Penulis:Sugiyanto (SGY)-Emik
Penulis adalah Pendukung atau Relawan Mandiri Capres Prabowo Subianto pada Pilpres Februari 2024 lalu.
Jakarta, Nusantarapos.co.id – Menjelang akhir masa jabatan Presiden Jokowi, muncul pertanyaan besar: siapa yang akan menandatangani Kepres perpindahan ini?
Hari ini, Senin, 7 Oktober 2024, tersisa 14 hari atau dua minggu terakhir masa jabatan Presiden Joko Widodo (Jokowi), yang akan berakhir pada 20 Oktober 2024. Pada tanggal tersebut, akan terjadi pergantian kekuasaan, di mana Jokowi akan digantikan oleh Presiden terpilih, Prabowo Subianto, yang juga akan dilantik pada hari yang sama. Setelah pelantikan tersebut, Jokowi resmi “lengser keprabon madep pandito ratu,” dan digantikan oleh Prabowo Subianto.
Dalam konteks ini, ada satu isu penting yang menjadi sorotan publik, yaitu pemindahan Ibu Kota Negara dari Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta ke Ibu Kota Nusantara (IKN) di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur. Menjelang akhir masa jabatannya, Presiden Jokowi masih belum menerbitkan Keputusan Presiden (Kepres) yang menjadi syarat formal perpindahan Ibu Kota Negara, sesuai ketentuan Undang-Undang (UU) No. 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (IKN).
Pada Pasal 39 UU No. 3 Tahun 2022 tersebut menyebutkan, “Kedudukan, fungsi, dan peran Ibu Kota Negara tetap berada di Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta sampai dengan tanggal ditetapkannya pemindahan Ibu Kota Negara dari Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta ke Ibu Kota Nusantara dengan Keputusan Presiden.” Sementara itu, Pasal 41 menegaskan, “Sejak ditetapkannya Keputusan Presiden sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1), ketentuan Pasal 3, Pasal 4 kecuali fungsi sebagai daerah otonom, dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta sebagai Ibu Kota Negara Kesatuan Republik Indonesia dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.”
Selain itu, UU No. 2 Tahun 2024 tentang Provinsi Daerah Khusus Jakarta (DKJ), yang ditandatangani oleh Presiden Jokowi pada 25 April 2024, mengatur bahwa Jakarta akan kehilangan statusnya sebagai Ibu Kota Negara. Namun, hingga kini, dengan sisa waktu dua minggu, Presiden Jokowi belum menerbitkan Kepres pemindahan Ibu Kota Negara. Akibatnya, Jakarta masih memegang status Ibu Kota Negara sampai adanya Kepres resmi. Ketentuan ini ditegaskan kembali dalam Pasal 63 UU No. 2 Tahun 2024, yang menyatakan bahwa Jakarta tetap menjadi Ibu Kota Negara hingga ada keputusan resmi dari Presiden terkait pemindahan Ibu Kota ke IKN.
Pertanyaan Besar: Siapa yang Akan Menandatangani Kepres IKN?
Menjelang akhir masa jabatan Presiden Jokowi, muncul pertanyaan besar: siapa yang akan menandatangani Kepres perpindahan ini? Apakah Jokowi akan melakukannya sebelum 20 Oktober 2024, ataukah Prabowo Subianto sebagai Presiden terpilih yang akan mengambil keputusan penting ini?
Ada kemungkinan besar bahwa Jokowi tidak akan menerbitkan Kepres IKN sebelum 20 Oktober 2024. Tekanan publik dan pertimbangan politik mungkin menjadi faktor yang mempengaruhi keputusan ini. Meskipun Jokowi mendukung penuh perpindahan ibu kota, ia mungkin mempertimbangkan dampak politik dan sosial dari keputusan ini di akhir masa jabatannya. Keputusan sebesar ini memerlukan pertimbangan matang, dan Jokowi mungkin lebih memilih untuk membiarkan presiden berikutnya mengambil langkah final.
Sementara itu, Prabowo juga mungkin tidak akan segera menerbitkan Kepres IKN setelah dilantik. Jika Jokowi tidak menandatangani Kepres IKN, tanggung jawab tersebut akan beralih ke Prabowo Subianto. Namun, meskipun Prabowo mendukung proyek tersebut, faktor-faktor politik dan ekonomi mungkin akan membuatnya ragu untuk segera menandatangani Kepres IKN. Setidaknya terdapat lima alasan yang mungkin membuat Prabowo tidak akan segera menerbitkan Kepres IKN.
Alasa petama, Prabowo kemungkinan akan lebih fokus pada janji kampanye yang mendesak. Salah satu janji kampanye utamanya adalah program makan siang gratis untuk siswa sekolah, yang memerlukan alokasi anggaran besar. Program ini mungkin akan menjadi prioritas awal pemerintahannya, sehingga perpindahan ibu kota dapat ditempatkan lebih rendah dalam agenda.
Alasan kedua, Prabowo mungkin akan melakukan peninjauan ulang terhadap anggaran IKN. Proyek ini membutuhkan biaya besar, dan ia mungkin perlu mempertimbangkan kembali apakah anggaran negara dapat menanggung beban proyek IKN bersamaan dengan program-program prioritas lainnya.
Ketiga, Prabowo mungkin akan menyesuaikan diri dengan dinamika politik dan dukungan parlemen serta opini publik. Jika perpindahan ibu kota tidak mendapat dukungan penuh dari parlemen atau publik, ia bisa saja memilih untuk menunda keputusan tersebut.
Keempat, Prabowo kemungkinan akan mempertimbangkan kondisi ekonomi global dan nasional. Situasi ekonomi global yang tidak stabil mungkin membuatnya lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan besar seperti perpindahan ibu kota.
Yang terakhir alasan kelima, Prabowo mungkin akan mendengarkan tuntutan publik yang menginginkan penundaan proyek IKN. Banyak kelompok masyarakat yang meminta penundaan, dan Prabowo mungkin akan merespons dengan meninjau kembali rencana perpindahan sebelum mengambil langkah lebih lanjut.
Potensi Jakarta Tetap Jadi Ibu Kota dan IKN Mangkrak serta Masalah Hukum
Jika Presiden Jokowi tidak menandatangani Kepres IKN sebelum akhir masa jabatannya, dan Presiden Prabowo juga tidak segera melakukannya, ada kemungkinan besar ketentuan tersebut tidak akan berlaku selama lima tahun kepemimpinan Prabowo. Hal ini membuka peluang bahwa Jakarta akan tetap menjadi ibu kota secara permanen. Atau mungkin selamanya?
Sesuai ketentuan dalam UU IKN dan UU DKJ, tanpa Kepres resmi, perpindahan ibu kota secara administratif dan politik belum bisa dilaksanakan, meskipun pembangunan fisik di IKN telah dimulai. Ini berpotensi menyebabkan stagnasi proyek, dengan Jakarta tetap berfungsi sebagai pusat pemerintahan de facto.
Jika Kepres IKN tidak segera diterbitkan, proyek ini berisiko mangkrak. Besarnya tekanan publik yang menolak pembangunan IKN juga berpotensi menempatkan proyek ini dalam sorotan khusus, yang memerlukan evaluasi dan kajian ulang lebih mendalam. Akibat dari evaluasi dan kajian ulang tersebut, proyek IKN bisa mengalami penundaan. Hal ini membuka kemungkinan bahwa proyek IKN benar-benar menjadi mangkrak, yaitu Proyek IKN Mangkrak.
Dalam konteks ini, pembangunan yang sudah berjalan tanpa kejelasan legalitas sebagai Ibukota Negara dapat menimbulkan persepsi terjadinya pemborosan anggaran negara dan menciptakan ketidakpastian hukum. Kondisi ini bisa membuka pintu bagi berbagai masalah hukum di masa depan, terkait potensi pelanggaran dalam pelaksanaan proyek IKN. Namun, sebagai pendukung Prabowo Subianto saat Pilpres Februari 2024 lalu, saya meyakini bahwa di bawah kepemimpinan baru Presiden Prabowo Subianto, akan ada solusi terbaik terkait masalah perpindahan Ibu Kota Negara ini.