari solusinya, dan siapapun yang dipercaya untuk memimpin organisasi INI harus didukung sepenuhnya.
Soal i-vote nasional, menurut Pieter itu baik dan bermanfaat bagi seluruh anggota Perkumpulan INI. Karena, dengan cara I-Vote atau E-Vote Nasional, dapat melibatkan sebagian besar pemilik hak suara, dimana selama ini dalam suatu kongres paling banyak hadir secara fisik sebanyak 4.000 anggota, dari lebih kurang 20.000 anggota INI.
“Artinya siapapun yang terpilih dalam kongres tidak legitimate, karena dipilih dari minoritas anggota. Melalui I vote, diharapkan seluruh atau sebagai besar dapat berpartisipasi dalam kegiatan kongres, dimana setiap anggota dapat menggunakan hak pilih tanpa perlu hadir secara fisik dan tanpa harus mengeluarkan biaya transportasi, akomodasi dan lainnya atau tanpa biaya yang membebankan dan ketua umum terpilih merupakan pilihan dari mayoritas anggota,” tegasnya.
Pria yang juga mengajar di Universitas Indonesia itu menerangkan, tidak ada pasal dalam AD/ART yang melarang tata cara pemilihan dilakukan melalui I-Vote (E-Vote Nasional). Artinya, kata dia boleh dilakukan e-vote nasional sepanjang pemilihan dilakukan secara langsung, bebas, rahasia, jujur dan transparan.
“Selama ini pemilihan dilakukan dalam ruang fisik, sekarang di konversi melalui ruang virtual, dimana anggota yang punya hak suara biasa secara langsung mengikuti kegiatan kongres secara online, menggunakan hak pilih secara bebas, dan rahasia, bahkan jujur dan transparan. Dalam pelaksanaan pemilihan secara e-vote nasional melibatkan instansi yang berkompeten seperti BSSN, Kemenkumham serta masing masing calon dapat mengikut sertakan ahli IT-nya dalam pelaksanaannya,” tutur Pieter.
Apa yang dikatakan Benny K Harman dalam RDP dengan Komisi III DPR RI, menurutnya bagus sekali, dimana melalui i-vote, dapat menjadi role model bagi organisasi lain. Jadi, sekali lagi, soal kisruh belakangan ini, dirinya meminta untuk menghilangkan ego masing-masing. Ini, kata dia bukan jabatan publik, hanya jabatan pengabdian yang sifatnya kolektif kolegial.
“Mari kita duduk sama-sama kalau perlu semua duduk dalam kepengurusan, jadi sepakat siapapun yang terpilih semua akan diakomodir duduk dalam kepengurusan, selesai,” harap Pieter.
Dia menambahkan, anggota perkumpulan INI adalah notaris yang diangkat oleh kementerian, dan semua kegiatan-kegiatan pelayanan terhadap anggota berkaitan dengan kementerian selalu melibatkan organisasi. Jadi, apa yang telah disepakati antara pengwil dan PP INI untuk menyerahkan kebijakan berkaitan dengan kongres kepada Kementerian, harus dipatuhi dan dilaksanakan, sebagai bukti apa yang telah disepakati tidak diingkari.
“UU Jabatan Notaris hanya mesyaratkan pengangkatan notaris, magang atau bekerja di kantor notaris selama 2 tahun berturut-turut dan persyaratan Kode Etik Notaris hanya diatur dalam Peraturan Menteri. Tetapi, Kementerian selalu melibatkan organisasi notaris berkaitan rekomendasi dengan pengangkatan dan pindah wilayah jabatannya, serta hal lain yang terkait. Bisa saja terjadi jika konflik berkepanjangan, keterkaitan dengan pengangkatan dan pindah wilayah jabatan dan atau rekomendasi organisasi notaris sebagai syarat, dihapus dan ditiadakan. SALAM PERSATUAN,” pungkas Pieter.