Penulis: Ketua Himpunan Masyarakat Nusantara (Hasrat) Sugiyanto
Jakarta, Nusantarapos.co.id – Usulan hak angket di Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) yang diajukan oleh calon presiden nomor urut 3, Ganjar Pranowo, dan didukung oleh calon presiden nomor urut 1, Anies Baswedan, terus berkembang. Meskipun terjadi kontroversi di masyarakat, desakan terhadap hal ini semakin meningkat, dan kemungkinan terwujud semakin besar.
Namun, apakah DPR menyadari kemungkinan konsekuensi yang mungkin muncul saat menggunakan hak angket terkait pemilu? Untuk menjawab ini, mari kita pertimbangkan tiga potensi isu yang dapat menjadi pokok permasalahan dalam usulan hak angket terkait pemilu.
Pertama, kemungkinan hak angket akan menyoroti dugaan kecurangan dalam pemilihan umum atau pemilu yang terjadi secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM). Dalam konteks ini, DPR dapat menghadapi tekanan besar dari publik karena dianggap mencampuri kewenangan Mahkamah Konstitusi (MK).
Konstitusi dengan tegas menugaskan MK untuk memutuskan sengketa terkait hasil pemilu, termasuk dugaan kecurangan TSM. Situasinya semakin kompleks jika MK merasa terganggu dan harus mengadili sengketa mengenai kewenangan lembaga negara terkait.
Oleh karena itu, DPR mungkin akan menghadapi tantangan berat dari MK dan kritikan masyarakat, dianggap mencampuri wewenang MK. Upaya mengungkap dugaan kecurangan terkait pemilu 2024 yang dianggap terjadi secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) akan menjadi sia-sia. Dengan demikian, langkah ini dapat berujung pada jalan buntu bagi DPR.
Kedua, kemungkinan hak angket DPR terkait pemilu 2024 akan menargetkan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Jokowi dapat dianggap melanggar peraturan perundang-undangan atau ketidaknetralan, dan aspek lainnya. Dalam kontek ini, DPR mungkin menghadapi kesulitan membuktikan dengan pasti pelanggaran aturan yang dilakukan oleh Presiden Jokowi.
Saat ini belum ada bukti resmi dan meyakinkan yang menunjukkan bahwa Jokowi melanggar peraturan terkait pemilu 2024. Jokowi juga belum membuat kebijakan, termasuk keputusan presiden (kepres) atau kebijakan lainnya, yang secara jelas melanggar ketentuan perundang-undangan terkait pemilu.
Jika DPR tidak dapat membuktikan secara tepat hal ini, dapat berdampak negatif pada DPR, terutama bagi anggota yang mendukung hak angket. Konsekuensinya, mungkin timbul ketegangan dalam hubungan antara Pemerintah dan DPR, termasuk dengan masyarakat yang tidak mendukung hak angket.
Selain itu, ada cara yang paling mudah untuk menangani hal ini, yakni Presiden Jokowi dapat berargumentasi bahwa urusan pemilu sepenuhnya berada di bawah wewenang Komisi Pemilihan Umum (KPU). Sesuai amanat Konstitusi yang menegaskan bahwa Pemilu dilaksanakan oleh KPU yang bersifat nasional dan mandiri. Akibatnya, DPR dapat menjadi rentan, dan langkah ini memiliki potensi untuk menuju kegagalan atau jalan buntu.
Potensi isu terakhir, ketiga yang kemungkinan dipilih DPR adalah mempertanyakan hak angket DPR terhadap KPU, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan lembaga terkait lainnya. Tema ini dianggap sebagai dasar pokok masalah karena dianggap dapat menjadi landasan untuk mempertanyakan hal-hal yang melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan.
Namun, KPU, Bawaslu, dan lembaga terkait lainnya dapat mengargumentasikan bahwa mereka telah mematuhi semua ketentuan peraturan perundang-undangan secara lengkap, transparan, dan sesuai dengan prosedur. Sebagai jawaban dasar, mereka dapat dengan mudah menjelaskan bahwa KPU dan Bawaslu selalu berkoordinasi dengan DPR, termasuk dalam hal sosialisasi semua tahapan pemilu berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dengan kata lain, tidak ada alasan logis bagi DPR untuk mempertanyakan KPU terkait semua proses tahapan pemilu dan pelaksanaannya. Semua tindakan ini dilakukan oleh KPU dan Bawaslu, termasuk lembaga terkait lainnya secara terbuka dan transparan. Oleh karena itu, kemungkinan langkah ini dapat berakhir sia-sia, dan hak angket DPR terkait hal ini dapat menghadapi jalan buntu.
Oleh karena itu, dengan mempertimbangkan uraian di atas, sebaiknya DPR perlu bersikap cermat sebelum memutuskan untuk menggunakan hak angket terkait pemilu.
Jika DPR meyakini bahwa hak angket ini dapat menghasilkan solusi, langkah tersebut bisa dipertimbangkan. Namun, seandainya hak angket terkait pemilu 2024 ini berisiko menjadi sia-sia dan hanya berujung pada jalan buntu, DPR sebaiknya menunda atau mengendapkan usulan hak angket ini.