Jakarta, NUSANTARAPOS.CO.ID – Jajaran Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia (PP INI) hasil Kongres XXIV di Tangerang beberapa waktu memberikan tanggapan mengenai akan diadakannya Kongres Luar Biasa (KLB) oleh 25 Pengurus Wilayah (P25) di Bandung pada 29 – 30 Oktober 2023 mendatang. Tanggapan tersebut dijelaskan oleh jajaran PP INI diantaranya Aulia Taufani (Kabid. IT), Herna Gunawan (Kabid. ALB), Agung Iriantoro (Sekretaris Umum), Taufik (Kabid. Organisasi) dan Wiratmoko (Kabid. Humas) dengan menggelar konferensi pers di Gedung Sarinah, Jakarta Pusat, Senin (23/10/2023).
Kabid. IT Aulia Taufani mengatakan Kongres XXIV adalah lanjutan dari Kongres XXIII, meskipun kedudukannya sama antara KLB dan Kongres namun mereka tidak bisa berdiri sendiri.
“Karena KLB juga dikenal dengan pra Kongres. Meskipun dalam sejarah pernah ada ketua umum yang dilantik dalam KLB yakni di tahun 2013 dimana saat itu Pak Adrian yang terpilih,” ucap Aulia.
Dia melanjutkan, saat ini keluarga besar INI seperti ada dua rel kereta yang sedang berjalan-jalan masing-masing. Katanya, ada argumentasi Kongres XXIV dianggap tidak pernah ada.
“Mereka juga menganggap bukan hanya tidak sah, bahkan Zonk. Dan mereka yang menginginkan KLB, berangkat dari KLB Kampar sebagai pembanding. Yang jadi masalah kenapa menggunakan KLB, harusnya pra kongres. Walaupun dalam sejarah kepengurusan INI pernah ada ketua umum yang dilantik di KLB,” jelasnya.
Sementara itu Ketua Bidang Organisasi PP INI, Taufik, menjelaskan sepanjang sejarah perjalanan PP INI baru sekali ketua umum dipilih di forum KLB yaitu pada tahun 2013 di Bali.
Pelaksanaan KLB saat itu, kata Taufik, karena pada saat kongres 2012 di Yogyakarta, yang kemudian dilanjutkan di Balai Sudirman, Jakarta gagal memilih ketua umum.
“Padahal LPJ sudah diterima, dan terbentuk pengurus pusat Demisioner. Berdasarkan kesepakatan, membentuk Pimpinan Kolektif Kolegial (PKK) yang diisi oleh para calon yang ditetapkan di Kongres untuk dikukuhkan sebagai pimpinan. Tugasnya untuk mempersiapkan KLB serta melanjutkan pemilihan ketua umum dan dewan kehormatan pusat,” ujar Taufik.
Dia melanjutkan, berdasarkan pengalaman tersebut, maka pada saat RP3YD di Banten 2015, ada penambahan pada pasal 5 ayat 18 AD/ART PP INI untuk menutupi kekosongan kepengurusan jika terjadi sesuatu.
Dimana pasal tersebut berbunyi; “Dalam hal sebab apapun sidang pleno Kongres tidak berhasil memilih ketua umum, maka presedium berwenang untuk menghentikan kongres”.
“Dalam hal terjadi demikian PP INI dan DKP Demisioner berwenang menjalankan tugas-tugas kepengurusan PP ini sesuai yang diatur dalam AD/ART organisasi dengan tujuan agar tidak terjadi kekosongan kepengurusan,” ucapnya.
Hal itu menurut Taufik, tidak berlaku di pengurus pusat saja, juga pengurus wilayah. Serta juga berlaku kepada kepengurusan daerah.
“Mekanisme ini sengaja dibuat untuk tidak terjadi kekosongan kepengurusan. Saya menghimbau kepada semua anggota jangan terpengaruh dengan narasi, PP sudah berakhir, karena hal itu tidak pernah dikehendaki AD/ART,” tegas Taufik.
Lebih jauh dia menjelaskan, adapun penyelenggaraan dan pelaksanaan KLB itu sendiri sudah dijelaskan pada pasal 21 AD/ART PP INI, contohnya; apabila ketua umum terpilih, terbukti dan diketahui melakukan pelanggaran.
Dia menambahkan, jika ada hal-hal yang tidak tepat atau tidak disetujui bisa melalui forum yang ada seperti Mahkamah Perkumpulan. Menurut Taufik, itu yang menjadi pegangan bersama, bukannya pendapat pribadi seakan-akan itu pendapat yang benar.
“Ada juga pengadilan atau forum sesuai dengan kongres yang sudah terlaksana. Bukan memaksakan pendapat pribadi di medsos dengan membingungkan anggota,” tandasnya.
Sementara itu, Sekretaris Umum PP INI, Agung Iriantoro menerangkan bahwa KLB yang dijalankan sekarang berbeda dengan yang lalu. Pada KLB 2013 lalu, menurutnya sudah jelas ada tahapannya.
Inilah kata Agung yang harus dipahami seluruh anggota, jangan ikutan satu informasi yang tidak ada payung hukumnya.
“Saya menghimbau kepada anggota untuk tidak mengikuti kegiatan yang tidak ada dasar hukumnya. Kami mohon untuk tidak terprovokasi satu kegiatan yang melanggar AD/ART. Tentunya, batas-batas pelanggaran itu pengurus pusat nantinya pasti punya diskresi (kebebasan bertindak, red) terhadap pelanggaran tersebut,” pungkasnya.
Terakhir dia berharap semua anggota bisa mencermati, mengambil sikap, dan tidak mudah terhasut kepada KLB tersebut. Serta, fokus pada kegiatan PP.
“Terkait perubahan pengurus, apakah ini mengikuti UU Keormasan atau RUU Perkumpulan, mari kita kaji secara ilmiah, kontruksi hukum apa yang pas,” pungkasnya.