Nusantarapos, Jakarta – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) memastikan akan mengawal kasus kekerasan seksual yang melibatkan anak (13) sebagai korban di Sumenep, Madura agar hak-hak korban dilindungi dan proses hukum berjalan sesuai dengan ketentuan.
Kasus ini menjadi perhatian publik karena melibatkan pelaku yang seharusnya melindungi anak. Tersangka J (41), seorang kepala sekolah SD, dan E (41), Ibu kandung korban yang saat ini telah ditetapkan sebagai tersangka oleh pihak Polres Sumenep.
Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak (PKA) Kemen PPPA, Nahar mengatakan,
Kami turut prihatin dan sedih terhadap kejadian yang menimpa korban. Pertama-tama tentu melalui Tim Layanan Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 memastikan akan mengawal kasus ini bekerja sama dengan stakeholder terkait yakni UPTD PPA Jawa Timur dan Sumenep, serta pihak kepolisian.
“Kami ingin menekankan bahwa yang terpenting saat ini selain mengawal proses hukum adalah memberikan layanan yang dIbutuhkan dan pemenuhan hak-hak korban terlebih karena korban masih usia anak,” ujar Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak (PKA) Kemen PPPA, Nahar. Selasa (3/9/2024)
Kejadian miris ini terungkap dari laporan Ayah korban pada 26 Agustus 2024 lalu. Ayah korban yang sudah lama pisah rumah dengan Ibu korban mendapat kabar dari keluarga bahwa anaknya (korban) telah menjadi korban pencabulan oleh J dengan dibantu oleh tersangka lain yakni Ibu korban.
Ayah korban lalu melaporkan kejadian tersebut ke Polres Sumenep. Berkat gerak cepat pihak kepolisian, pelaku J kini sudah diamankan di kepolisian setempat, sementara terlapor E juga telah ditetapkan sebagai tersangka.
Dikabarkan kedua tersangka memiliki hubungan asmara dan tersangka E dijanjikan akan diberikan motor Vespa oleh tersangka J.
Nahar menjelaskan, dari koordinasi intensif Tim Layanan SAPA 129 dengan UPTD PPA Sumenep dapat kami sampaikan bahwa UPTD PPA Sumenep telah melakukan koordinasi intensif dengan penyidik terkait kasus yang saat ini ditangani.
“Namun, penyidik menekankan pentingnya menghindari campur tangan pihak luar selama proses BAP (Berita Acara Pemeriksaan) untuk menjaga konsistensi informasi,” ujar Nahar.
“Saat ini UPTD PPA Sumenep akan melakukan penjangkauan terhadap korban untuk memberikan pendampingan dan dukungan yang diperlukan seperti layanan psikologis serta mendapatkan informasi tambahan,” jelas Nahar.
Nahar menambahkan, pentingnya dukungan semua pihak demi memastikan kepentingan terbaik bagi korban. Kemarin petugas UPTD PPA Sumenep bersama dengan Dinas Pendidikan telah mengunjungi sekolah korban saat ini, salah satu SMP di Sumenep untuk bertemu dengan kepala sekolah yang diyakini mengetahui kronologi kejadian.
“Selain itu UPTD PPA Sumenep juga berencana untuk memastikan status pendidikan korban yang diduga putus sekolah serta berkoordinasi kembali dengan Polres setempat mengenai proses hukum yang sedang berlangsung. Gelar perkara terkait kasus ini akan dilaksanakan dalam waktu dekat,” sambungnya.
“Dari informasi yang kami terima, kejadian persetubuhan dan pencabulan terhadap korban ini terjadi berulang kali. Kami mengapresiasi sikap tanggap pihak kepolisan sudah menetapkan kedua terlapor sebagai terangka dan sudah dilakukan penahanan,” tutur Nahar.
Pada kasus ini tersangka J diduga telah melakukan Tindak Pidana Persetubuhan terhadap anak yang melanggar pasal 76D UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman pidana paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp.5 miliar.
Dann ditambah sepertiga karena pelaku merupakan pendidik dan/ atau tenaga kependidikan sesuai pasal 81 ayat (1) dan (3) UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Nahar menyebutkan, perlu diketahui bahwa Indonesia saat ini telah memiliki Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). Dalam pasal 23 UU TPKS menyebutkan tindak pidana kekerasan seksual tidak dapat dilakukan penyelesaian di luar proses peradilan.
“Kami harapkan dukungan dan kerja sama seluruh pihak untuk sama-sama mengawal kasus ini agar korban mendapatkan keadilan dan para tersangka menerima ganjaran yang sesuai,” tutur Nahar.
Lebih jauh Nahar menegaskan, dalam kasus ini, pendampingan dan pemulihan psikologis terhadap korban sangat diperlukan karena kejadian tersebut sangat berpotensi menimbulkan trauma.
Perlu dilakukan penyelidikan lebih lanjut mengenai motif Ibu korban terhadap anaknya, apakah kasus ini murni tindak pidana perdagangan orang (TPPO) ataukah ada ancaman yang diterima Ibu dari pelaku kekerasan seksual.
Selain itu, penting untuk memastikan bahwa lingkungan tempat tinggal anak saat ini aman dan hak pendidikannya berjalan, mengingat kejadian ini dapat menimbulkan stigma negatif terhadap anak.
Kami melalui Tim Layanan SAPA 129 Kemen PPPA akan terus berkoordinasi dengan UPTD PPA Jawa Timur dan Sumenep perihal proses hukum dan memastikan korban mendapatkan layanan psikologis yang dIbutuhkan.
Kami pun menghimbau bagi siapapun yang menjadi korban, melihat, ataupun mendengar kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak dapat melapor layanan SAPA 129 dapat mengakses dengan mudah melalui hotline 129 atau Whatsapp 08111-129-129. (Guffe)