Jakarta, Nusantarapos – Kejaksaan Agung (Kejagung) merespon pernyataan Presiden Prabowo terkait vonis ringan koruptor. Diketahui, beberapa waktu lalu Presiden mengatakan agar koruptor dihukum hingga 50 tahun penjara.
Hal ini terkait dengan putusan hakim yang memvonis terdakwa Harvey Moeis 6,5 tahun penjara di kasus timah, padahal kerugian negara mencapai Rp 300 Triliun. Vonis tersebut lebih rendah dari tuntutan jaksa yakni 12 tahun penjara.
Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar menyatakan, “Terkait bapak Presiden tentu kita sangat mendukung apa yang sudah dinyatakan beliau. Kami sangat responsif tentang pernyataan beliau yang menyatakan bahwa koneksi putusan pengadilan terkait terdakwa HM masih sangat begitu ringan dibanding dengan tuntutan JPU,” kata Harli yang ditemui Nusantarapos di Konferensi pers Refleksi Akhir Tahun Kejagung 2024 di Jakarta (31/12/2024).
Dia menerangkan, pihak Kejagung telah melaksanakan banding atas putusan hakim tersebut.
“Kami sudah melaksanakan banding dan dilaksanakan pengadilan. Jaksa sudah menyusun terkait memori banding, kami berkomitmen salinannya masih kita tunggu. Ada catatan JPU itu kita jadikan dalil-dalil yang kita sampaikan,” paparnya.
Menurut Harli lagi, untuk menjatuhkan pidana terhadap seseorang juga harus berlandaskan kepada Undang Undang.
“Jadi harus dikembalikan kepada peraturan yang ada, yaitu UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor),” ucapnya.
Harli melanjutkan, peran Harvey Moeis yang mengumpulkan dana seolah-olah CSR (Corporate Social Responsibility) dari lima smelter swasta yang bekerjasama dengan PT Timah itu juga patut ditelusuri lebih lanjut.
“HM hanya salah satu, apa yang menjadi peran dari ybs itu yang harus dipahami bersama. Artinya, kalau dia menginisiasikan berarti masih ada pihak lain. Kedua, dia mengumpulkan dana dari 5 smelter itu, ada Rp 400 M lebih yang dikumpulkan, tapi hakim melihat yang digunakan Rp 200 M lebih,” jelas Harli. (Arie)