Penulis: aktivis senior Jakarta Sugiyanto
Jakarta, Nusantarapos.co.id – Kemarin, Kamis, 28 November 2024, saya menulis artikel berjudul “Aturan Pilkada Jakarta, Pram-Duel Berpeluang Menang Satu Putaran: Tunggu Hasil Resmi KPU.” Bagi sebagian orang awam, memahami makna atau arti dari syarat kemenangan di Pilkada Jakarta, yaitu 50 persen plus satu, memang terasa sedikit rumit. Oleh karena itu, saya akan menggambarkan cara yang lebih mudah untuk memahami ketentuan tersebut.
Sejatinya, tidak ada kata-kata dalam aturan yang secara eksplisit menyebutkan 50 persen plus satu sebagai syarat mutlak untuk menang di Pilkada Jakarta. Namun, yang diatur adalah bahwa kandidat harus memperoleh suara lebih dari 50% (lima puluh persen). Untuk mempermudah pemahaman dan pengucapan, istilah tersebut kemudian dikenal sebagai 50 persen plus satu.
Sebagai contoh sederhana, mari kita ambil pemilihan Ketua Rukun Tetangga (RT) di lingkungan kita. Misalnya, terdapat 15 orang pemilih, dengan 10 suara sah dan 5 suara tidak sah. Dalam hal ini, yang dihitung hanya suara sah, yaitu sejumlah 10. Selanjutnya, jika 10 suara sah tersebut dibagi dua, hasilnya adalah 5 suara, yang mewakili 50 persen. Untuk memenangkan pemilihan, seorang kandidat harus memperoleh lebih dari 5 suara, yakni minimal 6 suara. Dengan demikian, ini sama dengan istilah 50 persen plus satu.
Kondisi pemilihan RT dengan aturan menang 50 persen plus satu, atau memperoleh minimal 6 suara, sejalan dengan ketentuan dalam Pilkada Jakarta yang juga mensyaratkan kemenangan dengan 50 persen plus satu suara. Dalam konteks Pilkada Jakarta, jika terdapat 4.500.000 pemilih dan suara sahnya mencapai 4.000.000 (dengan suara tidak sah 500.000), maka perhitungan kemenangan didasarkan pada total suara sah, yaitu 4.000.000 suara.
Dengan demikian, 50 persen dari 4.000.000 suara sah adalah 2.000.000 suara. Untuk memenuhi syarat 50 persen plus satu, kandidat perlu memperoleh minimal 2.000.000 suara ditambah 1 suara, sehingga totalnya menjadi 2.000.001 suara. Logika ini sejalan dengan syarat kemenangan dalam pemilihan RT yang disebutkan sebelumnya, di mana kandidat harus memperoleh 6 suara dari 10 suara sah yang diperebutkan untuk memenuhi ketentuan 50 persen plus satu.
Dalam konteks ini, jika 4.000.000 suara sah tersebut relevan dikaitkan dengan hasil suara Pilkada Jakarta, misalnya perolehan pasangan calon nomor urut 3, Pramono Anung dan Rano Karno (Pram-Duel), maka untuk memenangkan Pilkada Jakarta, Pram-Duel cukup memperoleh 2.000.001 suara.
Meskipun hanya unggul dengan selisih 1 suara, Pram-Duel tetap akan dinyatakan sebagai pemenang Pilkada Jakarta karena telah memenuhi syarat 50 persen plus satu suara. Hal ini menunjukkan pentingnya setiap suara dalam menentukan hasil akhir pemilihan.
Ketentuan tentang syarat pemenang Pilkada Jakarta tersebut dapat dilihat pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2024 tentang Provinsi Daerah Khusus Jakarta, Pasal 10 ayat (1) dan (2) menyebutkan. Pasal 1, “Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Jakarta dipimpin oleh satu orang Gubernur dan satu orang Wakil Gubernur yang dipilih secara langsung melalui pemilihan umum.”
Dalam pasal 2 ditegaskan, “Pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur yang memperoleh suara lebih dari 50% (lima puluh persen) ditetapkan sebagai pemenang.”
Ketentuan ini juga dipertegas oleh Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 6 Tahun 2016. Pasal 36 ayat (1) dan ayar (2), menyatakan bahwa pasangan calon yang memperoleh suara lebih dari 50% di Pilkada Jakarta langsung ditetapkan sebagai pemenang tanpa perlu putaran kedua.
Namun, jika tidak ada pasangan yang mencapai 50% suara, maka pemilihan dilanjutkan ke putaran kedua, yang diikuti oleh dua pasangan dengan perolehan suara terbanyak pertama dan kedua pada putaran pertama. Penjelasan mengenai aturan ini, baik dalam undang-undang maupun aturan KPU, sudah cukup jelas. Dengan demikian, tidak diperlukan uraian yang terlalu mendetail untuk memahaminya.
Namun demikian, uraian di atas mengenai syarat kemenangan dalam Pilkada Jakarta, yaitu 50 persen plus satu, adalah berdasarkan pemahaman saya pribadi. Masih ada ruang untuk perbedaan pendapat terkait interpretasi aturan ini. Penentu kebenaran mutlak tetap bergantung pada tafsir pembuat aturan sebagaimana diatur dalam undang-undang dan regulasi lainnya.
Dalam hal penentuan hasil Pilkada Jakarta, kita semua sebaiknya menunggu keputusan resmi dari KPU untuk memastikan tahapan Pilkada berjalan sesuai dengan prosedur yang berlaku. Hasil akhir yang sah hanya didasarkan pada penghitungan manual resmi dari KPU, bukan dari quick count maupun real count sementara.
Apakah Pilkada tuntas dalam satu putaran atau berlanjut ke putaran kedua sepenuhnya berpedoman pada hasil penghitungan manual resmi dari KPU. Wallahu a’lam bishawab.