Nusantarapos, Jakarta – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) terus mendorong peningkatan representasi perempuan di posisi strategis, khususnya sebagai pimpinan Alat Kelengkapan Dewan (AKD) di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI.
Langkah ini dilakukan untuk memastikan suara dan aspirasi perempuan lebih kuat terdengar dalam proses legislasi, pengawasan, dan penyusunan anggaran negara.
Kemen PPPA percaya bahwa kehadiran lebih banyak perempuan di posisi kunci tidak hanya akan memperkaya perspektif dalam pengambilan keputusan, tetapi juga mendorong kebijakan yang lebih inklusif dan responsif terhadap isu-isu gender serta perlindungan anak.
Inisiatif ini sejalan dengan komitmen pemerintah untuk mencapai kesetaraan gender dan memberdayakan perempuan dalam berbagai sektor kehidupan, termasuk politik dan pemerintahan.
Kepemimpinan perempuan dalam Alat Kelengkapan Dewan (AKD) sangat penting karena posisi ini memainkan peran strategis dalam mendorong proses legislasi yang menciptakan keadilan gender.
Dengan menghadirkan perspektif dan pengalaman yang unik, pemimpin perempuan dapat memastikan bahwa kebijakan yang dihasilkan tidak hanya mempertimbangkan kepentingan sebagian kelompok, tetapi juga mewakili kebutuhan dan aspirasi semua lapisan masyarakat.
Hal ini menjadi kunci dalam menciptakan lingkungan yang inklusif, di mana isu-isu gender mendapatkan perhatian yang layak dan kebijakan yang dihasilkan berorientasi pada pemberdayaan perempuan serta perlindungan anak.
Selain itu, keterlibatan perempuan dalam kepemimpinan AKD dapat menginspirasi generasi mendatang untuk berpartisipasi aktif dalam proses politik, sekaligus memperkuat demokrasi di Indonesia.
“Posisi kepemimpinan dalam AKD sangat strategis, karena AKD menentukan agenda legislasi, mengatur sidang, dan mengambil keputusan tentang undang-undang. Oleh karena itu, penting untuk menempatkan perempuan di AKD agar mereka dapat mendorong proses legislasi yang mewujudkan keadilan gender,” ujar Plt. Deputi Bidang Kesetaraan Gender Kemen PPPA, Rini Handayani, pada acara Media Talk, 17 Oktober 2024.
Rini menyampaikan, peran perempuan dalam politik telah dijamin oleh Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2023, yang merupakan perubahan atas UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Dalam pasal 173 ayat 2 butir e, disebutkan adanya afirmasi 30 persen keterwakilan perempuan.
Rini menegaskan, meskipun peran perempuan sudah dijamin, mereka tidak boleh berhenti setelah terpilih sebagai anggota legislatif. Partisipasi perempuan dalam AKD sangat penting, terutama menjelang pemetaan jabatan. Namun, masih ada kendala, di mana semakin tinggi jabatan strategis di politik, semakin sedikit perempuan yang menjabat.
Rini menyampaikan bahwa pada 2024, keterwakilan perempuan di DPR RI baru 20,5 persen, masih di bawah target 30 persen. Di posisi pimpinan AKD, perempuan hanya 12,5 persen, atau 11 dari 87 orang. Banyak posisi pimpinan perempuan di AKD DPR RI masih kosong, seperti di Mahkamah Kehormatan Dewan, Badan Legislasi, Badan Anggaran, dan Badan Kerjasama Antar Parlemen.
Lanjut Rini, berdasarkan sebaran partai politik, masih terdapat tiga partai politik yang tidak memiliki perempuan sebagai anggota kelengkapan dewan yaitu Partai Demokrat, Partai Amanat Rakyat (PAN), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Kemen PPPA akan terus mendukung partisipasi perempuan di politik, khususnya di posisi strategis. Ke depan, mereka akan berupaya merevisi peraturan terkait politik dan pemilihan umum untuk menciptakan sistem yang ramah perempuan.
“Hal ini penting untuk mendorong sistem politik yang inklusif dan mendukung kebijakan 30 persen keterwakilan perempuan di legislatif,” pungkas Rini.
Asdep Pengarusutamaan Gender Bidang Politik dan Hukum Kemen PPPA, Iip Ilham Firman, menekankan pentingnya mendorong keterwakilan dan kepemimpinan perempuan di politik sebagai isu global.
“Sayangnya, posisi Indonesia dalam pemberdayaan politik perempuan menurun dari peringkat 81 di tahun 2023 menjadi peringkat 107 di tahun 2024, menurut Global Gender Gap Index,” ucapnya.
Pakar hukum dari Universitas Indonesia Titi Anggraini memberikan masukan kepada pemerintah untuk dapat memberikan insentif lebih pada partai politik jika mencalonkan kader perempuan pada pemilihan legislatif, dibandingkan jika mencalonkan kader laki-laki.
“Hal itu tidak hanya akan meringankan beban kampanye bagi partai politik, namun juga mendorong kebijakan afirmasi perempuan sebanyak 30 persen dari kuota pencalonan terlaksana,” tandasnya. ***(Guffe).