Nusantarapos, Jakarta – Rancangan Undang-Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak (RUU KIA) yang baru disahkan DPR RI mengatur cuti bagi ayah untuk mendampingi istrinya selama masa kritis setelah melahirkan.
Menurut ketentuan ini, suami berhak mendapatkan cuti selama 40 hari. Aturan ini dibuat untuk memastikan ibu mendapatkan dukungan penuh dari suami selama periode penting ini, dapat membantu mengurangi risiko kesehatan fisik dan mental, seperti sindrom baby.
Durasi cuti ayah ini dapat disesuaikan dengan kebutuhan berdasarkan kesepakatan antara pekerja dan pemberi kerja. Hal ini bertujuan untuk memberikan fleksibilitas dan memastikan bahwa dukungan yang diberikan sesuai dengan kondisi masing-masing keluarga.
Dalam hal ini Lenny N. Rosalin selaku Praktisi dan Pemerhati Bidang Kesetaraan Gender dan Panitia Kerja (Panja) Pemerintah untuk RUU KIA menyatakan bahwa durasi cuti ayah dapat disesuaikan dengan kebutuhan keluarga.
Menurutnya, fleksibilitas ini memungkinkan ayah untuk mendampingi istri mereka selama masa kritis setelah melahirkan dan menyesuaikan cuti dengan kondisi keluarga masing-masing. Ucapnya saat dijumpai usai acar Media Talk, Kemen PPPA Jakarta, Rabu (12/6/2024).
Lanjutnya, ketika membahas RUU ini, banyak dokter yang menyatakan bahwa untuk kelahiran normal, ibu dan bayi biasanya sudah bisa pulang sehari setelah melahirkan. Oleh karena itu, fleksibilitas dalam durasi cuti ayah ini dimaksudkan untuk menyesuaikan dengan kondisi nyata yang dihadapi keluarga.
Lenny pun mengutip masukan dari dokter yang mengatakan bahwa dalam kasus kelahiran normal, ibu dan bayi biasanya bisa pulang sehari setelah melahirkan, dan setelah operasi caesar, ibu bisa turun dari tempat tidur pada hari kedua.
“Cuti ayah pun dapat diperpanjang lebih dari ketentuan dua hari jika ibu atau bayi yang baru lahir memiliki kondisi kerentanan khusus yang memerlukan perhatian lebih,” imbuhnya.
Lenny mengharapkan perusahaan perusahaan akan menyelaraskan peraturan internal mereka dengan ketentuan dalam UU KIA ini, sebagai bagian dari sebuah proses.
Lebih lanjut Lenny mengungkapkan,
Kerentanan yang dimaksud mencakup istri yang mengalami masalah kesehatan, gangguan kesehatan, komplikasi pascapersalinan, atau keguguran. Selain itu, jika anak yang dilahirkan mengalami masalah kesehatan, gangguan kesehatan, atau komplikasi, cuti ayah juga bisa diperpanjang.
Pasal 6 ayat (2) huruf a Undang-Undang tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA) mengatur tentang hak cuti bagi suami dalam rangka mendampingi istri pada masa persalinan.
Isi pasal tersebut menyebutkan bahwa suami berhak mendapatkan cuti pendampingan selama dua hari, dengan kemungkinan diperpanjang hingga tiga hari tambahan atau sesuai kesepakatan dengan pihak terkait.
Hal ini bertujuan untuk memastikan dukungan yang memadai bagi ibu yang sedang melahirkan, serta untuk memperkuat peran ayah dalam proses persalinan dan perawatan awal bayi.
Adapun Poin-Poin Utama pasal ini: (1). Hak Cuti Suami, Suami berhak mendapatkan cuti pendampingan istri selama masa persalinan.
(2). Durasi Cuti, Cuti ini diberikan selama dua hari. (3). Perpanjangan Cuti, Cuti dapat diperpanjang hingga paling lama tiga hari tambahan. Dan (4). Kesepakatan, Durasi cuti tambahan dapat disesuaikan berdasarkan kesepakatan antara pihak suami dan pemberi kerja atau pihak terkait lainnya.
Tujuan dari pasal inil memberikan dukungan emosional dan fisik kepada istri saat persalinan, memperkuat ikatan keluarga dengan melibatkan suami dalam proses persalinan dan perawatan bayi, serta mendorong partisipasi aktif suami dalam kesejahteraan ibu dan anak selama masa kritis 1000 hari pertama kehidupan.
Peraturan ini menunjukkan komitmen hukum dalam mendukung kesejahteraan keluarga, khususnya selama masa persalinan yang sangat penting bagi ibu dan anak. (Guffe)