Nusantarapos, Jakarta – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) bersama LPKA (Lembaga Pembinaan Khusus Anak) bekerja sama untuk memperkuat perlindungan anak yang berhadapan dengan hukum.
Inisiatif ini bertujuan untuk memastikan hak-hak anak terlindungi, memberikan rehabilitasi, serta mendukung reintegrasi sosial mereka.
Melalui program pelatihan, pendampingan hukum, dan layanan psikososial, diharapkan anak-anak dapat memperoleh keadilan dan mendapatkan kesempatan kedua untuk membangun masa depan yang lebih baik.
Kemen PPPA mengimplementasikan berbagai program dan regulasi untuk melindungi anak yang memerlukan perhatian lebih, terutama yang berhadapan dengan hukum. Beberapa langkah yang diambil meliputi Pendidikan dan Pelatihan, Pendampingan Hukum, Rehabilitasi dan Reintegration, Advokasi dan Kesadaran Publik, Kebijakan dan Regulasi.
Melalui langkah-langkah ini, Kemen PPPA berupaya menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung bagi anak-anak yang berhadapan dengan hukum.
Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kemen PPPA, Nahar, menegaskan bahwa Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) merupakan instrumen penting dalam memberikan perlindungan kepada anak yang berhadapan dengan hukum (ABH).
LPKA berfungsi tidak hanya sebagai tempat penahanan, tetapi juga sebagai sarana rehabilitasi yang mendukung perkembangan anak secara holistik.
Nahar menyatakan bahwa dengan pendekatan yang tepat, LPKA dapat membantu anak mengatasi masalah yang dihadapi, mempersiapkan mereka untuk reintegrasi sosial, serta memastikan hak-hak mereka terlindungi.
Data terbaru Proyeksi Penduduk Interim 2022 menunjukkan bahwa sepertiga dari total populasi Indonesia, yaitu lebih dari 79 juta jiwa, terdiri dari anak-anak. Namun, menurut Badan Pusat Statistik (BPS) dalam Profil Anak 2023, hanya 84,33 persen anak-anak yang diasuh oleh kedua orang tua. Sementara itu, 4,76 persen tidak diasuh oleh orang tua, 8,34 persen diasuh oleh ibu saja, dan 2,51 persen diasuh oleh ayah saja.
“Kekerasan dalam pengasuhan juga menjadi faktor risiko yang dapat menyebabkan masalah psikologis pada anak,” ujar Nahar dalam acara Media Talk Kemen PPPA di Jakarta pada Rabu (18/9/2024).
Ia menekankan pentingnya menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung bagi anak-anak, serta perlunya edukasi bagi orang tua mengenai metode pengasuhan yang positif untuk mencegah dampak negatif terhadap perkembangan psikologis anak.
Nahar mengingatkan bahwa jika hak anak tidak dipenuhi, biaya yang harus ditanggung masyarakat bisa sangat tinggi. Misalnya, dalam kasus hukum, proses seperti tes DNA atau visum dapat menjadi beban tambahan.
Hal ini menunjukkan bahwa perlindungan anak tidak hanya penting dari sisi moral, tetapi juga dari sisi ekonomi. Laporan Mahkamah Agung dari Januari hingga Agustus 2023 mencatat terdapat 4.749 perkara anak yang masuk ke pengadilan, dengan kasus pencurian dan perlindungan anak sebagai yang terbanyak.
Kondisi ini menyoroti kebutuhan mendesak untuk meningkatkan upaya perlindungan anak guna mengurangi angka kejahatan dan beban sistem peradilan.
Lebih jauh, Nahar mengungkapkan bahwa Kemen PPPA berkomitmen untuk meningkatkan upaya perlindungan anak melalui program literasi digital, pengasuhan layak, dan rehabilitasi. Selain itu, forum anak dan kelompok-kelompok masyarakat dilibatkan dalam upaya ini untuk menciptakan lingkungan yang lebih aman bagi anak.
Melalui kolaborasi ini, diharapkan anak-anak dapat tumbuh dan berkembang dalam kondisi yang lebih baik.
Meskipun pelaporan kekerasan terhadap anak meningkat dalam enam tahun terakhir, prevalensinya masih di bawah 2 persen, menunjukkan banyak kasus yang belum terlaporkan. Hal ini menekankan perlunya sistem pelaporan yang lebih efektif dan kesadaran masyarakat mengenai perlindungan anak.
Ia menekankan pentingnya edukasi dan aksesibilitas dalam melaporkan kasus kekerasan untuk memastikan setiap anak mendapatkan perlindungan yang layak.
Regulasi seperti Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2021 tentang Perlindungan Khusus Anak menegaskan komitmen pemerintah dalam perlindungan anak. LPKA juga menerapkan Standar Lembaga Perlindungan Khusus Ramah Anak (Lemperkura) untuk memastikan kualitas layanan yang diberikan.
Melalui langkah-langkah ini, diharapkan anak-anak yang berhadapan dengan hukum dapat mendapatkan perlindungan dan rehabilitasi yang sesuai.
Tim standardisasi Lemperkura, yang terdiri dari berbagai Kementerian/Lembaga, Tim Ahli Standarisasi, dan pemerhati anak, akan melakukan pengukuran untuk memastikan lembaga-lembaga yang memberikan layanan kepada anak mematuhi standar yang ditetapkan.
Upaya ini bertujuan untuk menjamin kualitas layanan bagi anak dan memastikan bahwa hak-hak mereka terpenuhi dengan baik.
Ini adalah langkah penting untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan perlindungan bagi anak-anak di Indonesia. Dengan berbagai langkah ini, pemerintah berharap dapat menciptakan sistem penyelenggaraan pelayanan terpadu yang tidak hanya memenuhi kebutuhan dasar anak, tetapi juga memastikan hak-hak mereka dilindungi dan dihormati.
Melalui upaya kolaboratif ini, diharapkan semua anak dapat tumbuh dalam lingkungan yang aman dan mendukung.
Sementara itu, Kepala LPKA Kutoarjo, Arif Rahman, mengungkapkan pentingnya perlindungan dan pembinaan anak di lembaga tersebut, mengingat hanya ada 33 LPKA yang tersebar di 38 provinsi di Indonesia. Di Jawa Tengah, LPKA Purworejo menjadi satu-satunya lembaga yang melayani 35 kabupaten/kota.
Lanjutnya, menjadikannya sangat krusial dalam memberikan rehabilitasi dan dukungan bagi anak-anak yang berhadapan dengan hukum di wilayah tersebut.
Anak-anak binaan LPKA berhak mendapatkan layanan sesuai dengan Pasal 12 UU Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan. Layanan tersebut meliputi hak menjalankan ibadah, perawatan jasmani dan rohani, pendidikan, serta kegiatan rekreasional.
Selain itu, anak-anak juga berhak atas pelayanan kesehatan yang layak, informasi, bantuan hukum, dan perlakuan manusiawi yang melindungi mereka dari segala bentuk kekerasan.
LPKA Purworejo berkomitmen untuk memberikan pembinaan yang bermakna. Kami bekerja bukan hanya menggugurkan kewajiban, tetapi memiliki tanggung jawab moral untuk membuktikan bahwa pendidikan di LPKA setara dengan pendidikan di luar,” ujar Arif.
Sebagai bagian dari upaya tersebut, LPKA menerbitkan 12 Kartu Indonesia Pintar bekerja sama dengan Dinas Pendidikan dan telah meluluskan 11 anak dari program kejar paket C.
Selain itu, anak-anak dibekali keterampilan melalui kegiatan kepramukaan dan modul pembelajaran khusus untuk anak yang berhadapan dengan hukum.
LPKA juga aktif memfasilitasi hak politik anak, termasuk pembuatan KTP dan partisipasi dalam kegiatan Pemda, seperti seleksi calon Paskibra di Kabupaten Purworejo, untuk menghargai dan melibatkan mereka dalam kegiatan sosial. (Guffe)