Bantuan Alat Pertanian di Desa Tangkil Jadi Perhatian Komisi II DPRD Trenggalek

Komisi II Saat Menggelar Rapat Bersama OPD Mitra Bahas KUA-PPAS perubahan

TRENGGALEK, NUSANTARAPOS,- Bantuan alat penggilingan padi di Desa Tangkil menjadi sorotan Komisi II DPRD Trenggalek dalam rapat membahas rancangan KUA-PPAS untuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Perubahan 2023.

Menurut Komisi II, bantuan yang turun ke kelompok tani atau gapoktan tersebut salah sasaran karena bantuan tersebut turun justru di wilayah yang hasil panen padi nya kurang produktif.

Hal itu dikatakan Mugianto selaku Ketua Komisi II DPRD Trenggalek bahwa asal anggaran untuk bantuan tersebut dari DAK, dan telah terlaksana di tahun kemarin. Yakni turun di desa tangkil berupa alat produksi pertanian.

Padahal dalam kenyataan dilapangan wilayah tersebut tidak merupakan wilayah produksi padi yang produktif. “Rapat kali ini kami lebih kepada melakukan klarifikasi terkait alokasi bantuan peralatan pertanian pada dinas mitra,” kata Mugianto, Kamis (10/8/2023).

Dijelaskan Mugianto, pihaknya telah melakukan klarifikasi secara detail karena ada dugaan kurang tepat sasarannya sebuah bantuan. Hal itu terjadi pada kelompok tani atau gapoktan desa tangkil. Dimana gapoktan tersebut tahun lalu telah menerima bantuan berupa alat produksi penggilingan padi.

Namun demikian, sebenarnya jika melihat di lapangan bahwa di wilayah desa tangkil tersebut sangat minim petani yang memproduksi padi. Maka, komisi mempertanyakan kok malah dapat bantuan dan titik anggaran lainnya, ternyata sempat terjawab bahwa bantuan tersebut dari dana DAK dan di kunci dari kementerian.

“Jika melihat itu, bukankah usulan seharusnya berasal dari bawah, karena logika prosesnya seperti itu. Namun yang kami tangkap bahwa bantuan itu hanya sebuah keinginan bukan kebutuhan,” tegasnya.

Mugianto juga menerangkan, dalam problem itu masalahnya ada pada wilayah yang mendapatkan bantuan bukan merupakan wilayah produktif penghasil padi. Kenapa kok ada pendirian penggilingan pagi disana, masalah lain jika itu beroperasi otomatis biaya produksi wilayah di sekitar sangat, karena lebih kepada wilayah lain yang jauh untuk menjangkau.

Jadi penentuan titik sasaran bantuan itu sangat salah, maka dari hal itu harus sangat jeli dan benar karena kriteria wilayah hasil produksi padi yang besar besar di situlah yang harus di perhatikan. Bahkan inventarisasi dari daerah mana yang layak itu yang harus dipakai.

“Misal jika dilihat sesuai lapangan, tentu daerah penghasil produksi padi terbesar itu ada di wilayah desa sawahan, manggis, baran dan bodak. Wilayah itu bisa menghasilkan panen padi tiga kali setahun,” contohnya.

Bahkan menurut Mugianto, wilayah pertanian itu sudah masuk di kawasan hutan, jadi jelas tidak menutup kemungkinan petani padi saja hanya memiliki beberapa petak sawah saja. Tidak hanya itu, selain mendapatkan bantuan alat penggilingan padi tahun lalu, tahun ini masih akan mendapatkan, bantuan gabah sekitar 30 ton.

“Maka kita meminta opd tetap melihat kebutuhan bukan keinginan saja dalam hal memberikan bantuan,” pintanya. (ADV)