HUKUM  

Ike Farida Kian Terpojok Setelah Saksi Kunci Dihadirkan Dalam Sidang

Tampak Ibu-ibu mengenakan baju berisi dukungan terhadap Nurindah MM Simbolon sebagai saksi kunci sumpah palsu terdakwa Ike Farida.

Jakarta, NUSANTARAPOS.CO.ID – Perkara sumpah palsu dengan terdakwa Ike Farida, hari ini (25/10/2024) memasuki persidangan ke-5 dengan agenda mendengarkan kesaksian pihak pelapor dari pihak pengembang yang memasarkan unit apartemen kepada Ike Farida, dan empat orang mantan kuasa hukum Ike Farida yang mengetahui kronologis peristiwa sumpah palsu yang dilakukan Ike.

Sebagaimana diketahui bahwa perkara pidana sumpah palsu ini berawal dari novum yang digunakan Ike pada saat mengajukan Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung tahun 2020. Novum yang digunakan Ike adalah bukti yang sudah digunakan saat di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, tahun 2015 dan pada saat banding di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.

Namun, pada saat mengajukan memori Peninjauan Kembali terdakwa Ike Farida melalui kuasanya Nurindah MM Simbolon bersumpah di depan Majelis Hakim bahwa novum-novum tersebut baru ditemukan dan belum pernah digunakan pada perkara sebelumnya. Tindakan terdakwa membuat sumpah palsu inilah yang menjadi objek perkara pidana sumpah palsu dalam persidangan ini.

Dalam kesaksiannya pihak pengembang menyampaikan bahwa pemesanan unit apartemen oleh Ike Farida terjadi pada Mei 2012. Sejak awal bagian marketing sudah menyampaikan bahwa pembelian apartemen bisa dilakukan dengan badan hukum berupa Perseroan Terbatas atau individu.

Awalnya, Ike Farida melakukan pemesanan apartemen menggunakan kantor hukum Farida Law Office atau Persek Farida Law Office, namun bagian legal pengembang menyatakan bahwa Persek tidak bisa, karena bukan badan hukum.

Kemudian Ike Farida mengganti pemesanan dengan menggunakan nama pribadi Ike Farida. Namun karena Ike Farida bersuamikan warga negara asing dan tidak memiliki perjanjian perkawinan pisah harta pada saat pemesanan unit apartemen Mei 2012, maka proses pembuatan Perjanjian Perikatan Jual Beli) dan AJB (Akta Jual Beli) atas nama Ike Farida tidak bisa dilanjutkan.

Karena jika tidak ada perjanjian pisah harta, maka apartemen akan menjadi harta bersama. Sementara menurut peraturan hukum perkawinan yang berlaku tahun 2012 bahwa perjanjian perkawinan harus sudah dibuat sebelum atau pada saat pernikahan. Hukum Indonesia juga mengatur bahwa warga negara asing tidak bisa memiliki hak milik pribadi di Indonesia.

“Tidak adanya perjanjian pisah harta antara Ike Farida dengan suaminya yang berwarga negara asing inilah sebagai penyebab utama tidak bisa dilanjutnya pembuatan PPJB dan AJB antara pengembang dengan Ike Farida. Jika dipaksakan, maka pengembang justru melanggar hukum. Pada tahun 2012 pengembang telah menawarkan pengembalian uang secara utuh kepada Ike Farida, tetapi selalu ditolak, sehingga masalah ini berkepanjangan sampai 12 tahun,” ungkap Ai Siti Fatimah, bagian legal pengembang yang bersaksi hari ini.

Lebih lanjut Ai Siti Fatimah memaparkan, “Sejak tahun 2012, ketika ada kendala pembuatan PPJB dan AJB, pengembang sudah memberikan penawaran pengembalian uang pesanan apartemen kepada terdakwa Ike Farida. Bahkan pengembang sudah mengajukan konsinyasi pada Pengadilan Negeri Jakarta Timur, namun terdakwa menolak pengembalian. Hal itulah yang menyebabkan kasus ini berlarut-larut hingga 12 tahun dan menjadi perkara pidana seperti saat ini”.

Setelah mendengarkan kesaksian pengembang, JPU mengagendakan kesaksian Nurindah MM Simbolon, Mantan kuasa hukum Ike Farida ketika mengajukan memori peninjauan kembali pada tahun 2020.

Dalam keterangannya kepada media, Nurindah melalui kuasa hukumnya, Lammarasi Sihalolo menjelaskan bahwa bukti baru atau novum yang diajukan dalam memori peninjauan kembali merupakan atas persetujuan dari Ike Farida, termasuk sumpah penemu bukti baru yang dilakukan Mei 2020 adalah atas izin dari Ike Farida.

“Pada tahun 2020 klien saya sebagai kuasa hukum yang juga sekaligus sebagai karyawan di kantor hukum Ike Farida. Jadi tidak mungkin klien saya bertindak tanpa perintah atau persetujuan dari Ike Farida. Dimulai dari pembahasan draft memori peninjauan kembali hingga novum yang akan diajukan telah dibahas dan diberi paraf persetujuan oleh Ike Farida. Jadi tidak benar kalau klien saya berbuat atas inisiatifnya sendiri,” ujar Lammarasi.

Lebih lanjut Lammarasi menjelaskan, “Saya berharap Ibu Ike Farida tidak mengorbankan klien saya dalam perkara ini. Karena pada tahun 2020 itu klien saya hanyalah sebagai advokat junior yang ingin belajar di Farida Law Office. Ibu Ike sebagai Advokat senior pasti lebih paham dari klien saya tentang bagaimana ketentuan hukum mengenai syarat novum dan sumpah novum. Jadi ketika klien saya mewakili Ibu Ike mengambil sumpah sebagai penemu novum pada Mei 2020, hal itu klien saya lakukan dalam kapasitas menjalankan kuasa dari Ibu Ike”.

Sementara itu, terdakwa Ike Farida dengan didampingi kuasanya, Kamaruddin Simanjuntak, menyayangkan tindakan Jaksa menghadirkan 4 orang mantan advokat terdakwa Ike Farida karena dalam menjalankan tugasnya advokat tidak boleh membuka rahasia kliennya.

“Kami meminta JPU bekerja secara profesional dan tidak menghadirkan mantan advokat terdakwa Ike Farida sebagai saksi dalam persidangan ini karena advokat terikat kode etik untuk menjaga kerahasiaan kliennya,” ujar Kamaruddin.

Dalam persidangan tampak hadir pengunjung dengan menggunakan seragam warna putih bertuliskan, “Jangan Korbankan Mantan Kuasamu, dia bertindak atas persetujuanmu, tegakkan hukum pelaku sumpah palsu (242 KUHP)”, serta pengunjung dengan seragam warna merah dengan tanda barcode.

Terhadap 4 mantan kuasa hukum terdakwa Ike Farida yang sudah disumpah, tapi belum memberikan keterangan, hakim memutuskan akan dihadirkan kembali pada persidangan hari Senin (28/10) mendatang.