Jakarta, NUSANTARAPOS.CO.ID – Selasa besok, 3 Desember 2024, rencananya akan digelar sidang putusan terhadap perkara dugaan sumpah palsu yang dilakukan oleh seorang Doktor Hukum Ike Farida, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Perkara ini berawal dari pemesanan apartemen oleh Ike Farida pada tahun 2012 silam, di mana tidak dapat dilanjutkan dengan penandatanganan PPJB dan AJB, setelah diketahui bahwa Ike Farida bersuamikan Warga Negara Asing (WNA) dan tidak memiliki perjanjian kawin.
Oleh pengembangan, pembayaran yang sudah masuk berniat dikembalikan secara utuh, namun ditolak Ike. Bahkan, dirinya meminta sejumlah ganti kerugian. Pada tahun 2014, seluruh pembayaran telah dikembalikan melalui konsinyasi di PN Jakarta Timur, namun tetap Ike Farida menolak untuk menerimanya.
Tahun 2015 Ike Farida melakukan upaya hukum dengan mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan nomor perkara 51/PDT.G/2015/PN JKT.SEL, kemudian banding dengan nomor perkara 93/PDT/2018/PT DKI93/PDT/2018/PT DKI, hingga kasasi dengan nomor perkara 3181 K/Pdt/2018.
Ditengah-tengah gugatannya, pada tahun 2017 Ike Farida membuat Perjanjian Perkawinan, dan menambahkan sebagai alat bukti tambahan pada perkara banding. Bersamaan pada waktu itu, Ike Farida juga mengajukan Judicial Review di Mahkamah Konstitusi dan mendapatkan putusan MK nomor 69/PUU-XIII/2015.
Pada 2018 sebagaimana diketahui, Putusan Banding menguatkan putusan tingkat pertama, dan putusan Kasasi menguatkan putusan Banding. Majelis Hakim Kasasi juga telah mempertimbangkan bahwa Putusan PN Jakarta Selatan telah diputus sebelum Putusan MK Nomor 69/PUU-XIII/2015, sehingga Putusan MK tersebut tidak memiliki akibat hukum terhadap putusan a quo.
Ike Farida kemudian melakukan upaya PK. Ike Farida memberikan Kuasa kepada Nurindah, salah satu Lawyer dari Law Firm yang dimilikinya, agar mengajukan PK dan melakukan sumpah atas bukti baru sebagai novum. Ike Farida akhirnya menang PK.
Namun, ternyata bahwa bukti yang dianggapnya baru tersebut telah dipakai pada tingkat peradilan sebelum-2nya. Sumpah dengan surat kuasa, atas bukti baru yang ternyata bukan baru tersebut secara materiil telah melanggar pasal 242 KUHP.
Dalam persidangan, Ike Farida menyatakan bahwa tidak faham kalau PK harus ada novum dan harus disumpah novum. Seseorang dengan latar belakang Pendidikan Hukum dan memiliki Law Firm tidak faham harus ada sumpah untuk menyatakan bukti baru.
“Saya tidak pernah menghadiri persidangan dari Tingkat pertama sampai dengan peninjauan Kembali, jadi saya tidak mengetahui bukti apa saja yang sudah digunakan sebelumnya. Nurindah dan Yahya sudah kami laporkan kepada Peradi karena diduga melakukan pelanggaran etik,” disampaikan Ike Farida di persidangan pada tanggal 8 November 2024 lalu.
“Yang Mulia, terus terang saya banyak belajar dari kasus ini. Selama ini saya tidak begitu paham beracara litigasi,’ kata Ike Farida di hadapan Majelis Hakim PN Jaksel.
Seluruh dokumen gugatan semuanya diparaf oleh Ike Farida. Hal inipun di persidangan juga tidak di akui oleh Ike Farida yang menyatakan bahwa hanya membubuhkan paraf saja tanpa tahu isinya.
“Ibu Ike Farida adalah orang yang teliti dan selalu memeriksa setiap dokumen yang akan digunakan, dan ada grup whatsap bersama antara kuasa hukum dengan Ike Farida, jadi semua hal pasti dibicarakan bersama dengan Ike Farida,” kata Yahya, mantan Lawyer Ike Farida dalam kesaksiannya, Selasa (28/10/2024).
Nurindah, yang diberi Kuasa oleh Ike Farida untuk mengajukan PK dan untuk melakukan sumpah bukti baru, menyatakan dirinya tidak mempunyai kepentingan apapun dalam hal ini dan semua yang saya lakukan adalah sepengetahuan dan sepersetujuan Ike Farida.
“Sebagai Advokat baru di kantor Farida Law Office, mana mungkin Nurindah berbuat tanpa izin dan persetujuan Ike Farida sebagai Advokat senior sekaligus bos di kantor Farida Law Office. Kami heran mengapa Ike Farida mau mengakui hasil kemenangan Peninjauan Kembali tetapi tidak mau mengakui prosesnya”, tutur Lammarasi didampingi Bambang, Jumat (25/10/2024).
“Bahwa terdapat percakapan antara terdakwa dengan Nurindah MM Simbolon sebelum dan setelah pengajuan memori Peninjauan Kembali dan Sumpah Novum, percakapan dilakukan melalui Whatsapp group,” ucap Jaksa pada persidangan pembacaan pledoi Kamis, 21 November 2024.
“Dan oleh karena terdakwa tidak mau mengakui perbuatannya, maka tidak ada alasan pemaaf bagi terdakwa Ike Farida,” sambung Jaksa.
“Jadi tadi sudah saya terangkan di depan sidang, bahwa katanya upaya hukum kalau saya bilang itu suatu mens rea (niat jahat), ngasih somasi tiga kali berturut-turut tiga minggu, yang kedua laporin pidana di SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan karena tidak ada bukti adnya delik pidana), yang ketiga pihak perusahaan (pengembang) menitipkan uangnya ke Pengadilan Negeri Jakarta Timur kemudian dibantahnya (Ike Farida) gak mau ngambil, yang keempat dia menggugat perdata, yang kelima terjadinya PK (Peninjuan Kembali dengan novum yang seolah-olah baru ditemukan) itu. Apa itu bukan mens rea, katanya itu upaya hukum, tapikan itu menyerang habis dengan berbagai cara,” kata ahli pidana Prof. Dr. Suhandi Cahaya, SH., MH., kepada Wartawan, Kamis (31/10/2024).