Penulis: Ketua Perhimpunan Masyarakat Nusantara (HASRAT) Sugiyanto
Jakarta, Nusantarapos.co.id – Dalam berbagai kesempatan debat atau kampanye, calon presiden nomor urut 1 Anies Rasyid Baswedan sering kali menonjolkan rekam jejaknya sebagai gubernur DKI Jakarta. Strategi ini menjadi senjata ampuh untuk meyakinkan masyarakat atas prestasinya saat menjabat dan menangkis serangan dari lawan politiknya.
Dalam hal ini, pemilaian kinerja terkait pemenuhan kebahagiaan warga Jakarta menjadi aspek penting. Hal ini mengingat jargon Anies Baswedan sebagai mantan Gubernur adalah “Maju Kotanya Bahagia Warganya.” Dalam kontek ini, capaian kinerja Anies seharusnya mencerminkan kebahagiaan warga Jakarta selama masa kepemimpinannya.
Namun yang terjadi, saat memimpin Jakarta, Anies Baswedan gagal mewujudkan “Bahagia Warganya.” Dengan demikian, jargon ini dapat dianggap sekadar retorika kosong tanpa dampak nyata pada kebahagiaan warga Jakarta.
Evaluasi kegagalan kinerja Anies Baswedan merujuk pada survei terakhir Badan Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta. Pada tahun 2021, BPS mencatat penurunan indeks kebahagiaan DKI Jakarta menjadi 70,68 poin dari skala 0-100. Angka ini menurun dari 71,33 poin pada tahun 2017. Sedangkan pada tahun 2014, BPS merilis indeks kebahagiaan DKI Jakarta hanya 69,21 poin.
Dengan demikian, capaian kinerja gubernur dapat dinilai melalui perbandingan indeks kebahagiaan DKI Jakarta pada tahun 2014, 2017, dan 2021. Kesimpulannya, masa pemerintahan gubernur sebelum Anies Baswedan menunjukkan peningkatan, menandakan bahwa masyarakat Jakarta menjadi lebih bahagia dibandingkan pada masa pemerintahan Anies.
Dalam hal ini, BPS DKI Jakarta mengukur indeks Kebahagiaan Daerah (Provinsi) menggunakan 3 (tiga) dimensi. Dimensi pertama diukur berdasarkan kepuasan hidup warga (life satisfaction), perasaan (affect), dan makna hidup (eudaimonia).
Terkait hal ini, diketahui selama memimpin Jakarta eks gubernurAnies diperkirakan telah mengalokasikan total dana sebesar Rp 395,74 triliun dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI Jakarta. Namum indeks kebahagiaan Jakarta pada tahun 2021 tetap berada pada peringkat kedelapan terendah dengan skor hanya 70,68.
Ironisnya, Provinsi DKI Jakarta dengan total APBD sebesar Rp 395,74 triliun tidak mampu masuk dalam 10 besar provinsi paling bahagia, tidak dapat mewakili Pulau Jawa. Berdasarkan survei BPS DKI Jakarta, indeks kebahagiaan hanya mencapai 70,68 poin, menunjukkan kegagalan Gubernur Anies dalam memenuhi janjinya membahagiakan warganya.
Meskipun jargon “Anies “Bahagia Warganya’” terdengar ambisius, kenyataannya sia-sia dan gagal total. Pertanyaan tentang kemampuan APBD sebesar Rp 395,74 triliun untuk menyelesaikan persoalan klasik Jakarta dan lainnya tetap menggantung.
Pertanyaan-pertanyaan tersebut mungkin tak perlu dijawab, karena indeks Kebahagiaan DKI Jakarta saja gagal meningkat. Artinya, dapat dianggap rekam jejak kepemimpinan mantan Gubernur Anies Baswedan dinilai buruk karena tidak berhasil mewujudkan jargon bahagia warganya. Dengan kata lain, selama memimpin Jakarta, Anies Baswedan dianggap gagal meningkatkan kebahagiaan warga.
Namun, untuk menjaga transparansi, perlu diungkapkan bahwa mantan gubernur Anies mengalami kegagalan dalam menangani isu klasik Jakarta, seperti banjir dan kemacetan. Implementasi Elektronik Road Pricing (ERP) atau sistem jalan berbayar tidak berhasil.
Selain itu, Anies gagal dalam penanganan masalah sampah, khususnya pembangunan tempat pengelolaan sampah modern (Intermediate Treatment Facility/ITF). Meskipun program ITF sudah dirancang pada masa Gubernur Fauzi Bowo, Groundbreaking ITF Sunter oleh Gubernur Anies pada 20 Desember 2018 belum menghasilkan realisasi hingga akhir masa jabatannya.
Kegagalan lainnya dapat diidentifikasi dalam Perda Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2017-2022 yang tidak berhasil direvisi selama masa jabatan Anies Baswedan, termasuk ketidakmampuan mencapai target pembangunan Rumah DP nol rupiah. Pada kesempatan lain, saya akan menjelaskan secara rinci berbagai kegagalan program Anies Baswedan, termasuk berbagai aspek kebijakannya.