Seiring berjalannya kepailitan yang menjerat perusahaan tektil terbesar di Jawa Tengah, yang bernama dahulu PT. Sritek cukup menarik untuk dikaji, terutama sikap pemerintah dibawah pemerintahan Prabowo – Gibran melalui Kementrian Ketengakerjaan yang digawangi oleh Emmanuel Ebenezer selaku Wamen Kemenaker. Seperti yang bersangkutan mendapat tugas khusus dari Presiden demi penyelematan karyawan Sritek dalam pailit.
Setelah mengulik perkara Pailit yang telah digelar di Pengadilan Niaga No. 2/Pdt-Homologasi/2024/PN Niaga Semarang dan perkara ini adalah lanjutan dari Perkara No. 12/Pdt. Sus-PKPU/202021/PN. Niaga Semarang (dikutip dari CNBC,30 Oktober 2024). Dalam perkara Permohonan No 12 tersebut pihak Pemohon PKPU (Pailit) adalah PT IBR (Indo Bharat Rayon) telah terjadi perdamaian (homogolasi) antara PT. Sinar Panca Djaya sebagai Termohon PKPU dan dua perusahaan lainnya yang bernaung dibawah management Sritek.
Dari link berita Pemohon PKPU No. 12 hanya PT IBR yang ditulis (berita CNBC), padahal menurut pasal 1 ayat 2, UU 37/2004, intinya : kreditor dalam mengajukan Permohonan Pailit (PKPU) harus ada tagihan/hutang yang salah satunya sudah jatuh tempo. Jadi kalau hanya satu kreditor tidak dapat diajukan kepailitan ke Pengadilan Niaga, domeinnya Pengadilan Negeri.
Pembeda kasus Perdata dengan Kepailitan
Baik kasus Perdata dan Kepailtan dari rumpun yang sama, yaitu bersumber dari KUHPerdata (Kita UU Perdata), terdapat dalam buku tiga tentang, Perjanjian dan Perikatan. Namun dalam kasus Kepailitan yang diatur dalam buku tiga yang sama masuk dalam undang-undang khusus (lex spesialis), utamanya hutang yang dapat digugat harus dua kreditor dan salah satunya sudah jatuh tempo.
Sedangkan pada kasus Perdata tidak demikian, asalkan sudah jatuh tempo dan tidak memenuhi pembayaran (wanprestasi) pasal 1234, 1238 KUHPerdata, walaupun pihaknya hanya satu dapat diajukan gugatan ke pengadilan Negeri. Dan pihak-pihaknya sudah tertentu seperti yang tercantum dalam surat gugatan, tidak boleh diluar itu.
Sementara dalam kasus kepailitan selain harus ada 2 kreditor, juga penentuan para kreditor semua kreditor/perusahaan orang perorang yang mempunyai tagihan yang tidak masuk dalam gugatan atau permohonan, sebab para kreditor selain syarat yang diterapkan dalam pasal 1 ayat 2 UU Kepallitan maka para kreditor dapat dinyatakan sebagai kreditor asal dapat dibuktikan bahwa orang atau badan hukum (PT) mempunyai tagihan baik yang akan dan atau sudah jatuh tempo. Dan kewengan seseorang atau badan hukum sebagai kreditor akan ditentukan oleh kurator.
Pada kasus ke pailitan, aset yang dalam penguasaan kurator dibawah hakim pengawas biasanya dapat melakukan penjualan secara lelang terbuka kepada masyarakat, biasanya lelang pertama dengan tertinggi hingga terendah.
Dan uang-uang yang diperoleh akan dibayarkan kepada kreditor, baik kreditor preferen atau kreditor yang memegang jaminan dan biasanya pembayarannya didahulukan atau diistimewakan dari kreditor umumnya seperti kreditor konkuren atau pihak yang tidak punya jaminan akan tetapi mempunyai hak tagih yang harus dibayar.
Kapan kelompok usaha dibawah PT.Sritek (sebagai badan hukum) dinyatakan gagal bayar dan dipailitkan?
Pada tahun 2021 perusahaan yang bernaung di PT Sritek TBK diajukan PKPU dibawah register perkara No. 12/2021 dan dalam perkara tersebut telah terjadi perdamaian (homogolasi) antara Pemohon PKPU dan Para Termohon PKPU. Dari rentang waktu perjanjian atau hingga tahun 2024, rupanya Perusahaan tidak mampu membayar kesepakatan yang telah dituangkan dalam PKPU tidak dapat dipenuhi atau Grup PT Sritek dalam pailit tidak mampu membayar kewajiban hutangnya (CNN, 21 Oktober 2024).
Barangkali dari permohonan pailit dan setelah ditunjuknya Kurator dan Hakim Pengawas oleh Pengadilan Niaga Semarang, Kreditor Grup PT Sritek bukan hanya PT. IBR barangkali Kreditor diluar itu adalah bagian seluruh hutang Grup Sritek. Sebab kalau hanya merujuk hutang dengan PT IBR hutang Sritek seperti dikutip CNBC, 3 November 2024 hanya Rp. 101.31 Milyar atau setara 038% dari liabiltas dari ketersediaan dana grup (Sritek).
Namun seperti dikutip diatas dengan berpijak kepada keseluruhan hutang Sritek yang sangat fantastis, Rp 14,46 triliun lebih (CNBC Indonesia, 2 November 2024) maka beban yang besar sangat maklum Sritek kehabisan nafas untuk mengatasinya, sementara persaingan bisnis tektil sedemikian menajam, terutama dari China yang dapat melumpuhkan perusahaan dalam negeri.
Ternyata dari putusan pailit yang diketok oleh Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Semarang, kuasa hukum Grup Sritek telah mengajukan Kasasi ke Mahkamah Agung. Itu artinya Sritek grup masih punya harapan tipis untuk bisa kembali normal, artinya putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Semarang harus dibatalkan. Pertanyaannya, apakah Mahkamah Agung berani menganulir putusan Pengadilan dibawahnya?
Karena sejatinya syarat pailit sudah terpenuhi dengan tidak dipenuhinya perjanjian yang telah disepakati. Kecuali langkah pemerintah yang akan menjadi wasit dalam perkara ini mendapat respon dari para Kreditor bahwa perkara ditempuh dengan jalan duduk bersama. Semua sepakat Sritek Grup ditempatkan pada posisi dihidupkan kembali dengan cara menahan diri untuk tidak menarik dana atas hutang hutang Sritek.
Kasus Pailit masuk dalam hukum Privat
Dari kacamata hukum kasus ini adalah kasus perdata atau dalam lex spesialisnya masuk pada Kepailitan yang mempunyai hubungan hukum antara perusahaan yang satu dengan perusahaan yang lainnya. Dan dari keduanya sama-sama ingin ada penyelesaian terkait masalah hutang piutang. Sehingga dari kajian ini peran negara menjadi tidak nampak. Barangkali benang merah yang bisa ditarik, negara hadir dalam menyelamatkan buruh (Karyawan Sritek Grup).
Karena kalau bicara buruh/karyawan memang negara harus hadir untuk menyelematkan jangan sampai terjadi PHK secara besar besaran. Karena hal itu akan sangat tidak elok dimata para pemerhati ekonomi. Karena suka dan tidak suka PHK akan membawa dampak pada pengangguran. Sehingga atas dasar itu, langkah menyelamatkan Sritek Grup menjadi penting yang oleh negara perlu kehadirannya. Selamat bekerja Pak Wamen untuk Indonesia yang lebih baik.
Ditulis oleh : C. Suhadi, SH., MH.
Koordinator. : Team Hukum Merah Putih.