LBH GP Anshor DIY Temukan Fakta Baru Kasus Penusukan Santri Krapyak Yogyakarta

Yogyakarta, Nusantarapos.co.id –  Lembaga Bantuan Hukum (LBH) GP Ansor Daerah Istimewa Yogyakarta menemukan fakta terbaru dari kasus pengeroyokan dan penganiayaan disertai penusukan dua orang santri Pondok Pesantren Krapyak yang terjadi pada 22 Oktober 2024 lalu.  

LBH GP ANSHOR telah melakukan sejumlah investigasi di lokasi tempat kejadian yaitu di daerah Prawirotaman, Jalan Parangtritis, Yogyakarta dan meminta keterangan dari ke dua korban.

Sejumlah fakta ditemukan bahwa pelaku pengeroyokan dan penusukan berjumlah lebih 15 orang dan adanya kendaraan aparat Kepolisian yang berjarak 200 meter dari lokasi kejadian

Perwakilan tim penasehat hukum korban LBH GP Ansor DI Yogyakarta Muhammad Ulinnuha, SHI, MH, CM menyatakan, peristiwa ini tidaklah semata-mata diakibatkan salah sasaran ataupun tindakan pelanggaran hukum biasa.

“Perbuatan ini tidaklah semata-mata diakibatkan salah sasaran namun ini sedari awal dilakukan oleh segerombolan pelaku yang lebih dari 15 (lima belas) orang yang keluar dari Luku Café di Prawirotaman,” ujar Muhammad Ulinnuha dalam keterangannya yang diberikan kepada awak media, (4/11/2024).

Muhammad menjelaskan, terkait adanya kendaraan aparat Kepolisian di sekitar lokasi kejadian merupakan keterangan yang didapat dari para korban.

“Artinya ada banyak suara keras, akan tetapi pihak aparat kepolisian seperti tidak langsung melakukan tindakan yang serta merta untuk mencegah perbuatan tersebut. Beberapa saat setelah kejadian dalam kondisi salah satu santri bersimpah darah, polisi datang dan membawa santri ke klinik Pratama terdekat,” jelasnya.

Ia menambahkan, Tim LBH GP Ansor juga menemukan fakta bahwasannya aparat keamanan yang berseragam preman dan mobil patroli polisi sudah berada di sekitaran lokasi sejak petang/maghrib. Kalau aparat polisi berada di sekitar lokasi peristiwa tersebut, maka sangat mungkin pengeroyokan dan penganiayaan yang disertai penusukan terhadap dua Santri Pondok Krapyak tidak akan terjadi.  

“Kami berkeyakinan pihak aparat dan intel telah  mempunyai cukup informasi akan adanya potensi kerusuhan oleh sekelompok orang. Sehingga kami patut bertanya “mengapa aparat cenderung melakukan pembiaran atas potensi kerusuhan dan tidak melakukan deteksi dini untuk tindakan pencegahan atas peristiwa tersebut”?,” tambahnya.

Muhammad menceritakan bahwa saat kejadian tersebut dan para korban yang telah bersimpah darah berteriak dan meminta tolong kepada warga sekitar dan berlari ke salah satu Counter Hp, justru malah para santri di bilang “Jangan berkelahi disini” oleh masyarakat sekitar. Ini adalah ungkapan yang sangat tidak mendasar sebagai masyarakat Yogyakarta yang aman tentram, santun dan bersosial tinggi.

“Justru ini mempertegas akan adanya ketakutan yang sangat mendalam di benak masyarakat terhadap kelompok orang-orang sehingga merasa takut untuk melerai atau sekedar membantu agar tidak terjadi perbuatan tindak pidana hukum,’ tegasnya.

Namun Tim LBH ANSHOR tetap mengapresiasi dan penghargaan yang setinggi-tingginya terhadap Polresta Kota Yogyakarta yang secara cepat mampu melakukan penangkapan terhadap para terduga pelaku. Akan tetapi sebagaimana keterangan dari para korban, bahwasannya para pelaku lebih dari 15 (lima belas) orang sehingga penangkapan yang dilakukan oleh Polresta Kota Yogyakarta terhadap 7 (tujuh) tersangka belumlah selesai.

“Kami akan melakukan pengawalan kasus, pendampingan psikologis, pemulihan traumatik dan pendampingan hukum yang maksimal agar dua korban santri ini mendapatkan hak-hak sebagai korban atas keadilan. Dan mengungkap sampai tuntas para pelaku pengeroyokan dan penganiayaan disertai penusukan agar dapat benar-benar maksimal dan diproses hukum oleh Polresta Kota Yogyakarta,” ungkap Muhammad.

Tim LBH ANSHOR DIY juga mendesak Kepolisian Resort Kota Yogyakarta untuk mengusut tuntas dan menangkap serta menindak tegas kepada seluruh pelaku agar diproses secara hukum sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

Penegakan hukum secara transparan dan memberikan rasa aman dan nyaman terhadap para korban dengan terpenuhinya hak-hak sebagai korban pengeroyokan dan penganiayaan disertai penusukan agar secepatkan mendapatkan pendampingan dari trauma hiling agar kembali mampu menjalankan aktifitas dengan aman, nyaman dan tentram. (AKA)