Jakarta, NUSANTARAPOS.CO.ID – Masyarakat Papua menolak dengan keras pelaksanaan pilkada serentak di Papua pada 2024 ini yang diindikasikan hanya diikuti oleh satu pasang calon kepala daerah. Karena hal itu berpotensi akan terjadi gesekan di masyarakat. Penegasan ini berlaku di semua tingkatan pemilihan baik Gubenur, walikota dan bupati di Papua.
“Demokrasi dan pemilu damai itu harus dapat berjalan baik, supaya pemilihan itu datang dari hati murni warga masyarakat. Kalau satu pihak saja, warga lain yang tidak menginginkan itu mereka diam, disitulah ruang demokrasi itu dibuka, supaya memilih sesuai hati,” kata ketua PGGP Papua, yang berbicara mewakili aspirasi masyarakat Papua itu, Jumat (16/8).
Dia mengatakan, seruan yang disampaikan pihaknya itu,karena dilatarbelakangi oleh kegelisahan masyarakat di akar rumput tentang Pilkada 2024 di Papua yang diisukan menjurus pada satu pasangan calon saja atau tunggal. Artinya pasangan tunggal ini akan melawan kotak kosong.
“Belakangan ada suara dari masyarakat di sekitar Jayapura, sepertinya ada kegelisahan, kecemasan, dengar-dengar, calon atau yang mau maju ini akan berhadapan dengan kotak kosong, artinya satu calon saja,” kata Uskup Jayapura itu.
Bahkan kata dia, di beberapa tempat, dirinya juga menemukan suara-suara masyarakat akar rumput yang juga menyampaikan kegelisahan serupa. Tidak sampai disitu, beberapa tokoh gereja dan kelompok pemuda di Papua mendatangi dirinya sebagai ketua PGGP Papua dan meminta PGGP menyikapi hal tersebut.
“Saya jalan di beberapa tempat dan dengar seperti itu. Kemarin juga ada kelompok pemuda dan pendeta untuk melihat ini bagaimana,”ujarnya.
Menyikapi isu tersebut, pihaknya mengumpulkan semua pengurus denominasi gereja di Papua termasuk tokoh perempuan dan pimpinan organisasi perempuan di Papua, agar mendengar langsung aspirasi-aspirasi masyarakat terkait hal ini. Sehingga selanjutnya bisa diambil sikap seperti apa yang dilakukan kedepan.
“Karena itu pertemuan ini kita lakukan supaya kita dengarkan aspirasi dari masyarakat dan pemuda dan berkehendak apa dan maunya apa setelah dengar seperti itu. Kita belum tahu di Papua ini apakah benar lawan kotak kosong atau tidak, karena belum ada penentuan yang resmi. Tapi ada berita tersebar, ada kegelisahan masyarakat, jangan sampai ada berhadapan kotak kosong,”ujarnya dalam rapat itu.
Karena itu, PGGP juga menyikapinya dengan menyampaikan aspirasi ini kepada MRP selaku lembaga kultur Papua. Karena itu dia berharap, aspirasi itu perlu disikapi oleh pemerintah pusat, karena yang memilih kepala daerah itu adalah masyarakat dan masyarakat memiliki hak untuk memilih.
Lanjut dia, pemerintah pusat dan pihak penyelenggara, sekali lagi diharapkan harus memberikan pendidikan politik yang baik kepada masyarakat Papua. Supaya masyarakat menggunakan hak pilih mereka untuk memilih pemimpin yang mereka kehendaki, sesuai kehendak masyarakat bukan pemimpin pejabat.
“Karena itu ruang ini dibuka, apakah mereka mau kotak kosong pada saat pilikada, atau masyarakat ingin ada calon lain untuk masyarkat bisa menentukan secara bebas. Karena itu meminta MRP yang adalah wakil masyarakat bisa menampung aspirasi ini dan diteruskan kepada pihak lain. Sampaikan kepada MRP segera disikapi, waktu kita singkat dan terlambat,”ujarnya.
Dia menambahkan, gereja pada intinya mendukung pelaksnaan pilkada damai di Papua. Karena itu, apa yang disampaikan pihaknya itu, harus disikapi oleh pemerintah pusat, supaya tidak terjadi hal hal yang diinginkan, terutama gesekan di tengah masyarakat.
“Ini sifatnya imbauan moral dari gereja-gereja, kalau kami tidak sampaikan kepada pihak terkait, berarti kami merasa bersalah. Kalau ada apa apa kami sudah sampaikan. Supaya diambil jalan sebijksana mungkin sebelum terjadi sesuatu,” katanya lagi.