Penulis: Ketua Himpunan Masyarakat Nusantara (HASRAT) Sugiyanto
Jakarta, Nusantarapos.co.id – Sampai hari ini, Jumat, 7 Juni 2024, Badan Pembinaan Badan Usaha Milik Daerah (BPBUMD) Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta belum membuka laporan keuangan PT. Jakarta Propertindo (PT. Jakpro). Data pada portal BPBUMD DKI Jakarta masih menunjukkan laporan keuangan terakhir pada tahun buku 2022.
Merujuk pada tahun buku 2022, besar kemungkinan pada tahun buku 2023 PT. Jakpro kembali mengalami kerugian usaha. Hal inilah yang mungkin menjadi sebab mengapa BPBUMD DKI Jakarta masih belum membuka laporan keuangan PT. Jakpro untuk tahun buku 2023.
Pada era mantan Gubernur Anies Baswedan, dalam tahun buku 2019, BUMD PT. Jakpro mengalami rugi usaha sebesar Rp. 76,22 miliar. Pada tahun buku 2020, rugi meningkat menjadi Rp. 240,89 miliar, dan pada tahun buku 2021 rugi tercatat sebesar Rp. 110 miliar.
Pada tahun buku 2022, PT. Jakpro kembali mengalami kerugian, dan pada tanggal 16 Oktober 2022, Anies Baswedan berhenti menjabat sebagai Gubernur dan digantikan oleh Pejabat (Pj) Gubernur Heru Budi Hartono yang dilantik pada tanggal 17 Oktober 2022.
Dengan demikian, ada andil dari eks Gubernur Anies Baswedan dan Pj Gubernur Heru Budi Hartono pada tahun buku 2022, di mana PT. Jakpro mencatatkan kerugian usaha sebesar Rp. 280,28 miliar. Sedangkan, total kerugian BUMD PT. Jakpro selama era Anies Baswedan dan Pj Gubernur Heru Budi Hartono dari tahun 2019 hingga 2022 adalah sebesar Rp. 708,22 miliar.
Jika PT. Jakpro juga mengalami kerugian usaha pada tahun buku 2023, misalnya sebesar Rp. 300 miliar, maka total kerugian usaha PT. Jakpro selama lima tahun bisa mencapai Rp. 1 triliun!
Melihat potensi rugi usaha BUMD PT. Jakpro yang kemungkinan bisa mencapai Rp. 1 triliun, penting bagi rakyat atau masyarakat Jakarta untuk meminta pertanggungjawaban atas hal ini. Dalam konteks ini, masyarakat Jakarta bisa meminta pertanggungjawaban kepada Gubernur dan atau Pejabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta serta Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta.
Untuk diketahui, 99,998 persen saham BUMD Perseroda PT. Jakpro adalah milik Pemprov DKI Jakarta, dan 0,002 persen milik Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Pasar Jaya. Sedangkan 100 persen saham Perumda Pasar Jaya adalah milik Pemprov DKI Jakarta.
Artinya, BUMD Perseroda PT. Jakpro 100 persen sahamnya milik Pemprov DKI Jakarta, maka dapat dianggap PT. Jakpro adalah milik masyarakat Jakarta. Dengan demikian, bila BUMD Perseroda PT. Jakpro mengalami rugi usaha maka juga menjadi kerugian bagi Pemprov DKI Jakarta dan masyarakat DKI Jakarta.
Dari sinilah pentingnya masyarakat Jakarta untuk meminta pertanggungjawaban Gubernur dan atau Pj Gubernur serta DPRD DKI Jakarta. Publik harus diberitahu tentang faktor penyebab rugi usaha dari BUMD Perseroda PT. Jakpro sejak tahun buku 2019 hingga tahun buku 2022 dan kemungkinan rugi usaha pada tahun buku 2023, termasuk mencari solusi untuk mengatasi masalah ini.
Sebagai dasar rujukan, masyarakat Jakarta bisa berpedoman pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2017 tentang Badan Usaha Milik Daerah.
Dalam aturan tersebut disebutkan bahwa kepala daerah mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan pada perusahaan perseroan daerah yang berkedudukan sebagai pemegang saham.
Kemudian pada Pasal 34 huruf (a) dijelaskan bahwa kepala daerah tidak bertanggung jawab atas kerugian Perusahaan Perseroan Daerah (Perseroda) apabila dapat membuktikan tidak mempunyai kepentingan pribadi baik langsung maupun tidak langsung. Namun jika dalam membuat kebijakan terdapat kepentingan pribadi, maka kepala daerah dapat dimintai pertanggungjawaban.
Ketentuan aturan tersebut bisa dijadikan alasan kuat bagi masyarakat Jakarta untuk meminta pertanggungjawaban kepada kepala daerah atas kerugian BUMD. Dalam konteks ini, jika DPRD Jakarta bersikap kritis kepada kepala daerah, maka Dewan bisa membentuk Pansus Kerugian BUMD PT. Jakpro.
Dari sini, Pansus dapat mencari faktor penyebab rugi usaha yang mencapai PT. Jakpro Rp. 708,22 miliar sejak tahun buku 2019 hingga 2022. Jika pada tahun buku 2023 juga terjadi rugi usaha, maka kemungkinan rugi usahanya bisa tembus Rp. 1 triliun.
Tujuannya agar masyarakat Jakarta meminta pertanggungjawaban kepada kepala daerah dan Dewan adalah agar mereka lebih berhati-hati dalam menjalankan tugas sebagai pemegang saham BUMD. Dalam membuat kebijakan atau penugasan kepada BUMD termasuk membuat kebijakan pemberian Penyertaan Modal Daerah (PMD) kepada BUMD di Provinsi DKI Jakarta.